MOJOK.CO – Polisi dikritik karena beda perlakuan terhadap kasus penghinaan “Palestina babi” dan pemerkosaan oleh anak anggota DPRD.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah chant sempat jadi trending di sepak bola. Liriknya seperti ini: “Pak Polisi, Pak Polisi, jangan ikut kompetisi. Pak Polisi, Pak Polisi, jangan tembak kami, tugasmu mengayomi.” Yah, kalau kamu suporter sepak bola Indonesia pasti tahu latar belakang lahirnya chant tersebut.
Intinya adalah soal kritikan. Dan, salah satu aspek yang sangat sering dikritik adalah kecepatan kerja para pengayom ini di kasus-kasus tertentu. Terbaru, Bapak dan Ibu Polisi dikritik karena menunjukkan kecepatan kerja berbeda di 2 kasus; penghinaan “Palestina babi” dan “pemerkosaan yang dilakukan anak anggota DPRD”.
17 Mei 2021
Polisi bekerja cepat mengamankan seorang pemuda berusia 23 tahun di NTB yang dibilang menebar kebencian lewat konten di TikTok. Kreator media sosial TikTok itu mengunggah video berisi olok-olok “Palestina babi. Mari Kita Bantai. Babi, babi, babi,” sembari berjoget. Sekarang, dia meringkuk di rutan Polda NTB.
“Akibat perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Priyo seperti dikutip dari Antara. Lagi-lagi, ITE beraksi.
18 Mei 2021
Polisi dianggap lamban ketika menangani kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh anak anggota DPRD. Sampai artikel ini selesai ditulis, terduga belum dipanggil oleh penyidik dari Polres Metro Bekasi Kota. Orang tua mengaku kecewa atas lambannya aksi polisi menangkap pemerkosa.
Celakanya, terduga berinisial D ini tidak cuma memperkosa, tetapi juga menjual remaja. Orang tua korban menyebut kasus ini jalan di tempat. Padahal, selama 1 bulan terakhir, orang tua korban beberapa kali mendatangi Mapolres Metro Bekasi Kota.
“Saya sendiri bingung, apa yang kurang dari saya coba? Semuanya sudah saya berikan mulai dari surat laporan, keterangan korban, keterangan saksi-saksi, bukti visum, barang bukti pakaian sudah saya serahkan,” kata orang tua korban. Padahal, aksi yang dilakukan terduga ini masuk kejahatan luar biasa.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait. “Ini termasuk extraordinary crime, kejahatan luar biasa, maka perlu pembuktian yang kuat biar sesegera mungkin menangkap pelaku serta menahannya. Di dalam ketentuan undang-undang 17 tahun 2016, di situ ada istilahnya kejahatan luar biasa,” tegas Arist.
Menurut UU, hukuman yang menanti terduga, minimal 10 dan maksimal 20 tahun. Bahkan konon bisa diperberat dengan hukuman seumur hidup dan hukuman mati jika terbukti.
Lantas, kenapa kecepatan aksi polisi dalam menangani 2 kasus ini berbeda?
Menurut keterangan Kompol Erna Ruswing, Kabag Humas Polres Metro Bekasi Kota, bahwa terduga mangkir dari pemanggilan polisi. “Kami sudah panggil dia sekali, tapi belum di-BAP.” Polisi juga menambahkan bahwa penjemputan paksa akan dilakukan jika terduga mangkir lagi.
Yah, pada akhirnya, jangan sampai chant sepak bola dipakai juga untuk mengkritik lambannya kerja mereka “yang berwajib”: “Pak Polisi, Pak Polisi, Kenapa lamban sekali, tugasmu mengayomi.”
BACA JUGA Beda Polisi Australia dengan Polisi Indonesia dan artikel lainnya di rubrik KILAS.