Kredit Macet Pinjol Capai Rp5 Triliun, Omnibuslaw Keuangan Segera Diterbitkan

kredit macet pinjol dan ruu ppks mojok.co

Ilustrasi pinjol (Mojok.co)

MOJOK.CO – Pemerintah bersama DPR RI tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law keuangan. Regulasi ini dibutuhkan sebagai payung hukum salah satunya dalam penanganan kasus-kasus kredit macet pinjaman online (pinjol) yang marak terjadi.

Pada tahun 2022 pinjol yang macet cukup tinggi. Berdasarkan catatan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dari total transaksi atau pencairan pinjaman online sekitar Rp250 Triliun, sekitar Rp5 Triliun diantaranya mengalami kemacetan pembayaran.

Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, Triyono Gani dalam dalam Indonesia Fintech Summit di Yogyakarta, Senin (12/12/2022) mengungkapkan reformasi dalam sektor keuangan dengan adanya Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law keuangan perlu disambut baik. Aturan perundang-undangan tersebut saat ini telah ditandatangani pemerintah bersama Komisi XI DPR pada 8 Desember 2022 lalu.

“Dengan adanya RUU PPSK maka kedudukan hukum [untuk fintech] menjadi lebih jelas,” ungkapnya.

Apabila RUU PPSK nantinya diketok jadi UU maka keberlangsungan fintech pun akan semakin diakui. Hal ini penting karena sebagian pihak mempertanyakan keberlangsungannya.

UU tersebut nantinya juga bisa menjadi payung hukum dalam memberantas aktivitas ilegal di sektor keuangan. Ada sanksi yang cukup berat dalam UU tersebut.

“Dengan adanya undang-undang maka fintech bisa dibuktikan kalau itu adalah suatu jenis yang bisa dilakukan di OJK. Detail undang-undangnya kita tunggu keluar secara resmi,” tandasnya.

Sementara Sekretaris Jenderal (sekjen) AFPI, Sunu Widyatmoko mengungkapkan memang ada sekitar Rp5 triliun kredit macet pinjol pada 2022 ini. Angka ini sekitar 3 persen dari pencairan pinjaman online sekitar Rp250 Triliun,

“Ya sekitar 3 persen dari sisi angka [kredit macet] tahun 2022 ini,” jelasnya,

Kredit macet ini, menurut Sunu salah satunya diakibatkan pandemi COVID 19. Non-Perfoming Loan (NPL) atau pinjaman perbankan dengan kondisi debitur gagal melakukan pembayaran selama 90 hari tidak bisa diterapkan sesuai aturan.

Relaksasi yang diberikan perbankan kepada debitur untuk memperpanjang pembayaran menjadi salah satu penyebab terjadinya kredit macet.

“Ada pinjaman ke warung, warung macet akibat pandemi 90 hari belum buka, maka ada relaksasi nih. Untuk relaksasi kan butuh persetujuan lender (pemberi pinjaman), kalau lender tidak mau memberikan relaksasi kan otomatis dianggap kredit macet. Jadi bukan hanya dilihat dari sisi borrower (peminjam-red) tapi juga lender. Apalagi kalau lendernya lebih dari satu pihak,” ungkapnya.

Karenanya integrasi di dunia perbankan antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pelaku usaha di bidang teknologi keuangan atau fintech sangat dibutuhkan. Maka para peminjam yang mangkir memenuhi kewajiban pembayarannya bisa diawasi. Sebab mereka tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

“Mereka yang [yang mengakibatkan kredit macet pinjaman] tidak akan ada akses lagi [untuk dapat pinjaman lagi],” paparnya.

Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia, Dudi Dermawan mengungkapkan sinergitas dan kolaborasi OJK dan Bank Indonesia (BI) diyakini membuat 2023 mendatang terjadi pertumbuhan ekonomi domestik meski pertumbuhan ekonomi global pesimis.

Ditambahkan Sekjen Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Budi Ganda Soebrata menambahkan, partisipasi pengguna fintech saat ini sebenarnya semaki meningkat. Dalam  Indonesia Fintech Summit keempat tahun ini misalnya sudah diikuti lebih dari 1,5 juta partisipan.

“Ini artinya meningkat 36 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Peningkatan minat masyarakat didorong oleh meningkatnya jumlag fintech yang dipromosikan. Tahun ini lebih dari 70 fintech yang menawarkan 90 lebih insentif konsumen, termasuk dalam bentuk cashback,” paparnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Mengenal ARB yang Menimpa Saham GoTo

Exit mobile version