MOJOK.CO – Bank Indonesia (BI) selangkah lebih dekat mewujudkan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau uang digital bank sentral yang bernama Digital Rupiah.
Berbagai bank sentral di dunia tengah mengupayakan memiliki mata uang digital masing-masing. China menjadi salah salah satu negara yang sudah melangkah terlebih dahulu mengujicobakan CBDC dengan nama e-CNY (Digital Yuan) dalam penyelenggaraan Olimpiade Beijing pada Februari 2022.
Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini BI masih dalam tahap eksplorasi desain CBDC Indonesia yang diwadahi dalam Proyek Garuda. Pekan lalu, BI baru saja meluncurkan White Paper pengembangan Digital Rupiah yang berisi latar belakang hingga rencana pengembangan CBDC Indonesia ke depan.
Apa itu Digital Rupiah?
Sebelum membahas Digital Rupiah, penting untuk menyamakan pemahaman mengenai CBDC terlebih dahulu. CBDC merupakan bentuk baru uang yang merupakan kewajiban bank sentral dan berdenominasi sama dengan mata uang resmi, serta dapat digunakan untuk alat tukar, satuan hitung, maupun penyimpan nilai.
Apabila CBDC China disebut dengan e-CNY, CBDC Indonesia disebut dengan Digital Rupiah. Dengan kata lain, Digital Rupiah adalah uang dalam format digital yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan menjadi kewajiban Bank Indonesia kepada pemegangnya.
Bank Indonesia merasa perlu memiliki mata uang digital mengingat perilaku transaksi masyarakat kini semakin bergeser ke arah online. Pergeseran perilaku ini salah satunya dipengaruhi pembatasan mobilitas sosial (social distancing) ketika Pandemi. BI tidak memungkiri, pandemi mengerek adopsi aset kripto secara masif.
Apabila pengembangan berjalan lancar, Indonesia nantinya memiliki tiga jenis alat pembayaran sah. Pertama, alat pembayaran menggunakan uang kertas dan logam. Kedua, alat pembayaran berbasis rekening, seperti kartu debet dan mobile banking. Ketiga, alat pembayaran digital alias Digital Rupiah.
Apa keuntungan mata uang digital?
Dilansir dari laman Kementerian Keuangan, penggunaan mata uang digital memiliki keuntungan dalam kecepatan dan efisiensi biaya transfer. Sistem yang terdesentralisasi (blockchain) juga mengurangi resiko kegagalan sistem secara keseluruhan.
Untuk saat ini, mata uang virtual yang saat ini lazim dikenal adalah cryptocurrency merupakan aset yang memiliki kode kriptografik sehingga sangat sulit untuk dibajak (counterfeit) atau digandakan. Namun, sebagian bank sentral di dunia melarang penggunaan mata uang kripto sebagai alat pembayaran yang sah karena sifatnya yang tidak dikontrol oleh otoritas moneter (Bank Sentral) setempat.
Oleh karenanya, beberapa negara mulai menginisiasi penciptaan mata uang digital yang disebut CBDC yang tentu berbeda dengan mata uang kripto yang beredar saat ini. CBDC diciptakan secara legal dan dikelola oleh otoritas moneter pada suatu negara sehingga volatilitas nilainya diharapkan lebih stabil.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi