Harga Telur Sempat Tinggi, Peternak Sebutkan Penyebabnya

harga telur mojok.co

Ketua Presidium PPN, Yudi Yosgiarso dan peternak menyampaikan kenaikan harga telur Fakultas Peternakan di UGM, Senin (05/09/2022). (yvesta ayu/mojok.co)

MOJOK.CO – Harga telur di berbagai daerah, termasuk di Yogyakarta sempat melonjak tinggi. Bahkan pekan lalu sempat menyentuh angka Rp33.000 per kg. Kenaikan ini disebut paling tinggi dalam sejarah.

Meski pada pekan ini sudah mulai mengalami penurunan, harga telur masih cukup tinggi. Rata-rata harga komoditi ini di beberapa daerah masih di atas Rp28.000 per kg.

Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional (PPN), Yudi Yosgiarso di UGM, Senin (05/09/2022) mengungkapkan kenaikan harga telur tersebut bukan tanpa sebab. Berbagai persoalan yang terjadi di tingkat peternak jadi pemicunya. Salah satunya pengaruh biaya produksi yang naik, terutama dari sisi pakan dan bibit ayam atau day old chick (DOC).

“Kami minta pemerintah untuk segera menetapkan HAP (harga acuan pembelian/penjualan-) untuk jagung, telur, dan DOC, serta pakan. Bukan sekadar acuan, tetapi menjadi sebuah ketetetapan yang mempunyai sanksi dan ketetapan hukum yang pasti,” paparnya.

Menurut Yudi, kondisi perteluran di Indonesia semakin parah karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik. Akibatnya relevansi HAP pun menjadi pertanyaan peternak akan keseriusan pemerintah dalam membantu mereka.

Sebab kenaikan BBM akan diikuti peningkatan harga angkutan moda transportasi. Tidak hanya transportasi untuk telur namun juga bahan baku ternak ayam petelur.

“Padahal BBM naik pasti angkutan pun naik, angkutan bukan angkutan di pihak kami, pihak kami pun juga naik, tetapi bahan baku pun juga naik, semuanya juga naik,” tandasnya.

Di tingkat eksternal, lanjut Yudi, peternak telur juga dihadapkan pada kemungkinan penurunan daya beli masyarakat pasca kenaikan BBM. Padahal industri peternakan merupakan penopang ketahanan pangan masyarakat.

Apalagi selama beberapa tahun terakhir, peternak mengalami banyak kerugian. Populasi peternak turun hampir 20-30 persen, termasuk kandang-kandang juga kosong.

“Kami sungguh sangat prihatin dengan kondisi industri peternakan, yang notabene industri penopang ketahanan pangan masyarakat, seharusnya dapat melaksanakan usahanya dengan tenang,” ungkapnya.

Secara terpisah, Sekda DIY Baskara Aji mengungkapkan kenaikan BBM memang tidak bisa dihindarkan. Karenanya Aji meminta masyarakat tidak melakukan penimbunan BBM yang bisa berdampak pada menurunnya pasokan BBM bagi masyarakat.

“Inflansi kita pun jadi semakin tinggi, saya mohon jangan ada yang memanfaatkan situasi [kenaikan BBM],” ujarnya.

Pemda DIY, lanjut Aji akan berkoordinasi dengan pemkab/pemkot untuk memastikan produksi di masing-masing kabupaten/kota yang berlebihan bisa dipasarkan ke kabupaten lain. Dengan cara seperti itu maka tidak akan terjadi inflansi yang terlalu tinggi di DIY.

“Harga bahan pokok pun tidak naik tinggi akibat kenaikan BBM,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Kenaikan Harga Telur Memang Harus Kita Ributkan, kalau Perlu Baku Hantam

Exit mobile version