MOJOK.CO – Penganiayaan seorang santri hingga meninggal dunia terjadi di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Senin (22/8/2022) pagi. Pihak Pondok Pesantren (Ponpes) yang sempat menutupi akhirnya menyampaikan permintaan maaf.
“Kami juga meminta maaf kepada orangtua dan keluarga almarhum, jika dalam proses pengantaran jenazah dianggap tidak jelas dan terbuka. Sekali lagi, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya,” kata Juru Bicara Pondok Modern Darussalam Gontor Noor Syahid dalam keterangan resminya, Senin (5/9/2022).
Tim pengasuhan santri memang menemukan dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian AM (17), seorang santri Gontor yang meninggal pada tanggal 22 Agustus 2022. Pihak Ponpes juga telah menindak atau menghukum pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan penganiayaan itu. Pada hari yang sama dengan kematiaan AM, santri yang diduga terlibat telah dijatuhi sanksi berupa dikeluarkan dari pondok secara permanen dan langsung mengantarkan mereka ke orang tua masing-masing.
Noor Syahid menyesalkan terjadinya peristiwa ini. Sebagai ponpes yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan karakter anak, diharapkan kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.
“Pada prinsipnya kami, Pondok Modern Darussalam Gontor, tidak mentoleransi segala aksi kekerasan di dalam lingkungan pesantren, apa pun bentuknya, termasuk dalam kasus almarhum AM ini,” imbuhnya. Pihak Ponpes juga siap mengikuti segala bentuk upaya dalam rangka penegakan hukum terkait peristiwa wafatnya almarhum AM.
Pihak ponpes dianggap tak terbuka
Sebelumnya ramai di akun Instagram Hotman Paris, Soimah, ibu dari AM, meminta tolong pengusutan kasus kematian anaknya di Ponpes Gontor. Soimah menganggap Ponpes Gontor tidak terbuka dengan penyebab kematian anaknya.
“Sudah dimakamkan tapi ada kejanggalan pada kematian anak saya,” ucap Soimah seperti yang dikutip dari Kumparan.
Kejanggalan yang dimaksud salah satunya, munculnya darah di kain kafan hingga diganti sebanyak dua kali. Selain itu, kabar duka itu baru ia terima pada pukul 10.00 WIB. Padahal, AM sudah dinyatakan dunia pada pukul 06.45 WIB.
Awalnya ia menerima kabar bahwa anaknya meninggal dunia karena kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Akan tetapi dari santi lain, ia mendapat laporan adanya penganiayaan terhadap anaknya.
Oleh karenanya, ketika jenazah AM tiba di Palembang pada Selasa (23/8/2022), keluarga meminta peti dibuka. Keluarga mendapati kondisi AM bukanlah meninggal karena kelelahan tapi dugaan kekerasan.
Sebelum menemui Hotman Paris, Soimah sempat menulis surat terbuka mengenai kematian anaknya yang tidak wajar. Surat itu ditulis pada 31 Agustus 2022. Ia juga menjelaskan belum melaporkan kasus ini ke kepolisian karena pada saat itu masih menunggu penjelasan dari Ponpes Gontor.
Tidak hanya AM, total terdapat tiga korban penganiayaan. Dua korban lainnya mengalami luka-luka dan sedang mendapatkan perawatan.
Kapolres Ponorogo, AKBP Catur Wahyu Wibowo, menjelaskan pihaknya telah mengantongi identitas pelaku yang diduga juga dari kalangan santri. Hingga kini belum ada penetapan tersangka karena polisi masih terus melakukan pemeriksaan. Motif penganiayaan juga masih didalami.
Adapun pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan setelah Ponpes Gontor melaporkan kasus itu ke Polres Ponorogo. Total ada tujuh saksi diperiksa. Dua saksi santri berinisial RM dan N. Sementara lima saksi lainnya terdiri dari dua dokter dan tiga ustaz.
Reaksi Kemenag
Sementara itu, merespon adanya kasus ini, Kementerian Agama berencana segera menerbitkan regulasi sebagai langkah pencegahan tindak kekerasan di lembaga pendidikan agama.
“Kekerasan dalam bentuk apapun dan dimana pun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya,” ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Waryono mengatakan sejak kasus kematian santri Gontor yang diduga dianiaya mencuat, Kemenag langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur. Pihak Kanwil selanjutnya menerjunkan tim dari Kantor Kemenag Kabupaten Ponorogo untuk menemui para pihak dan mengumpulkan berbagai informasi di lokasi kejadian.
Agar kejadian serupa tak terulang, Kemenag tengah memproses penyusunan regulasi pencegahan tindak kekerasan pada pendidikan agama dan keagamaan. Menurutnya, saat ini regulasi tersebut sudah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
“Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan mudah-mudahan tidak dalam waktu lama dapat segera disahkan,” kata Waryono.
Sumber: Antara, gontor.ac.id, Kumparan
Penulis: Kenia Intan