Pekan Budaya Tionghoa di Kampung Ketandan Dipadati Ribuan Pengunjung

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X dan sejumlah pejabat membuka PBTY XVIII di Kampung Ketandan, Senin (30/01/2023) malam. (yvesta ayu/mojok.co)

MOJOK.CO – Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta di Kampung Ketandan kembali digelar. Acara ini jadi ajang menjaga guyub rukun keberagaman jelang kontestasi politik Pemilu 2024.

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) tahun ini kembali digelar di Kampung Ketandan mulai Senin (30/01/2023) malam. Kegiatan budaya dan kuliner dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek 2574 ke-18 kali ini dikunjungi ribuan pengunjung.

Kawasan Ketandan semarak dengan kegiatan budaya dan kuliner. Wajah kampung pun diubah jadi kawasan street food yang berjejer di sepanjang jalan hingga Minggu (05/02/2023) mendatang. Sejumlah agenda bisa dinikmati masyarakat seperti Ketandan Street Food, Panggung Utama Kesenian, Atraksi Naga Barongsai, Panggung Hiburan Musik, Pertunjukan Wayang Potehi hingga Malioboro Imlek Carnival.

Menjaga keberagaman

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X yang membuka PBTY XVIII mengungkapkan PBTY kali ini menjadi ajang menjaga guyub rukun keberagaman. Terlebih menjelang kontestasi politik pada 2024 nanti.

“Suasana guyub-rukun ini perlu kita hidup-hidupkan, khususnya menjelang pesta demokrasi serentak tahun 2024. Atas situasi itu, kita harus berhati-hati dalam perkataan dan tindakan, agar tidak disalahartikan, yang bisa berakibat renggangnya kohesi sosial. Untuk itulah, momen Pekan Budaya Tionghoa saya anggap sebagai rintisan kultural dalam kehidupan berbangsa,” paparnya.

Menurut Sultan, PBTY bisa menjadi peristirahatan sejenak, untuk merenung kembali bagaimana membangun semangat ke-Indonesiaan. Hal ini penting mengingat saat ini kerap terlanda oleh hawa panas, baik dari dalam maupun luar negeri, yang bisa berpotensi menjadi disintegrasi sosial.

kampung ketandan mojok.co
Ribuan pengunjung memadati PBTY XVIII di Kampung Ketandan, Senin (30/01/2023) malam. (yvesta ayu/mojok.co)

Pekan Budaya diharapkan menjadi momentum aktualisasi. Sebab budaya yang menjadi ciri suatu bangsa dan diperoleh lewat proses belajar dan interaksi, maka integratif dalam hidup akan menghasilkan toleransi. Hal ini selaras dengan sejarah bangsa Tionghoa di Nusantara berabad-abad lalu, yang datang dari Fujian, Tiongkok Selatan berakulturasi menjadi bangsa Indonesia.

Proses akulturasi itu menghasilkan berbagai ragam bahasa, masakan, kesenian, dan hasil karya-karya unik dan diakui sebagai khas daerah, selain memperkaya bahasa lokal dari serapan bahasa China. Upaya saling memahami budaya antaretnis ini dinilai penting karena merupakan cikal-bakal terciptanya kedamaian permanen dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Oleh sebab itu, setiap Pekan Budaya yang digelar setiap tahun ini, hendaknya selalu diusahakan sebagai media yang mengarah ke integrasi sosial-budaya. Seperti halnya wayang potehi yang mengadopsi wayang kulit menjadi wacinwa, wayang cina-jawa,” tandasnya.

Dampak ekonomi

Sultan menambahkan PBTY menjadi semakin bermakna, karena bisa merasakan suasana kehidupan yang menandai betapa kayanya keragaman suku-suku bangsa yang hidup di Jogja, sebagai taman sarinya Indonesia. Apalagi dalam perspektif ekonomi, PBTY  memberikan dampak positif di sektor ekonomi yang tidak hanya berputar di seputar Kampung Ketandan.

Kegiatan itu juga bisa menjadi sarana mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dan kesalahpahaman sosial-budaya. Dengan visi dan harapan seperti itulah, Pekan Budaya ini sudah selayaknya diwujudkan sebagai integrasi sosial, ekonomi dan budaya.

“Sehingga menuju indonesia baru yang lebih menyatu,” ujarnya.

Sementara Ketua Umum Panitia PBTY XVIII, Sugiarto Hanjin mengungkapkan pekan budaya kali ini  sebagai wujud pelestarian, pengenalan serta sebagai upaya membangkitkan ekonomi. Kegiatan itu diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

“Kami harap, seluruh masyarakat yang telah menanti PBTY ini dapat menikmati dan mengobati rasa kangen yang ada di hati,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA 5 Suku Tionghoa Terbesar di Indonesia: Sekilas Sejarah dan Budaya

Exit mobile version