Camkan Ini, Polisi Nggak Boleh Periksa Hape Warga Sipil tanpa Surat Perintah

Polisi yang viral geledah paksa hape warga yang ditilang kini sudah dimutasi. Tindakannya melanggar hukum.

Camkan Ini, Polisi Nggak Boleh Periksa Hape Warga Sipil tanpa Surat Perintah mojok.co

MOJOK.CO Belakangan ini, tiap hari ada aja berita soal polisi yang bekerja nggak sesuai prosedur. Hadeeeh.

Akun Twitter @fchkautsar nggak nyangka bakal menerima teror setelah kritik jenakanya soal kinerja polisi viral pekan lalu. Padahal ia cuma menulis, “Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gaksih.” FYI, satpam BCA jadi kandidat lucu-lucuan buat menggantikan polisi karena dikenal ramah dan bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Fachrial, nama pemilik akun tersebut, mengatakan bahwa twitnya murni berisi unek-unek setelah beberapa pekan ini menyaksikan media sosial ramai oleh kritik atas kinerja kepolisian. Kayak buruknya penanganan kasus pemerkosaan di Luwu dan aksi polisi nge-smack down mahasiswa yang lagi demo di Tangerang.

Bukannya diangkat jadi Duta Kepolisian, twitnya yang viral justru bikin Fachrial dapat beragam ancaman kekerasan dan peretasan di Instagram. Datangnya dari akun anonim hingga akun yang profilnya mengindikasikan polisi. Ada juga spam caller yang masuk ke hapenya dengan kode negara +1. Kejadian ini bikin media sosial makin riuh, menganggap polisi malah membuktikan diri anti-kritik.

Belum reda kasus ini, masalah lain sudah muncul. Viral video seorang polisi yang maksa untuk memeriksa hape seorang remaja pelanggar rambu lalu lintas. Cuplikan video itu diambil dari tayangan TV, videonya bisa kamu lihat di sini. Belakangan diketahui, polisi tersebut bernama Aipda Monang Parlindungan Ambarita dari Polres Metro Jakarta Timur.

Dalam video tersebut, si remaja terlihat tak terima dengan tindakan Aipda Ambarita. Ia mendebat bahwa yang mau dilakukan si aipda adalah pelanggaran privasi, soalnya korban nggak merasa habis melakukan kejahatan, dan si polisi juga nggak bawa surat perintah penggeledahan. Eh, sama Aipda Ambarita dijawab bahwa udah tugas dan wewenang kepolisian buat memeriksa identitas warga sipil.

Nggak cuma itu, si polisi juga ngegas, mencari-cari kesalahan. “Kalau ada perencanaan pembunuhan di situ? Memang saya kenal sama kau?” kata polisi itu, emosional.

Hah? Seriusan? Emang memeriksa identitas, termasuk memeriksa hape warga sipil, tanpa ada indikasi pemilik hape habis melakukan kejahatan, bukan pelanggaran privasi warga negara?

Ya melanggar lah. Gini dasar hukumnya.

Dasar hukum perlindungan data pribadi

UUD 1945 Pasal 28G ayat 1 jelas menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Pasal tersebut adalah landasan buat perlindungan diri pribadi warga negara. Kalau dispesifikkan ke perangkat digital, ada UU 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Pasal 26 ayat 1 yang nyebut, “Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi sesorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.”

Dalam penjelasan pasal tersebut di UU 19/2016, ada pemaparan lebih lengkap. Disebut bahwa perlindungan data pribadi adalah bagian dari hak pribadi alias privacy rights. Nah, hak pribadi ini definisinya ada tiga, yakni:

  1. Hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
  2. Hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai.
  3. Hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Jadi, clear ya, apa yang dilakukan Aipda Ambarita nggak bener. Begitu video itu viral, Kapolri memutasi Aipda Ambarita ke posisi bintara bidang humas di Polda Metro Jaya. Untuk tahu persisnya di mana kesalahan Aipda Ambarita, simak pernyataan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poenky Indarti ini.

“Terkait tindakan anggota kepolisian yang langsung ambil hape milik orang lain tanpa ada dasar hukum dan surat perintah, itu keliru. Bahkan di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), untuk penyitaan barang yang diduga berkaitan dengan kejahatan saja harus dengan izin pengadilan. Pemeriksaan juga harus ada surat perintah. Tidak boleh main ambil begitu saja,” katanya kepada Detik.com.

Kini, pemuda yang jadi korban penggeledahan ilegal itu berhak memperkarakan kejadian yang ia alami. Hak ini dijamin UU 19/2016 Pasal 26 ayat 2. Ya, itu kalau senggang aja sih. Kecuali sebelumnya mau konsultasi sama Ravio Patra yang tahun lalu jadi korban penangkapan paksa. Kalau Ravio nyaranin jangan lapor, jawaban kayak gitu udah bisa ditebak kok.

BACA JUGA Skandal Bendera Merah Putih di Piala Thomas Bikin Legenda Bulu Tangkis Turun Gunung dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Exit mobile version