MOJOK.CO – Keramaian di Twitter hari ini melibatkan novelis Eka Kurniawan dan akun Twitter yang baca kutipan tanpa lihat konteks.
Sebuah twit repost video di akun mention confess (menfess) sore ini menyebabkan seantero Twitter terperangah dan mulai merenungkan kedaruratan membaca di Indonesia. Twit itu membuat Eka Kurniawan, novelis Indonesia paling dikenal dunia internasional saat ini, orang yang digadang-gadang indonesianis Benedict Anderson sebagai penerusnya Pramoedya Ananta Toer dan Anderson sebut sebagai “Indonesia’s most original living writer of novels and short stories, and its most unexpected meteorite”, kini tengah terancam tak punya teman.
Video yang di-repost itu berisi potongan sangat pendek dari wawancara TV dengan seorang pekerja seks komersial
“Apa sih yang membuat Ayu masih bertahan di profesi Ayu yang sekarang?” tanya pembawa acara.
Narasumber yang dipanggil Ayu ini menjawab, “Sejauh ini sih karena… ini menurut gue ya, ini mengutip dari buku yang gue suka, ada salah satu buku, ‘Semua perempuan itu pelacur. Istri baik-baik pun menjual kemaluannya demi mas kawin ataupun uang belanja dan cinta, jika itu ada. Dan lagi, pelacur itu penjaja seks komersial, sementara istri itu menjajakan kemaluannya secara sukarela. Dan gue nggak suka (bercinta) kalau nggak dibayar.”
Berselang 14 menit dari diunggahnya video itu di Twitter, kemungkinan besar berbekal clue bahwa kutipan tersebut dari buku, akun @rm_bgsr menemukan di Goodreads bahwa asalnya dari novel Eka Kurniawan yang paling terkenal, Cantik Itu Luka. Kontan, kemarahannya atas kutipan itu segera diarahkan kepada Eka. Biar mantep, kami lampirkan twitnya.
Yg nama nya eka kurniawan FIX GOSAH LU TEMENIN sp yg tau doi bacok aj ato geprek otaknya. Bisa2 cok merepresentasikk wanita sbg pelacur dan memakai kata “semua perempuan pelacur”
Dia keturunan lonte ibuknya neneknya mbaknya, adek cwenya, sodara2 cwe nya lonte semua bangsat! pic.twitter.com/8kWzPms0BT— RM. (@rm_bgsr) October 6, 2021
Acara marah-marah ini berlanjut seru sekali, berhasil memancing pembaca dan penggemar Eka Kurniawan keluar semua. Jelas promosi luar biasa sekaligus gratis untuk Gramedia, penerbit edisi bahasa Indonesia Cantik Itu Luka. Sebagian besar twit membela Eka dengan cara… menertawakan kemarahan spontan yang tak mengenal konteks itu. Ya gimana ya, soalnya dalam novel, kutipan itu diucapkan oleh Dewi Ayu (mungkin kesamaan nama ini yang membuat Mbak Ayu relate), pelacur sekaligus perempuan tercantik di Halimunda, latar fiksional novel Cantik Itu Luka.
Kutipan itu dikatakan Dewi Ayu saat menolak lamaran Maman Gendeng, preman Halimunda sekaligus orang ke-32 yang meminang Dewi Ayu. Sejauh ini belum ada kabar apakah para purnamahasiswa yang pernah ngejadiin Cantik Itu Luka objek penelitian skripsi menangis membaca twit tersebut.
Melihat audacity akun @rm_bgsr yang sampai saat ini belum menghapus twitnya, juga riuh rendah para fangirl dan fanboy Mas Eka maupun para pembaca sastra secara umum, Mojok tertarik riding the wave dan nanya langsung ke Eka Kurniawan via email, apa sih responsnya sama twit goblok polos tersebut?
Mojok: Gimana reaksi Mas Eka pas baca cercaan di satu twit itu? Dan apakah ini bukan yang pertama?
Eka Kurniawan: Bukan yang pertama, meskipun yang sebelum-sebelumnya tak terlalu kuambil pusing dan segera kulupakan. Reaksi awalku sebetulnya gemes saja, sih. Gemes karena kemarahan orang seperti itu pada dasarnya “bisa ditebak”. Kita hidup di masyarakat yang tergila-gila dengan kutipan.
Yang terinspirasi sama kutipan (tanpa membaca utuh konteksnya) sebetulnya tak ada bedanya dengan yang marah-marah oleh kutipan (juga tanpa membaca utuh konteks). Bedanya, yang terinspirasi mungkin tak membuatnya jadi heboh, dibanding yang marah-marah (apalagi dengan ancaman, hahaha).
Tapi kalau mau jujur, ini problem yang jauh lebih luas dari sekadar orang senang dan berhenti hanya membaca kutipan. Problem mendasar di kultur pendidikan kita. Ini bukan sekadar persoalan sastra.
Kalau masih ingat, apa sih alasan Mas Eka nulis kutipan itu? Terinspirasi dari novel Perempuan di Titik Nol kah?
Aku tak ingat persis apa alasan menulis dialog itu (itu dialog dari Dewi Ayu). Aku belum membaca Perempuan di Titik Nol waktu itu, tapi bisa jadi terinspirasi dari novel tersebut (juga mungkin novel lain) karena banyak temanku sudah membacanya dan tentu aku mungkin mendengar mereka membicarakannya. Aku hanya berpikir bahwa rentetan dialog itu (yang sebetulnya pernyataan-pernyataan Dewi Ayu lumayan terentang di banyak adegan) merupakan hal paling logis untuk karakter dan situasinya.
Gimana tanggapan Mas Eka soal imbauan “yang namanya Eka Kurniawan fix gosah lu temenin”?
Hahaha. Kita sering melakukan itu waktu masih kecil/remaja. Kalau ada teman yang menyebalkan, di antara kita suka mengatakan hal itu. “Gak usah ditemenin.” Itu lebih baik, lebih rendah hati, daripada ancaman berikutnya. Hahaha.
Begitulah tantangan menjadi penulis di zaman internet ya, Mas. Semoga Mas Eka tabah dan sabar menerima cobaan ini. Hidup memang seperti roda, Mas. Ada hari di mana Mas Eka dikabari Cantik Itu Luka mau diterjemahkan ke bahasa lain, ada hari di mana Mas Eka dikabarin dapat hadiah Prince Claus Award 2018, tapi juga ada hari-hari ketika Mas Eka mau digeprek orang yang baca kutipan sepotong-sepotong.
Buat yang tertarik tahu lebih banyak Mas Eka, nggak ada salahnya nonton wawancara Mojok dengannya di tautan ini. Kalau kamu masuk golongan yang menganggap kutipan Dewi Ayu ekstrem banget, juga perlu deh nonton video wawancara dengan penulis novel berjudul Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! di sini. Ganas nggak tuh.
BACA JUGA esai-esai EKA KURNIAWAN di sini dan keramaian internet terbaru lainnya di KILAS.