Suara Hati Lulusan Jurnalistik: Kuliahnya sih Menyenangkan, tapi…

jurusan jurnalistik mojok.co

Ilustrasi kerja jurnalistik (Mojok.co)

MOJOK.COMenurut hasil survei situs pencarian kerja ZipRecruiter, banyak lulusan jurusan jurnalistik menyesal mengambil jurusan tersebut. Angkanya mencapai 87 persen dari total 1.500 lulusan perguran tinggi yang sedang mencari kerja. 

Riset ini tidak mengherankan bagi Aef Anas (28) yang memilih konsentrasi studi Media dan Jurnalisme ketika duduk di bangku kuliah. Ia menduga, pemicu kekecewaan terhadap jurusan jurnalistik adalah ketidaksesuaian antara ekspektasi saat kuliah dengan dunia kerja, khususnya kerja sebagai jurnalis di media. Ia memang tidak pernah mencicipi pekerjaan itu, namun narasi yang beredar di sekitarnya, kerja di media kurang manusiawi. Jurnalis memiliki risiko besar yang tidak sebanding dengan reward atau gaji yang diterima.

Akan tetapi, apabila menilik kembali ke masa-masa perkuliahan, Aef merasa mata kuliah di Media dan Jurnalisme sebenarnya sangat berguna di dunia kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Jurusan itu melatih banyak hal seperti kemampuan menulis hingga kemampuan berpikir kritis.

“Dalam industri apapun, pandangan ataupun analisis di kelas-kelas jurnalistik itu banyak yang bisa diterapkan di dunia kerja,” jelas dia kepada Mojok.

Melihat dari sudut pandang tersebut, ia tidak menyesal setelah lulus. Apalagi dari sisi biaya, UKT Prodi Ilmu Komunikasi tergolong murah dibanding prodi-prodi sosial humaniora lain pada saat itu.

Kalau punya kesempatan mengulang waktu, ia masih akan mengambil prodi Ilmu Komunikasi dengan jurusan Media dan Jurnalistik. Apalagi ia menyadari, kesempatan kerjanya tidak melulu menjadi jurnalis. Lulusannya juga bisa berkecimpung di produk-produk media lain seperti film ataupun dunia kepenulisan seperti yang ia jalani saat ini. Lelaki kelahiran 28 tahun silam itu kini bekerja sebagai penulis lepas untuk berbagai bentuk media seperti buku, blog/website, ataupun majalah.

Jurusan Jurnalistik menyenangkan

Senada, Yosepha Debrina (27) yang kini bekerja sebagai jurnalis di media cetak nasional. Ia merasa proses belajar di jurusan jurnalistik itu menyenangkan. Apalagi jurusan itu banyak beririsan dengan kesukaannya yaitu dunia tulis-menulis. Mengenang kembali masa-masa kuliah, ia mengaku benar-benar menjalani moto hidup “melakukan hal-hal yang disuka”.

Berangkat dari kesukaannya itu, ia menjadi lebih mendalami teori dan pengalaman pada jurnalisme media cetak dibanding media penyiaran. Oleh karenanya, bekal ilmu dari bangku kuliah itu sangat bermanfaat ketika Yosepha bekerja sebagai jurnalis. Misalnya dasar-dasar jurnalistik dan cara menulis berita yang baik dan benar. Hal-hal prinsipil seperti kode etik jurnalistik juga berguna untuk menjaga idealismenya sebagai jurnalis.

Walau proses belajar selama kuliah menyenangkan dan bermanfaat, Yosepha merasa proses selama bertahun-tahun kuliah itu sebenarnya bisa ia pelajari sambil bekerja.

“Saat masuk di dunia kerja kita sadar sebenarnya banyak yang bisa kita pelajari sendiri sebenarnya,” ujar dia. Itu mengapa banyak jurnalis tidak berasal dari latar belakang jurusan jurnalistik. Menurutnya, hal itu juga yang menjadi alasan kebanyakan lulusan jurusan jurnalistik menyesal.

Apabila bisa mengulang waktu, Yosepha tidak akan mengambil jurusan jurnalistik lagi saat kuliah. Setelah terjun ke dunia kerja, ia merasa punya latar belakang ekonomi atau hukum juga perlu sebagai jurnalis. Apalagi dua bidang itu memiliki banyak istilah yang asing bagi kaum awam.

Penulis : Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA 6 Program Studi D4 UGM yang Sepi Peminat

Exit mobile version