Deputi Baznas Sebut Global Zakat Milik ACT Tak Punya Izin

Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat. (Dok. Baznas.go.id)

MOJOK.CODeputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Imdadun Rahmat menyebut bahwa Global Zakat yang berada di bawah naungan Aksi Cepat Tanggap (ACT) hingga kini belum mendapatkan izin perpanjangan legalitas dari Kementerian Agama. Global Zakat merupakan lembaga amil zakat (LAZ) yang dikelola oleh ACT.

Seperti diketahui, Baznas merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan rekomendasi pada Kementerian Agama terkait lembaga yang ingin menjadi amil zakat resmi. Imdadun menjelaskan bahwa hingga kini permohonan yang diajukan Global Zakat masih belum disetujui.

“Global Zakat ini belum bisa menunjukkan hubungan yang clear dengan ACT. Karena LAZ itu harus independen, menjalankan pengumpulan dan juga pendistribusian secara transparan dan independen,” tegasnya saat dihubungi Mojok, Senin (4/7).

Global Zakat, lanjut Imdadun, dianggap belum bisa melaporkan dana pengumpulan dan pendistribusian zakat secara penuh. Hal ini dikarenakan sejumlah dana Global Zakat disalurkan melalui ACT.

“Kita meminta agar keuangan Global Zakat itu yang digunakan ACT dilaporkan dan ditanggungjawabkan, tapi belum dipenuhi. Jadi hingga hari ini global zakat itu ilegal karena izinnya sudah habis sementara belum bisa diperpanjang,” lanjutnya.

Dalam laman resmi Globalzakat.id, disebutkan bahwa lembaga ini telah membantu 6.680.866 mustahiq atau orang yang berhak mendapatkan zakat di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, Global Zakat juga mengklaim telah menjaring 259.168 muzakki yang telah membantu menunaikan zakat melalui platformnya.

Sebelumya, ACT mendapat perhatian publik setelah Majalah Tempo menurunkan laporan yang menjelaskan tentang sejumlah penyelewengan yang dilakukan lembaga penyalur dana kemanusiaan ini. ACT dianggap melakukan pemotongan donasi secara berlebih dan sejumlah pembina Yayasan mendapat gaji dan fasilitas lain dari unit bisnis dengan total mencapai ratusan juta rupiah.

Menurut laporan Majalah Tempo, salah satu pemotongan donasi terjadi pada kampanye donasi pembangunan surau di Sydney. Uang yang terkumpul ditaksir senilai Rp3 miliar namun yang disalurkan ACT hanya Rp 2,3 miliar.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menyatakan pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi.  Namun, Imdadun menjelaskan bahwa ACT sulit untuk dikenakan UU tersebut karena tidak terdaftar secara resmi sebagai LAZ.

“Memang secara hukum, dia tidak bisa dikenai UU tentang Pengelolaan Zakat. Secara fikih dia tidak bisa otomatis memakai parameter fikih atau parameter syariah sebagai amil zakat,” katanya.

Selain itu, ACT juga disinyalir memberikan gaji dan fasilitas bagi pembina yayasan dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah. Gaji dan sejumlah fasilitas tersebut disokong dari unit bisnis lain yang dimiliki ACT.

Imdadun menambahkan bahwa jika apa yang dilaporkan Majalah Tempo benar, maka ACT telah melanggar banyak kode etik filantropi Indonesia. Namun sayang, hingga kini menurutnya belum ada Dewan Kehormatan yang bisa menegakkan kode etik filantropi tersebut.

“Keberadaan semacam Dewan Kehormatan ini sebenarnya bisa memberikan punishment ke badan filantropi yang melanggar kode etik tadi,” ujarnya.

 

Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Zakat Lewat Dompet Duafa Bagus, Lewat MUI juga Bagus, Yang Nggak Bagus yang Nggak Zakat

Exit mobile version