MOJOK.CO – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan perekonomian dunia akan memasuki jurang resesi tahun depan. Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di berbagai negara akan menghambat pertumbuhan ekonomi hingga akhirnya berujung resesi.
Sebelum berbicara lebih jauh, sebenarnya apa itu resesi? Dikutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), resesi adalah kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Ini ditandai dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Secara umum, sebenarnya ada beberapa penyebab resesi. Untuk resesi tahun 2023, inflasi menjadi pemicu utamanya. Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu
Pengamat Perbankan, Keuangan, dan Investasi dari UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D. mengungkapkan, lonjakan inflasi terjadi sebagai buntut konflik Rusia-Ukraina. Peningkatan inflasi akan diikuti kebijakan pengetatan moneter berupa kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral di negara Eropa dan Amerika. Pengetatan moneter biasanya akan mempengaruhi kebijakan bunga acuan yang diambil bank sentral di negara-negara lain.
Lebih lanjut Wayan menjelaskan, apabila bunga acuan meningkat, biaya modal dan bunga kredit yang ditanggung bisnis juga akan naik. Ini biasanya berdampak pada pelemahan mata uang lokal terhadap mata uang asing.
Situasi ini akan memberatkan pemerintah maupun swasta yang memiliki banyak pinjaman dalam mata uang asing. Jumlah mata uang lokal yang akan dikeluarkan untuk membayar pinjaman dalam mata uang asing juga akan meningkat.
” Jika kondisi tersebut tidak membaik, maka kombinasi rentetan harga produk yang meroket, inflasi yang meningkat, bunga acuan kredit yang naik, serta pelemahan mata uang lokal pada akhirnya akan berisiko menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global,” jelasnya, Jumat (30/9/2022) seperti dikutip dari ugm.ac.id. Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi resesi tahun depan?
1. Tetap tenang
Wayan mengimbau masyarakat tetap tenang sembari melakukan revisi pada rencana keuangan yang sebelumnya sudah dibuat.
2. Mencari alternatif tambahan
Upaya penyiapan dana darurat penting dilakukan. Selain itu, mencari tambahan penghasilan selain gaji tetap. Misalnya, memanfaatkan hobi untuk bisnis maupun berjualan secara daring.
3. Cermati pos pengeluaran
Masyarakat perlu melakukan identifikasi ulang pada pos-pos pengeluaran. Di saat yang sama, melakukan penghematan pada pos-pos pengeluaran yang kurang penting atau bisa ditunda dahulu.
4. Tetap investasi
Di tengah resesi, investasi masih aman dilakukan. Wayan mengamati, investasi menjadi cara efektif melawan dampak negatif inflasi. Walau aman dilakukan, masyarakat tetap perlu mencermati pilihan investasinya. Untuk mengantisipasi krisis ekonomi global, Wayan menyarankan bobot dana investasi difokuskan pada investasi yang tergolong aman atau safe haven.
Ia mencontohkan jenis investasi yang aman antara lain deposito, emas, surat berharga yang diterbitkan oleh negara. Jika ingin melakukan investasi di saham, disarankan investasi pada saham-saham yang bergerak pada sektor industri yang defensif supaya tetap bertahan di tengah krisis.
“Misalnya saham perusahaan yang bergerak di industri consumer goods, kesehatan, bank, energi, dan utilitas,” pungkasnya.
Sumber: ugm.ac.id, ojk.go.id
Penulis: Kenia Intan