Kebalikan dari Indonesia, 3 Negara Ini Justru Mempersulit Pejabatnya Punya Kendaraan Dinas

kendaraan dinas mojok.co

Ilustrasi kendaraan dinas (Mojok.co)

MOJOK.COBagi-bagi kendaraan sering dilakukan oleh pejabat kita. Sayangnya kendaraan tersebut lebih sering dibagikan kepada bawahannya ketimbang rakyat. Dermawan banget!

Baru-baru ini, Eva Dwiana selaku Walikota Bandar Lampung membagikan 126 motor LEXI S kepada seluruh lurahnya. Kebijakan ini menghabiskan dana sampai 3,4 milyar rupiah dari APBD. Dengan ini, dirinya mengekor rekan-rekan Bupati/Walikota sekaligus Kader PDI-P di Pulau Jawa yang sudah lebih dulu melakukannya.

“Agar semangat dan ringkas kerjanya,” kata Eva Dwiana, Walikota Bandar Lampung.

Kalau saja Bunda, sapaan akrabnya, melakukan perjalanan lebih jauh, niscaya dia akan menemukan kebijakan pejabat yang 180 derajat berbeda dari Indonesia. Contohnya di beberapa negara ini.

Zambia

Negeri Zambia dulu memiliki budaya yang sama dengan Indonesia. Pemerintahannya gemar menghabiskan uang untuk belanja mobil dinas. Pada 2014, 10 juta Kwacha (setara 7,6 milyar Rupiah) teralokasikan untuk alat transportasi pejabat.

Namun, oleh pejabatnya, mobil dinas ini malah untuk keperluan pribadi. Empat tahun berselang, Pemerintah Zambia memperketat aturan kendaraan dinas ini dan meningkatkan hukuman atas pelanggaran. Pada November 2021, Menteri Perhubungan Frank Tayali meradang setelah insiden setelah insiden mobil dinas Land Cruiser Kementerian Kesehatan tertangkap kamera CCTV mengangkut penumpang selain pejabat terkait.

“Kelalaian ini adalah bukti dari kontrol yang amburadul. Kalau tidak bisa kerja, biar saya saja,” kata Frank. Kata-kata itu sekaligus mengakhiri masa tugas Kunda selaku Pengawas Kendaraan Dinas dan dipegang sementara oleh Menteri Perhubungan.

Setelahnya, Menteri Keuangan mereka mengumumkan bahwa Zambia “bertobat” dari penyediaan kendaraan dinas. Kebijakan terbaru mengharuskan pejabat Zambia untuk mengembalikan kendaraan dinas ke garasi resmi tiap selesai perjalanan dan penggunaannya pun diperketat.

Swedia

Di Swedia, pejabat negara tidak boleh membawa pulang mobil dinas –kecuali Perdana Menteri. Kendaraan dinas yang ada hanya untuk operasional kerja, jumlah kendaraannya pun terbilang sedikit.

Di parlemen mereka, hanya ada tiga kendaraan dinas. Kendaraan tersebut hanya untuk ketua dan tiga wakilnya. Sebagai gantinya, pejabat lain mendapatkan free pass angkutan umum untuk menunjang mobilitas kerja.

“Kami bukan perusahaan taksi,” kata pejabat parlemen, Rene Poedtke, mengutip dari BBC. Senada dengan Rene, Per-Anne Hakansson, anggota parlemen dari Partai Sosial Demokrat, menekankan mereka sama saja seperti rakyat lainnya.

“Mewakili rakyat bukan berarti kami berhak diistimewakan,” ujarnya.

Belanda

Belanda tidak memiliki budaya bagi-bagi kendaraan dinas. Sebab, pejabat negara di sana lebih suka gowes saat berangkat kerja. Salah satunya Mark Rutte, perdana menteri ini–yang kini sudah mengundurkan diri, kerap viral karena kerendahan hatinya berangkat kerja dengan bersepeda.

Jalan ninja Mark Rutte adalah ‘wajah’ warga Belanda yang sejak dulu lekat dengan kebiasaan bersepeda. Pada 1970-an, warga Belanda menuntut agar kota kembali pada manusia dan sepeda. Sejarah itu yang mendasari julukan Fietsland, ‘Negeri Sepeda’ bagi Belanda. Di Belanda terdapat sekitar 22 juta sepeda, sedangkan jumlah warganya hanya 17 juta.

Ketimbang motor atau mobil, pejabat di sana memilih memperbanyak sepeda. Salah satu caranya dengan mendorong 10.000 PNS-nya untuk bersepeda. Dorongan itu tertuang dalam Visi Sepeda Nasional yang telah pemerintah Belanda luncurkan per 8 Maret 2021. Salah satu isinya adalah menyediakan program cicilan sepeda listrik bagi PNS. Bagi PNS yang lebih lemah finansialnya, bisa mengajukan keringanan.

Penulis: Ardhias Nauvaly
Editor: Iradat Ungkai

BACA JUGA Tes Bahasa Inggris BUMN yang Bikin Mual Saking Sulitnya

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version