Enumeratornya Dikabarkan Mundur Massal karena Honor Dipangkas, Ini Kata BRIN

enumerator brin mojok.co

Ilustrasi uang honor (Mojok.co)

MOJOK.COPeneliti survei atau enumerator Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dikabarkan mengundurkan diri secara massal. Pengunduran diri ini diduga karena adanya pemotongan honor.

Kabar ini pertama kali mencuat setelah akun @sangatedgy, yang mengaku sebagai salah satu enumerator BRIN, menulis utas terkait permasalahan yang dialaminya.

Ia bercerita, bulan September lalu BRIN membuka rekrutmen mitra riset untuk program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2022.

SDKI sendiri merupakan salah satu survei sosial kependudukan yang dilakukan secara berkala, 5 tahun sekali, sejak 1987. Pada SDKI 2022, BRIN berkesempatan menjadi penyelenggara survei tersebut.

“Langsung aja, setelah ada kabar recruitment itu, daftarlah kami para tim dari seluruh penjuru Indonesia. Rencana sebelumnya, akan dilaksanakan training di berbagai daerah dimulai tanggal 29 September 2022,” tulis @sangatedgy dalam utasnya, dikutip Rabu (9/11/2022).

Singkat cerita, beberapa tim akhirnya lolos seleksi dan menjalani Traning Center. Dalam opening ceremony, pihak BRIN pun membeberkan hak dan honor yang nantinya akan diterima para enumerator.

Berdasarkan data yang dilampirkan, adapun hak yang akan mereka dapat antara lain uang harian dan uang transportasi dari/dan menuju lokasi survei (sesuai Standar Biaya Masukan), biaya penginapan Rp150 ribu per hari, serta honor pemutakhiran untuk satu blok sensus sebesar Rp12.500.

Selain itu, mereka juga akan mendapatkan honor sebagai pewawancara sebesar Rp8.000 per responden yang egilible WUS, PK, RP, RUTA. Dengan catatan, wawancara telah dilakukan dengan status “respond” dan “aproved” di dashboard mereka.

“Angka segitu adalah jumlah yg normal mengingat jobdesk kami,” sambungnya, mengomentari nominal honor yang bakal mereka terima.

Namun, seiring berjalannya waktu, honor itu diklaim menyusut. Misalnya saja terkait uang penginapan, yang awalnya Rp150 ribu dipangkas menjadi Rp50 ribu sehari. Alhasil, mereka pun melakukan protes dan akhirnya pihak BRIN mempertemukan mereka secara virtual dengan beberapa stafnya.

“Pihak BRIN mengatakan: ‘kalau dirasa 150rb tidak cukup ya sudah tidak usah diambil’,” tulisnya menirukan kata salah seorang staf BRIN yang memediasi mereka.

“Sekarang gini ya bapak, ibu, uang di awal yang sebanyak itu kok bisa “disunat” jadi segini. Itu dikemanakan? Ke mana larinya uang tersebut?”

Selain perihal pemotongan honor, para enumerator juga mengklaim masih banyak teknis pelaksanaan yang belum jelas. Seperti atribut kerja belum dikirim, kontrak belum jelas, hingga konsep proyek yang akan dikerjakan pun dianggap belum matang.

“Kalau memang kami memutuskan untuk tidak melakukan riset tahun ini, maka masyarakat harus tahu tentang kejadian dan alasannya, karena anggaran yang digunakan menggunakan uang rakyat,” @sangatedgy menegaskan.

BRIN sendiri telah membantah laporan terkait pemotongan honor enumerator SDKI Tahun 2022. Kepada CNN Indonesia, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, mengatakan bahwa sejauh ini belum ada kontrak antara pihaknya dengan para enumerator. Dengan demikian, istilah “pemotongan honor” ia nilai kurang tepat.

“Memang belum berkontrak. Jadi, belum ada nominalnya. Karena itu, saya kurang paham dari mana bisa terpotong 80 persen, nominalnya saja belum ada,” kata Handoko, dikutip Rabu (9/11/2022).

Ia pun juga membantah kabar yang menyebut para enumerator SDKI 2022 mundur massal. Handoko menegaskan, bahwa BRIN baru memiliki “calon-calon enumerator”. Artinya, para peneliti ini belum bisa dikatakan sebagai enumerator karena mereka baru mengikuti perekrutan dan pelatihan.

“Intinya, mereka baru ‘calon’ petugas dan belum ada penugasan. Jadi, mundur dari apa? Penugasan saja belum ada,” tegasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Ini Era Digital, Pengumpulan Data Statistik Door to Door Dinilai Tak Efektif

Exit mobile version