Bioskop Permata, Andalan Muda-mudi Jogja pada Zamannya yang akan Menjadi Pusat Perfilman

Bioskop Permata

Bioskop Permata saat Festival Film Dokumenter 2022 (Dok:ffd.or.id)

MOJOK.COBioskop Permata menyimpan nostalgia bagi mereka yang sudah lama tinggal di Yogyakarta. Bioskop yang terletak di Jalan Sultan Agung itu pernah menjadi bioskop termegah dan menjadi rujukan hiburan muda-mudi pada masanya.

Bagi mereka yang tinggal di Yogyakarta sebelum era 2000-an, Bioskop Permata mungkin sudah tidak asing lagi. Di masa kejayaannya, tempat ini pernah menyandang sebagai bioskop termegah dan terpopuler, mengalahkan bioskop-bioskop ternama lain seperti Indra, Mataram, Ratih, dan Widya di Yogyakarta.

Kehadiran Bioskop Permata dan bioskop-bioskop lawas lain di Jogja tidak lepas dari peran seorang Belanda, End Muller yang membawa film ke Yogyakarta pada 1900-an. Ia mendirikan bioskop bernama Al-Hambra (kelak bernama Bioskop Indra) di Jalan Malioboro. Bagian depan gedung Al-Hambra dikhususkan untuk kelas atas seperti Belanda, Cina, dan Bangsawan. Sementara bagian belakang yang disebut “Mascot” dikhususkan untuk pribumi.

Bisnis bioskop dianggap menguntungkan. Para pemilik modal pun mulai mendirikan bioskop di banyak tempat di Yogyakarta. Salah satunya Bioskop Permata yang sebelumnya bernama Bioskop Luxor.

Perubahan nama itu terjadi pada 1958 ketika pengelola Luxor tidak dapat melanjutkan usahanya sehingga diambil alih oleh N.V Perfebi atau Peredaran Film dan Eksploitasi Bioskop. Namun, untuk kepemilikan gedungnya, bioskop dengan corak Belanda itu masih dimiliki oleh Puro Pakualaman.

Halaman Selanjutnya…

Kejayaan yang tak bertahan selamanya

Kejayaan yang tak bertahan selamanya

Bioskop lawas ini mengalami masa jaya di sekitar 1970-an hingga 1990-an. Di era kejayaan itu, Bioskop Permata mampu mempekerjakan hingga 22 orang. Selain itu ada lima jam pemutaran film yakni 10.00 WIB, 11.00 WIB, 15.00 WIB, 17.00 WIB, 19.00 WIB, dan 21.00 WIB. Bahkan, sempat ada pemutaran pukul 09.00 WIB ketika ada kebijakan kewajiban anak sekolah menonton film saat Orba.

Tahun keemasan ini tidak lepas dari upaya Orde Baru yang ingin menghapus jejak Orde Lama melalui media film. Oleh karena itu, di masa ini bioskop mendapat ratusan pasokan film. Akses ke film-film barat pun jauh lebih mudah.

Sayang, masa kejayaan itu tidak bertahan selamanya. Mulai 1990-an Bioskop Permata perlahan mengalami penurunan popularitas seiring munculnya kehadiran jaringan bioskop modern Studio 21 dan maraknya pembajakan film. Bioskop Permata pun kian sepi. Benar-benar hanya segelintir orang saja yang mengunjungi bioskop tersebut hingga mereka tidak mampu membayar sewa gedung. Bioskop berusia puluhan itu akhirnya harus gulung tikar di 2012.

Menanti wajah baru Bioskop Permata

Belasan tahun mati, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Kebudayaan sempat melakukan rehabilitasi bangunan baik dari sisi eksterior maupun interior pada 2018. Pada waktu itu, gedung eks Bioskop Permata yang bersejarah rencananya akan dijadikan pusat perkembangan film di Yogyakarta.

Di 2019, pemerintah bahkan sudah melakukan pengerjaan bagian interior agar gedung itu bisa dimanfaatkan kembali sesuai kebutuhan masa kini. Beberapa rehabilitasi yang dikerjakan antara lain pekerjaan pondasi, pekerjaan konstruksi baja, pekerjaan dinding partisi dan plafon, pekerjaan lantai kayu dan pekerjaan elektrikal. Seluruh pembiayaannya menggunakan dana keistimewaan DIY.

Secara fisik gedung dengan corak belanda yang khas itu memang tampak baik-baik saja. Namun secara fungsinya, hingga saat ini belum ada kejelasan. Memang, Puro Pakualaman sebagai pemilik asetlah yang berhak menentukan bangunan itu. Beberapa tahun lalu Puro Pakualaman pun sempat memberi arahan untuk menjadikan gedung lawas itu sebagian perkembangan film di Indonesia. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda realisasi atas arahan tersebut.

Eks bioskop yang terletak tepat di pertigaan itu sempat hidup kembali pada 2022 ketika menjadi salah satu lokasi pemutaran film-film Festival Film Dokumenter (FFD) 2022. Setelahnya, gedung eks Bioskop Permata itu kembali menjadi bangunan mangkrak. Gagah, tapi tidak memiliki fungsi.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Riwayat 5 Bioskop Mati di Jogja, Ada yang Berubah Jadi Teras Malioboro

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version