Duka atas Berpulangnya Nirwan Ahmad Arsuka, Tokoh Literasi Penggagas Pustaka Bergerak

nirwan ahmad arsuka mojok.co

Nirwan Ahmad Arsuka (IG @arsuka1)

MOJOK.COKabar duka datang dari penulis Nirwan Ahmad Arsuka. Sejumlah tokoh memberikan testimoni tentang kepergiannya. 

Kepergian penulis Nirwan Ahmad Arsuka menyisakan duka yang mendalam. Ia meninggal dunia Minggu (6/8/2023) di Jakarta.

Nirwan yang berpulang pada usia 55 tahun dikenal sebagai tokoh literasi. Bersama Pustaka Bergerak, ia menjangkau pelosok negeri untuk menyebarkan buku dan pengetahuan.

Aktvitasnya bersama Pustaka Bergerak dimulai sejak tahun 2014. Hal ini berangkat dari kegelisahannya karena banyak anak-anak tak mendapat akses pengetahuan dan buku.

Sejumlah kerabat memberikan ucapan duka atas meninggalnya Nirwan. Penulis dan Budayawan Hairus Salim memberikan kesannya tentang Nirwan:

Selamat Jalan Nirwan!

Waktu terakhir ketemu di TIM ketika membahas riset saya tentang cerpen-cerpen Danarto, kami membicarakan teman waktu dulu sering diskusi di Yogya, Hikmat Budiman, yang telah mendahului karena Covid. Ya kami ngobrol soal kematian. Tidak pernah saya duga bahwa sekian bulan kemudian dia menyusul pergi.

Hal kedua, dia mengajak ngobrol soal @pustakabergerak.id dan harapan agar banyak orang yang peduli dan anak muda untuk terlibat. “Ayolah, ikut bantu biar gerakan ini bisa lebih luas lagi… ” Saya manggut-manggut saja, karena menurutku dia sudah melakukan banyak hal hebat, dan saya gak banyak mengerti…

Selamat jalan kawan! Jejakmu akan tetap abadi.

Selain Hairus Salim, testimoni untuk mendiang Nirwan datang dari penulis Abdul Saleh:

Ewa.

“Fedora hat-mu bagus!”

“Terima kasih. Oleh-oleh dari seorang sahabat yang hanya menduga-duga aku akan menyukainya.”

Obrolan dengan Nirwan itu terjadi di Makassar, jelang peluncuran buku Nikotine War-nya Wanda Hamilton. Buku yang mengupas perangnya para pedagang obat di balik isu rokok.

Lalu kami bertemu lagi di Aceh, atas undangan Komunitas Tikar Pandan Aceh. Kami tinggal satu kamar di sebuah hotel sederhana di Banda Aceh.

“Panggil aku Ewa. Itu nama panggilanku sejak kecil,” katanya. Kami lalu ngobrol banyak hal. Di antaranya ide “gilanya” untuk keliling Sulawesi dengan Kuda, binatang kesukaannya, sambil membagikan buku di kampung-kampung.

Ewa lalu sangat aktif di kegiatan Pustaka Bergerak. Di sebagian wilayah Sulawesi, kegiatan ini digerakkan oleh @ridwanmandar.

Pertemuan terakhir kami terjadi di Cikini, Jakarta, dalam sebuah diskusi kecil di kantor Indonesia Untuk Kemanusiaan.

“Gimana ya caranya agar gerakan Pustaka Bergerak ini jadi gerakan sosial?” Ewa mengungkap kegelisahannya.

Pagi ini saya dapat informasi Ewa telah wafat. Saya kontak Iwan Mandar untuk konfirmasi, karena saya susah percaya. Iwan mengkonfirmasi.

Ya Allah, Ewa…

 

Lalu, penggiat dunia perbukuan di Yogyakarta Dodo Hartoko ikut membagikan kenangannnya:

Selamat jalan Mas.

“Ikut aku dulu ya!”

Tiba -tiba saya sudah di tengah kerumunan aktivis HMI yang sedang berkumpul, tampak dari jauh Egi S. Orang orang menyalami Mas Arsuka, tampaknya sangat dihormati disana di kelompok itu.

” Do, bantu aku , aku makan gaji buta ini, tanyakan kejelasan posisiku ya”

Hihihi… pernah mengelola lembar budaya di harian besar, tiba tiba lembar yang dikelola di tutup tapi gaji sebagai mantan pengelola lembar budaya bertahun tahun tetap dibayarkan, Mas Arsuka ngak enak aja,hahahaha. Coba menemui Mas Larto, ” Mas, kae Mas Arsuka pie? Ra kepenak, seh tompo gaji je!” Mas Larto senyum, ya yaa begitu katanya.

Mas, sudah tak sampaikan sama Mas Larto, hihihihi.

Sebelum sakit Nursam adalah orang yang terdepan menemani Mas Arsuka di Jogja, nyaris segala hal hal keperluan di Jogja, Nursam ada. Saya beruntung beberapa kali bertemu bertiga. Saya nyakin Nursam bahagia bertemu Mas Arsuka lagi…

Pada mereka berdua sejatinya saya iri, malu, bagaimana selama hidup begitu berguna, segala aktivitasnya untuk kehidupan yang lebih baik..

Selamat jalan Mas Arsuka, salam buat Nursam..

Sementara itu, Ganjar Pranowo yang juga teman kuliah Nirwan ikut memberikan kesaksiannya:

Sekitar awal tahun 1990 an seorang mahasiswa asal Makassar mengajakku nonton di Bioskop Mataram Jogja. Masalahnya kita sama sama kere alias nggak punya uang. Di tengah kebuntuan. Pemuda ini punya ide “brilian”.

“Udahlah Njar, pakai duit SPP mu dulu. Eman-eman kalau nggak nonton. Kalau tulisanku dimuat, nanti aku ganti”

Meski awalnya menggerutu, akhirnya saya mau. Jadilah kami nonton Dead Poets Society. Yang dari quotenya “carpe diem” itu kita belajar untuk selalu menikmati hari. Kita diajak berani bersikap dan berbuat sesuatu.

Nirwan Ahmad Arsuka. Dialah pemuda itu. Mahasiswa Teknik Nuklir UGM 86 tapi lebih banyak baca buku filsafat dan sastra. Sungguh tak mengira hari ini saya dapat kabar Gusti Allah memanggilmu. Innalillahi wa innailaihi raji’un.

Tahun lalu kami masih bertemu. Sebagai Ketua Umum Kagama, saya menyerahkan penghargaan Alumni Mengabdi UGM. Atas pengabdian dan kerja keras Nirwan memberi akses literasi pada anak-anak kurang mampu di desa-desa terpencil

Selamat jalan, Nirwan. Saya bersaksi kamu orang baik. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosamu, memberi lapang dan terang jalanmu, husnul khatimah. Amin

Selamat Jalan Mas Nirwan! #DukaDuniaLiterasi.

Penulis: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Api Bisa Menghanguskan Mall Banjarsari Pekalongan, tapi Tidak dengan Memori Indah yang Tertambat di Sana

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Exit mobile version