Pernikahan Anjing Jojo-Luna Pakai Adat Jawa, Disbud DIY Ambil Sikap

Viral Nikah Anjing Pakai Adat Jawa, Disbud DIY Sebut Terjadi Degradasi Budaya

Jojo dan Luna. (IG Nenaghoib)

MOJOK.CODinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY mengkritisi pernikahan anjing berama Jojo dan Luna yang menggunakan adat Jawa. Kejadian itu wujud dari degradasi dan distorsi dari konsep pernikahan adat Jawa. 

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Laskhmi Pratiwi, Kamis (20/07/2023) menyampaikan keberatannya atas penggunaan pernikahan adat Jawa untuk dua ekor anjing. Penyelenggara dan pemilik salah satu ekor anjing tersebut merupakan seorang tim staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indira Ratnasari. 

Sebelumnya, viral di media sosial video royal wedding atau pernikahan dua anjing bernama Jojo dan Luna di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, pada Sabtu (15/07/2023. Pernikahan anjing itu berlangsung dengan mewah dan biaya sebesar Rp 200 juta dengan tamu 100 undangan ini menggunakan adat Jawa.

Menurut Dian, menggelar pernikahan adat Jawa tersebut tidak bisa secara sembarangan. Sebab upacara pernikahan adat Yogyakarta atau tata cara palakrama dilindungi sebagai warisan budaya Takbenda Indonesia tahun 2017 nomor sertifikat 60073//KB/2017. 

Selain itu masuk dalam perlindungan hukum dalam negara. Yakni UU RI Nomor 5 tahun 2007 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Perda Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2017 tentang pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan.

“Upacara pernikahan, khususnya dari Yogyakarta kan prosesi pernikahan itu kan sudah menjadi warisan budaya Indonesia pada 2017. Sebagai bagian dari daur ulang hidup manusia adalah upacara daur hidup tata cara kalaprama,” ungkap Dian.

Mestinya menjaga marwah adat Jawa

Menurutnya, sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, prosesi pernikahan tersebut mestinya menjaga marwah adat Jawa. Apalagi pernikahan manusia memiliki nilai-nilai filosofi yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi.

Memiliki daya aruh dan nilai-nilai yang adiluhung, menurut Dian, konsep pernikahan adat Jawa ini mestinya penting dilestarikan. Terlebih bila kita ingin peradaban manusia dengan kecerdasan otak dan pikiran cipta rasa karsanya akan membentuk suatu nilai-nilai yang menguatkan sisi manusianya.

Karena itu mestinya konsep pernikahan dengan adat Jawa tersebut tidak bisa diterapkan pada hewan. Sebab manusia memiliki kodrat yang berbeda dengan hewan

“Ada kodrat yang berbeda peruntukannya [manusia dengan hewan] jadi berbeda tentunya. Kan anjing tidak perlu [menikah dengan adat jawa] untuk kemudian yah di mana rasa kemanusiaan kita,” tandasnya.

Belum ambil langkah hukum

Meski menilai pernikahan anjing itu tidak menghargai budaya Jawa, Dian mengaku tidak akan mengambil langkah hukum. Sebab proses hukum bukanlah ranah Disbud Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Untuk langkah hukum, sebenarnya kebudayaan itu lebih pada upaya untuk saling merangkul. Ya kita masih mengupayakan beberapa hal,” paparnya.

“Kewajiban bagi kami meluruskan degradasi dan distorsi nilai sangat luar biasa. Karena itu sangat berpengaruh pada penyimpangan-penyimpangan. Dan kedepannya identitas jati dirinya budaya akan terbiasakan dengan hal seperti itu,” kata Dian.

Meski tak mengambil langkah hukum, Disbud tidak bisa menahan pihak lain untuk melakukannya. Apalagi saat ini ada beberapa komunitas yang berniat melakukan somasi.

“Tapi mohon maaf saya tidak bisa menahan untuk beberapa teman dari paguyuban yang memang concern pada pelestarian budaya itu kalau kemudian mereka mensomasi, ada beberapa sanksi yang diterapkan asosiasinya,” ungkapnya.

Pemilik Jojo dan Luna minta maaf

Pemilik dua anjing, Nena dan Valen dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/7/2023) menyampaikan permohonan maaf kepada penggiat budaya Jawa dan seluruh masyarakat Indonesia. 

Para pemilik anjing tersebut mengaku tidak memiliki niat melecehkan atau tidak menghargai budaya Indonesia, terutama budaya Jawa. Di sisi lain, keduanya juga meminta maaf mengenai pemberkatan Katolik pada pernikahan anjing.

“Kami juga mohon maaf sebesar-besarnya kepada Keuskupan Agung Jakarta dan seluruh umat Katolik untuk berita pemberkatan hewan peliharaan, yang disalahartikan oleh masyarakat sebenarnya yang terjadi hanyalah pet blessing atau pemberkatan hewan yang seperti biasa dilakukan oleh gereja ditanggal 4 Oktober untuk memperingati St Fransiskus Asisi,” ucap Nena dan Valen seperti dikutip dari Republika.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Doa Sri Saat Mubeng Beteng Keraton Yogyakarta di Malam 1 Suro

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Exit mobile version