Wahai Sukmawati Soekarnoputri, di Indonesia Jangan Main-Main dengan Puisi

sukmawati soekarnoputri

Di Indonesia, jangan pernah main-main dengan puisi, bisa fatal akibatnya. Maklum saja, sebagai negara yang punya banyak sastrawan (dari yang beneran sastrawan sampai yang mengaku sastrawan) dan punya banyak penafsiran, urusan puisi adalah salah satu urusan yang sensitif.

Itulah salah satu pelajaran yang mungkin sekarang sedang dipetik oleh Sukmawati Soekarnoputri. Putri Bung Karno ini kemarin resmi dipolisikan gara-gara puisi.

Seperti diketahui, dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 beberapa waktu yang lalu, Sukmawati membacakan sebuah puisi karyanya sendiri yang berjudul “Ibu Indonesia”.

Dalam puisi ini, terdapat beberapa baris yang isinya membandingkan azan dengan kidung, juga membandingkan cadar dengan sari konde.

Puisi ini dipermasalahkan oleh banyak pihak dan dianggap sebagai salah satu bentuk pelecehan agama.

“Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu

Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu”

Atas puisi tersebut, Sukmawati kemudian dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Denny Adrian ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penistaan agama.

“Hari ini saya laporkan Sukmawati dengan (tuduhan) penistaan agama. Saya mau kasih tahu ke umat, saya terpanggil saja sebagai umat Islam,” ujar Denny Adrian di Mapolda Metro Jaya.

Sukmawati sendiri menolak dan membantah jika puisinya disebut sebagai penistaan.

“Itu suatu realita tentang Indonesia. Enggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati,” kata Sukmawati.

Terkait puisi tersebut, Guntur Soekarnoputra yang merupakan saudara kandung Sukmawati mengaku menyesalkan isi puisi yang dibacakan oleh Sukmawati. Ia pun menganggap puisi tersebut sebagai sikap pribadi Sukmawati, bukan sikap keluarga, apalagi mewakili sikap Bung Karno.

“Itu pendapat pribadi Sukmawati, tidak ada urusannya dengan pandangan dan sikap keluarga,” ujarnya.

Yah, begitulah dunia. Kadang penuh dengan ironi. Bung Karno dipuja-puja karena memperjuangkan persatuan antar golongan. Sedangkan salah satu anaknya justru dilaporkan karena dianggap memecah dan melecehkan salah satu golongan.

Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Namun dalam kasus ini, agaknya buahnya jatuh, kemudian ditendang orang, lalu jatuh ke sungai, dan terbawa sampai jauh dari pohonnya.

Exit mobile version