MOJOK.CO – Hari terakhir Prambanan Jazz Festival (PJF) 2022 sangat ramai. Penonton memadati sudut-sudut tempat duduk yang tersedia. Antusiasme penonton sangat tinggi. Setelah dua tahun, akhirnya bisa kembali merasakan festival musik di ruang terbuka.
Minggu (3/7/2022), di depan panggung, grup band Sore yang datang sedikit terlambat mulai menyanyikan tembang “Rosa” sebagai pembuka. Penonton mulai ikut terbawa suasana, ketika lagu kedua berjudul “R14” bergema. Disusul “No Fruits for Today” yang membuat tepuk tangan meriah terdengar usai lagu rampung dinyanyikan.
Sore Band berhasil membuat senja di Prambanan—waktu yang dianggap sebagai momen terbaik PJF—terasa begitu syahdu. Band yang digawangi Ade Firza dkk membawakan lima lagu terbaiknya.
Saat lagu “Ssstt” dilantunkan, matahari semakin condong ke barat. Semburat senja yang bersinar di antara kokohnya candi nampak jelas di belakang panggung sepanjang 30 meter ini. Momen ini lah yang disebut Andien, saat konferensi pers Kamis (30/6/2022) lalu sebagai golden hour-nya Prambanan Jazz Festival.
“Auranya magis banget,” kata Andien dengan antusias.
Pada PJF kali ini, Andien kebagian tampil di hari pertama saat gelap mulai datang. Namun pelantun lagu Gemintang ini tak pernah lupa momen saat ia bisa menyanyikan lagu ketika senja di PJF 2019 lalu.
Senada dengan Andien, CEO PJF, Anas Asrul Alimi juga berkata bahwa inilah momen paling khas yang sayang dilewatkan jika hadir ke festival musik tahunan di Candi Prambanan ini.
Anas bahkan berujar bahwa untuk menentukan penampilan di sore hari, panitia berdebat cukup lama. Terutama bagian tim kreatif mereka.
Namun ada pengalaman lucu dan perdebatan tentang golden hour ini. Hal itu terjadi kala Anas mendapat banyak sekali pesan di Instagram yang protes karena Tulus, salah satu guest star paling dinanti di PJF 2022, ditempatkan di sore hari.
“Tulus kan memang belum pernah tampil sore selama di PJF. Tahun 2022 ini padahal kan Tulus tampil dua kali. Hari kedua tampil sore dan hari ketiga di malam,” katanya sembari tertawa pada rekan media.
Mojok lantas penasaran dengan momen terbaik versi para penonton yang hadir di hari terakhir PJF 2022 ini. Apakah mereka senang dengan kesyahduan sore hari atau malah lebih suka keseruan yang makin memuncak di malam hari.
Pertama saya menjumpai Michael John (30). Pria asli Papua yang kini tinggal di Kediri ini berada di deretan kursi belakang seat hanoman. Ia dengan yakin bilang bahwa sore merupakan golden hour PJF. John sebelumnya juga hadir di PJF 2019, menurutnya senja dan nuansa Jogja di acara ini selalu ngangenin.
“Apalagi saya ketemu istri saya juga di Prambanan Jazz, tahun 2019. Sore-sore juga,” katanya tersenyum, sembari melirik wanita yang duduk di sampingnya.
Sang wanita, yang merupakan istri Michael tersenyum malu. Michael lalu kembali menyahut, bilang kalau istrinya memang pemalu.
Tak jauh dari tempat Michael berada, saya menjumpai Adimas Fahmi. Pria asal Klaten ini juga punya pendapat serupa. Waktu sore baginya momen terbaik nonton PFJ.
“Kalau malam mah enaknya yang joget-joget. Kalau yang khas di Prambanan Jazz, dengan musik yang jazzy dan pemandangan yang bagus, ya di sore hari,” ucapnya.
Selain kedua pria tadi, saya juga berbincang dengan Tara (20) yang sudah sudah dua edisi mendatangi Prambanan Jazz. Bagi perempuan asal Jogja ini, momen sore juga menjadi yang paling terkenang di festival ini.
“Apa ya, mungkin karena pencahayaan alaminya, alias senja-nya ini yang bikin terasa khas sekali,” katanya.
Ternyata, beberapa penonton yang Mojok jumpai mengakui bahwa golden hour PJF adalah ketika sore menjelang tenggelamnya matahari. Tentu, ini hanya sebagian kecil dari ribuan suara yang ada dan memadati arena.
Hari Minggu ini, PJF 2022 resmi diakhiri. Delapan musisi bergantian menghibur para penonton. Penampilan pertama dibuka oleh Remaja Senyum, dilanjut Rangkai, Sore, Fiersa Besari, Mus Mujiono x Deddy Dukun x Everyday Band, Trio Lestari, Kahitna, dan diakhiri oleh Tulus. Saatnya ucapkan, sampai jumpa di golden hour Prambanan Jazz edisi selanjutnya.
Reporter: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi