Belum Bayar Uang Sekolah, 5 Siswa SMP di Bantul Dilarang Ikut Ujian

Orang tua lapor ombudsman.

Tidak Bisa Bayar Uang Sekolah

Suasana SMP Muhammadiyah Banguntapan, Jumat (10/06/2022). (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.CO  – Lima siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Banguntapan, Bantul dilarang mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) untuk kenaikan kelas. Penyebabnya siswa tersebut belum membayar uang sekolah.

Larangan untuk mengikuti UAS diberlakukan pihak sekolah sejak Selasa (07/06/2022) lalu. Pihak sekolah tidak membolehkan lima anak tersebut ujian karena menunggak pembayaran uang sekolah pada tahun ajaran ini.

Orang tua yang mengetahui hal ini pun akhirnya melaporkan tindakan sekolah tersebut ke Dinas Pendidikan (disdik) Kabupaten Bantul. Namun,  tidak ada respon dari dinas tersebut.

Akhirnya mereka memberanikan diri melaporkan kasus tersebut ke Ombudsman Perwakilan DIY pada Rabu (08/06/2022). Pasca-adanya laporan tersebut, tim investigasi Ombudsman DIY pun mendatangi pihak sekolah untuk melakukan klarifikasi, Jumat (10/06/2022).

“Anak saya tidak bisa ikut ujian sejak Selasa lalu karena belum bayar sekolah. Tagihan pertama katanya Rp3 juta tapi terus jadi Rp1,8 juta karena ada kesalahan,” ujar ayah salah seorang siswa, Risyanto (42) saat ditemui di sekolah setempat, Jumat Siang.

Warga Modalan, Banguntapan tersebut mengungkapkan, saat akan mengikuti jadwal UAS di sekolah pada Selasa lalu, tiba-tiba pihak sekolah melarang anaknya untuk masuk kelas dan ikut ujian. Puteranya pun akhirnya pulang ke rumah dan melaporkan kejadian tersebut kepadanya.

Risyanto pun membayarkan kekurangan biaya sekolah sebesar Rp1.000.000 ke sekolah dari total tagihan sebesar Rp1.800.000. Meski sudah membayar cicilan, anaknya pun tetap tidak diperbolehkan untuk ikut ujian.

Anaknya saat ini merasa takut untuk ikut UAS karena merasa trauma. Apalagi empat siswa lain yang juga diperlakukan sama mendapatkan ejekan dari teman-temannya.

Apalagi dalam grup Whatapps (WA) wali murid, sekolah menyebutkan nama-nama anak yang belum bayar uang sekolah. Pengumunan tersebut akhirnya tidak hanya membuat takut siswa namun juga membuat sedih para orang tua murid.

“Ada anak lain yang harus ujian di luar kelas karena belum bayar ujian dan diejek teman-temannya. Anak saya tahu itu dan akhirnya takut masuk sekolah,” jelasnya.

Meski mengakui kewajibannya membayar sekolah, Risyanto mempertanyakan rincian biaya sekolah satu tahun yang mencapai sekitar Rp4,6 juta. Para orang tua tidak mendapatkan informasi terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemkab Bantul maupun Pemda DIY bagi siswanya yang masuk ke rincian biaya satu tahun tersebut.

Padahal sesuai aturan, siswa SMP pun mendapatkan dana BOS untuk meringankan biaya atau uang sekolah. Selain itu sekolah tidak diperbolehkan melarang siswa untuk ikut UAS dalam rangka kenaikan kelas.

“Ya kami berharap adanya pertemuan dengan ombudsman ini, masalahnya bisa selesai,” ujarnya.

Pihak sekolah ketika dimintai komentarnya terkait kasus tersebut tidak mau menjawab. Kepala sekolah SMP Muhammadiyah Banguntapan nantinya akan memberikan keterangan secara resmi karena saat ini tidak ada di tempat.

Sementara Asisten Ombudsman Perwakilan DIY, Muhammad Rifki menjelaskan, Ombudsman menerima laporan masyarakat adanya lima siswa yang tidak bisa ikut UAS karena permasalahan biaya sekolah. Pertemuan kali ini sudah kedua kalinya dilakukan Ombudsman dengan pihak sekolah.

“Saat ini kami mengklarifikasi tidak bolehnya siswa ikut ujian karena masalah biaya. Dan faktanya memang itu terjadi. Jadi ada larangan untuk ikut ujian karena permasalahan biaya,” paparnya.

Ombudsman pun melakukan penelurusan sampai di mana permasalahan tersebut mempengaruhi para siswa. Apalagi para siswa tidak masuk sekolah hingga saat ini.

Rizki menjelaskan, pada awalnya hanya satu orang tua yang melapor ke ombudsman. Namun, setelah ditelusuri ternyata ada lima siswa yang memiliki persoalan serupa dengan tunggakan uang sekolah sebesar  Rp3-4 juta.

Setelah ada pembicaraan dengan pihak sekolah, tiga siswa akhirnya masuk untuk ikut ujian saat ini. Namun, siswa lainnya belum berani masuk sekolah karena merasa takut.

“Secara psikis [kasus] ini memang mempengaruhi anak,” ujarnya.

Rizki menyebutkan, sesuai kebijakan pemerintah, layanan pendidikan kepada siswa tidak boleh dikaitkan dengan pembiayaan. Hal itu sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan serta Perda DIY Nomor 10 Tahun 2013.

“Dalam aturan itu sudah jelas tidak boleh dikaitk-kaitkan. Berlaku untuk [sekolah] negeri maupun swasta]. Kalau itu dikaitkan maka pasti ada permasalahan. Ada pelanggaran aturan itu, dugaan disitu, tapi kami belum menyimpulkan,” imbuhnya.(yvesta ayu/mokok.co).

 

Penulis: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA 7 Parpol Nonparlemen Bertemu, Mantapkan Koalisi Jelang Pemilu 2024 dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Exit mobile version