Derita Pedagang Pasar Beringharjo, Omzet Anjlok Gara-gara TikTok Shop

Derita Pedagang Pasar Beringharjo, Omzet Anjlok Gara-gara Tiktok Shop MOJOK.CO

Suasana Pasar Beringharjo, Senin (25/09/2023). (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.COPedagang di Pasar Beringharjo mengeluhkan omzetnya yang turun drastis. Salah satu penyebabnya, mereka kalah saing dengan produk-produk yang ada di TikTok Shop.

Pemerintah akhirnya melarang keberadaan social e-commerce TikTok Shop untuk bertransaksi.  TikTok nantinya hanya boleh sebatas promosi barang dan jasa seperti layaknya iklan di televisi. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan akan menandatangani revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang mengatur TikTok Shop. Kedepan sosial media lain yang melakukan transaksi jual beli juga akan diberlakukan kebijakan serupa karena berdampak pada UMKM.

Kebijakan tersebut menjadi sebagai angin segar bagi para pedagang kecil dan UMKM. Beberapa waktu terakhir mereka mengalami penurunan omzet yang cukup signifikan karena kalah bersaing dengan Tiktok Shop dan lainnya. 

Tak hanya pedagang di Tanah Abang yang sepi pembeli, sejumlah pedagang di Pasar Beringharjo pun mengeluhkan hal yang sama.

“Pasar jadi agak sepi karena online shop. Biasanya ramai pengunjung, sekarang lengang pasarnya. [Bulan] Juli [2023] ke sini sudah mulai sepi, ya kayak gini keadaannya,” papar salah seorang pedagang, Nur Khusnul Khotimah saat Mojok temui di lapaknya, Senin (25/09/2023).

Nur mengaku, penurunan omzet yang ia alami lebih dari 50 persen selama beberapa waktu terakhir. Meski ia juga mencoba berjualan online di salah satu marketplace, hal itu tidak banyak menolong karena kalah dari Tiktok Shop. Apalagi dia harus menjaga lapak sepanjang hari.

“Nggak ada waktunya karena kadang kalau sini ramai waktunya nggak ada. Tapi [jualan online] di shopee ada,” ujarnya.

Berharap pembatasan TikTok Shop

Karenanya Nur berharap pemerintah benar-benar memihak UMKM yang terdampak penjualan online seperti TikTok Shop. Pembatasan penjualan di TikTok Shop dan marketplace lainnya bisa dilakukan sesegera mungkin agar  pedagang tidak semakin merugi.

“Sebenarnya harus ada pembatasan, perdagangan online harusnya dibatasi kan kasihan pedagang offline kayak gini ngerasain. Apalagi yang nggak bisa main [berjualan online] kayak gitu,” ungkapnya.

Salah seorang pegawai toko tas di Pasar Beringharjo, Yuliani merasakan dampak serupa. Meski tidak tahu pasti penyebab penurunan jumlah pembeli di lapaknya, ia mengaku sepi pembeli pasca-pandemi Covid-19.

“Penurunan omzetnya kalau ini keadaan atau apa kurang tahu. Maksudnya ya berkurang aja sejak pandemi. Berkurang dalam arti pembelinya nggak seramai awal-awal,” jelasnya.

Pembeli pergi karena lebih mahal dari online

Yuliani mengaku, sepinya pembeli masih terus terjadi. Mereka lebih memilih membeli secara online alih-alih datang ke lapaknya dengan alasan lebih murah berbelanja secara online.

“Mungkin malas juga kan tawar menawar di pasar, kalau di online sudah ada harganya tinggal beli,” tandasnya.

Secara terpisah Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) DIY, Syam Arjayanti, mengungkapkan adanya social commerce seperti TikTok Shop memang berdampak pada pelaku UMKM di DIY. Terlebih sebagian besar produk yang platform itu tawarkan merupakan barang impor.

“Tantangannya karena barang-barang dari luar negeri itu murah sekali karena dari beberapa negara fasilitasnya memang lumayan besar misalnya untuk pemerintah hadir untuk pengiriman. Nah ini yang menjadikan produk-produk kita kalah bersaing dengan produk dari luar negeri,” tandasnya.

UMKM harus tingkatkan kualitas produk

Selain larangan penjualan secara online yang pemerintah lakukan di TikTok Shop, Syam berharap UMKM di DIY bisa meningkatkan kualitas produknya. Sebab UMKM lokal sulit mematok harga yang lebih murah dari produk yang e-commerce jual.

“Karena kalau kita lihat ya, itu di penjualan-penjualan online memang yang murah banyak terjual juga. Tetapi yang harganya mahal pun banyak yang terjual kalau kualitasnya bagus. Kan mesti juga orang akan nyari ya,” ungkapnya.

Kembangkan e-katalog

Syam menyebutkan, seiring kebijakan pemerintah menggencarkan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Pemda DIY pun mewajibkan penggunaan anggaran untuk membeli produk dalam negeri. Khususnya bagi UMKM yang telah terdaftar di e-katalog. 

Targetnya transaksi melalui e-katalog bisa mencapai Rp 1,5 triliun pada 2023 ini. Hal itu memungkinkan mengingat saat ini tercatat lebih dari 1.000 UMKM lokal yang sudah masuk dalam e-catalog.

“Tapi ini memang banyak kendala juga. Misalnya NPWP belum ada, email lupa, password lupa, jadi macam-macam kendala. Ini tantangan kita untuk mendorong agar UMKM bisa bersaing di kancah nasional maupun global,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Live Streaming TikTok Menggiurkan, tapi Menyimpan Kepahitan dan Sisi Gelap

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Exit mobile version