Pencemaran Sungai di Jogja, Mayoritas Berasal dari Tinja

pencemaran sungai di jogja mojok.co

Ilustrasi pencemaran sungai. (Ega Fansuri/Mojok.co)

MOJOK.COIndeks Kualitas Air (IKA) sungai-sungai di Jogja terus mengalami degradasi. Kemerosotan indeks kualitas air ini mengindikasikan bahwa sungai-sungai di Jogja makin tercemar.

IKA sendiri merupakan indikator yang ditentukan untuk menilai tingkatan kualitas air dari suatu perairan. Pengujiannya didasarkan pada sembilan parameter, yang mencakup kandungan oksigen (DO), kebutuhan oksigen per liter (BOD), kandungan nitrat, total fosfat, suhu air, tingkat kekeruhan (turbidity), materi padat (total solids), keasaman (pH), dan kandungan bakteri Fecal Coliform.

Tahun 2019, IKA sungai-sungai di Jogja tercatat masih di angka yang wajar, yakni 41. Namun, tahun 2022, indeks ini mengalami penurunan ke angka 38,4.

Kepala UPT Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja, Sutomo, menyebut bahwa sebagian besar sungai di Jogja tercemar oleh sampah domestik. Dari pengujian di 19 titik di empat sungai, yaitu Winongo, Code, Manunggal, dan Gajahwong, semuanya masuk kategori “tercemar berat” oleh sampah-sampah rumah tangga.

“Secara visual tampak agak keruh. Ini sekaligus menunjukkan bahwa beban polutan yang masuk ke dalamnya terlalu banyak,” ujarnya kepada Mojok.

“Itu baru secara fisik saja. Secara kandungan, sungai-sungai ini sudah masuk kategori tercemar berat,” sambungnya.

Lantas, Sutomo memaparkan, dari empat sungai yang diuji, Sungai Manunggal memiliki tingkat pencemaran paling tinggi. Di sungai ini, ditemukan kadar nitrat tinggi yang melebihi baku mutu. Ini sekaligus mengindikasikan bahwa pencemaran bersifat antropogenik atau akibat aktivitas manusia.

Selain itu, terdapat juga parameter fosfat yang berasal dari limbah domestik, seperti buangan air tinja, sisa-sisa makanan, pupuk, dan penggunaan deterjen sintetis.

“Ini menunjukkan bahwa pencemaran paling banyak disebabkan karena intensitas pembuangan limbah domestik lebih banyak di sungai ini,” paparnya.

Temuan serupa juga terlihat di Sungai Winongo, Sungai Code, dan Sungai Gajahwong. Paparan bakteri Coliform dan Fecal Coliform yang sangat tinggi—hingga melebihi baku mutu, disebut-sebut berasal dari banyaknya tinja manusia dan hewan ternak yang masuk ke sungai.

Sutomo pun khawatir, bahwa penurunan mutu air sungai tersebut akan berdampak pada kelangsungan hidup biota sungai, serta kegiatan manusia yang tergantung dengan sungai, seperti perikanan.

“Ada potensi air sungai dan air tanah di sekitar sungai saling infiltrasi. Bisa jadi, air sungai itu merembes ke air tanah warga. Jika bakteri E. coli-nya tinggi, akan berdampak ke kesehatan,” imbuhnya.

Berdasarkan temuan ini, Sutomo pun mengajak kepada seluruh masyarakat dan stakeholder yang terkait untuk fokus mengendalikan pencemaran di sungai. Mengingat ada banyak warga dan aktivitas manusia di Jogja yang bergantung dengan sungai.

“Harapannya kita semua bisa fokus ke pengendalian limbah domestik, agar beban sungai ke depannya akan lebih ringan,” pungkasnya.

Reporter: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Kasus Tanah Desa Jadi Perumahan, Pemda DIY Telusuri Aliran Dana Sewa 

Exit mobile version