Pada Pilpres 2019 mendatang, tak dapat dimungkiri bahwa isu agama (utamanya Islam) akan tetap menjadi isu yang seksi untuk dimainkan. Maklum saja, polaritas masyarakat terhadap isu ini memang masih sangat tinggi.
Menggunakan isu agama sebagai bagian dari kampanye, terlebih untuk menyerang kelompok yang lain tentu saja merupakan hal yang mencederai semangat pemilu. Selain itu, hal tersebut juga punya efek perpecahan yang sangat mengerikan. Masih terbayang bagaimana ngeheknya isu agama dimainkan dengan begitu brutal di Pilkada Jakarta beberapa waktu yang lalu, sampai-sampai muncul ajakan untuk tidak menyalatkan jenazah saudara seiman hanya gara-gara perbedaan pilihan politik.
Atas banyaknya fenomena penyalahgunaan isu agama dalam pemilu, Mejelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah lembaga yang bertanggung jawab terhadap urusan keagamaan, secara resmi melarang partai-partai politik mengklaim dirinya sebagai representasi umat Islam.
Larangan tersebut merupakan salah satu hasil rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-29 di Kantor MUI yang digelar pada Senin, 6 Agustus 2018 lalu.
“Tidak perlu ada klaim-klaim yang bersifat monopolistik,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsudin.
Din Syamsudin mengatakan bahwa mengklaim satu partai politik sebagai representasi umat Islam atau ulama akan mereduksi umat Islam itu sendiri. Umat Islam di Indonesia jumlahya 220 juta, dan tentu saja jumlah sebanyak itu tidak bisa sekadar direpresentasikan oleh satu atau dua partai politik.
“Umat Islam itu banyak 220 juta. Banyak yang bergabung dengan partai-partai Islam, seperti PPP, PKS, PBB dan partai berbasis Islam lainnya seperti PAN dan PKB, tapi, umat Islam juga tersebar di partai-partai lain yang tidak menggunakan nama Islam, di Golkar Hanura, Nasdem, Demokrat, PDIP dan juga partai-partai baru,” kata Din Syamsudin.
Din Syamsudin juga mengatakan bahwa partai apa pun, baik yang berbasis Islam atau nasionalis, asalkan memperjuangkan pencapaian negara yang adil, makmur, berdaulat, serta bermartabat, maka ia sudah termasuk memperjuangkan cita-cita Islam.
Nah, untuk para petinggi partai, monggo, itu sudah ada instruksi dari MUI, silakan mau menaati atau tidak. Itu yang ngomong orang MUI lho, jelas-jelas ulama, bukan penasihat partai politik.
Dan, untuk para calon pemilih, terutama yang beragama Islam, monggo, MUI sudah memberikan petunjuk bahwa keislaman tidak ditentukan oleh satu atau dua partai. Jangan takut untuk memilih sosok yang didukung oleh partai yang dianggap tidak merepresentasikan Islam selama Anda yakin sosok tersebut memang baik.
Pada akhirnya, Islam dan tidak itu soal hati, bukan soal partai. Wong nyatanya kader partai berbasis Islam yang korupsi toh jumlahnya juga buaaanyak. Ya tho? (A/M)