MOJOK.CO – Puluhan rumah warga dibongkar karena proyek revitalisasi benteng Keraton Yogyakarta. Sebagian besar rumah tersebut merupakan tempat tinggal abdi dalem. Sebagai gantinya Dinas Kebudayaan DIY memberikan uang bebungah untuk bisa membeli hunian baru.
“Ada puluhan, seperti lebih dari 50 rumah di bagian dalam keraton yang selama ini ngindung di bagian dalam benteng utara wetan,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lhaksmi Pratiwi di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu (13/09/2023).
Proyek revitalisasi ini merupakan salah satu bentuk penataan kawasan Sumbu Filosofi dalam rangka pengajuan predikat Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO. Revitalisasi pertama di benteng kawasan Wijilan atau Jalan Ibu Ruswo sepanjang kurang lebih 200 meter.Â
Di kawasan tersebut, sekitar 20 rumah yang mengindung atau menempel di sisi dalam benteng Pemda DIY telah membongkar untuk mengembalikan fungsi dan asal usul benteng.
Kali ini, Keraton Yogyakarta kembali melakukan revitalisasi benteng khususnya di Pojok benteng Wetan di Jalan Mangunegaran Wetan. Puluhan rumah warga yang selama ini mengindung atau menempel di sisi dalam benteng pun juga kembali dibongkar.
Revitalisasi benteng keraton tidak sekadar kejar predikat UNESCO
Menurut Dian, revitalisasi benteng keraton tidak serta merta mengejar predikat Sumbu Filosofi sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO. Namun, lebih dari itu Dinas Kebudayaan DIY ingin menjamin kepastian nilai-nilai sejarah dari benteng bisa tetap terjaga.
Terlebih saat ini benteng keraton terancam rusak akibat intervensi bangunan-bangunan yang menempel. Bahkan ada sisi benteng yang seharusnya tertutup sesuai sejarah pun akhirnya terbuka untuk memudahkan keluar masuk orang.
“Warisan budaya tak benda ke UNESCO itu hanya bonus, tapi nilai-nilai dan pengetahuan dari keistimewaan Jogja, termasuk bangunan dan nilai benteng itu yang harus lestari dan jadi edukasi long life,” tandasnya.
Rumah warga yang mengindung tak punya sertifikat
Dian menyebutkan, rumah-rumah warga yang mengindung di sekitar 500 meter benteng tersebut selama ini tidak memiliki legalitas apapun. Mereka juga tidak memiliki kekancingan atau surat izin dari keraton untuk menempati kawasan bagian dalam keraton.Â
Rumah-rumah yang menempel ke benteng pun tidak ada yang besar. Rata-rata rumah kebanyakan penghuninya adalah abdi dalem hanya memiliki luas sekitar 2×3 meter atau 4×6 meter.
“Selama ini mereka belum legal, kekancingan mawon nggeh mboten kok (surat ijin saya tidak ada kok-red),” tandasnya.
Bebungah untuk pindah bisa untuk beli rumah
Karenanya dengan adanya program revitalisasi benteng Keraton Yogyakarta, Pemda DIY pun membebaskan lahan di kawasan benteng di Jalan Mangunegaran. Tak hanya membongkar rumah, warga yang menempati rumah-rumah di sisi dalam benteng juga mendapatkan uang bebungah atau hadiah uang dari Dinas Kebudayaan DIY agar bisa pindah dari kawasan tersebut.
Anggaran bebungah berasal dari Dana Keistimewaan (Danais). Besaran bebungah di masing-masing Kepala Keluarga (KK) berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan perhitungan dari Dinas Kebudayaan DIY.
“Sistemnya kita pemetaan dulu, ngobrol dulu dengan masyarakatnya itu. Karena kita sudah punya best practice (pengalaman-red) saat revitalisasi [Wijilan]. Bebungah kita berikan dari pendataan, kita berikan penilaian bangunan, penilaian profesi mereka, kehidupan mereka kayak appraisal (penaksiran-red) gitu. Istilahnya bukan ganti untung, ganti rugi, tetapi bebungah,” jelasnya.
Menurut Dian, bebungah yang diberikan ke warga di sekitar benteng Keraton Yogyakarta rata-rata dibelikan rumah pengganti. Mereka pun akhirnya bisa membeli rumah baru dengan sertifikat SHM.
“Daripada mereka hidup disana hanya 2×3 atau 4×6 [ukuran rumahnya] dan tidak legal. Mereka bisa memiliki aset properti yang legal dengan hasil bebungah itu, peningkatan legalitas mereka juga,” tandasnya.Â
Revitalisasi benteng keraton targetnya selesai 2024
Dian menambahkan, proyek revitalisasi sisi dalam benteng tersebut targetnya selesai pada 2024 mendatang. Setelah sisi dalam selesai, Disbud akan melakukan revitalisasi benteng di bagian luar.
“Kita lihat anggaran juga, entah 2025 atau 2026 [untuk revitalisasi sisi luar benteng], sekarang masih fokus bentengnya harus utuh dulu. Apapun nanti yang mengintervensi benteng itulah yang akan kita kondisikan, jadi kami tidak menggusur hanya menegakkan regulasi saja,” imbuhnya.Â
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Menelusuri Asal-usul Keraton Yogyakarta pada Gundukan Setinggi 10 Meter, Lokasinya di Sleman
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News