Ancaman Krisis Pangan Bisa Mendorong Perpindahan Masyarakat Global

krisis pangan

Dokumentasi - Carlos, bocah 22 bulan, meraih piring berisi tortilla dengan garam dan tomat matang, di rumahnya, di La Palmilla, Guatemala (9/10/2020). ANTARA/REUTERS/Josue Decavele/aa. (REUTERS/JOSUE DECAVELE)

MOJOK.CO – Dunia sedang mengalami ancaman krisis ketahanan pangan yang dianggap bisa mendorong banyak orang meninggalkan tempat tinggal mereka. Penduduk negara-negara miskin menjadi yang paling terancam dalam hal ini.

Kepala Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Filippo Grandi mengungkapkan bahwa salah satu pemicu krisis ketahanan pangan ini adalah perang Rusia dan Ukraina. Konflik tersebut telah menyebabkan efek yang luas ke berbagai negara.

Sebuah laporan UNHCR pada Kamis (16/6) menunjukkan bahwa sekitar 89,3 juta orang di seluruh dunia pada akhir 2021 terpaksa mengungsi sebagai akibat dari penganiayaan, konflik, pelecehan dan kekerasan.

“Jika Anda mengalami krisis pangan di atas semua yang telah saya sebutkan ‘perang, masalah hak asasi manusia, iklim,  itu hanya akan mempercepat tren (perpindahan) yang saya jelaskan dalam laporan ini,” kata Filippo Grandi kepada wartawan pekan ini, dilansir dari Antara.

Dia menggambarkan angka-angka perpindahan di dunia itu sebagai suatu hal yang “mengejutkan”. Jika tidak segera ditemukan solusi penyelesaian maka dampaknya sangat besar.

“Sudah terlihat, lebih banyak orang mengungsi sebagai akibat dari kenaikan harga dan pemberontakan kekerasan di wilayah Sahel Afrika,” ujarnya.

Secara keseluruhan, jumlah pengungsi meningkat setiap tahun selama satu dekade terakhir, kata laporan UNHCR. Sekarang jumlahnya lebih dari dua kali lipat dari 42,7 juta orang yang mengungsi pada 2012, kata UNHCR.

Grandi juga mengkritik apa yang disebutnya sebagai “monopoli” sumber daya yang diberikan ke Ukraina sedangkan program lain untuk membantu para pengungsi di tempat lainnya kekurangan dana.

“Ukraina seharusnya tidak membuat kita melupakan krisis lain,” katanya. Grandi menyebutkan tentang konflik yang berlangsung selama dua tahun di Ethiopia dan kekeringan di Tanduk Afrika.

Menurut Grandi tanggapan Uni Eropa terhadap krisis pengungsi “tidak setara”. Dia mengatakan pertengkaran antara negara-negara yang menerima sekelompok kecil migran yang menyeberangi Laut Tengah dengan perahu, di mana hal itu berbanding terbalik dengan kemurahan hati negara-negara Uni Eropa terhadap para pengungsi Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022.

“Tentu saja itu membuktikan poin penting: menanggapi masuknya pengungsi dan kedatangan orang-orang yang putus asa di pantai atau perbatasan negara-negara kaya bukanlah hal yang tidak dapat dikendalikan,” katanya.

Laporan UNHCR mengatakan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menampung 83 persen pengungsi dunia pada akhir 2021.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga telah mengingatkan bahaya krisis pangan dunia yang terjadi karena dampak perang. Hal itu ia sampaikan pada dialog tingkat tinggi tentang Indo-Pasifik di Praha, Republik Ceko pada Senin (13/6).

“Saya tekankan bahwa dampak ini, dampak perang terhadap ketahanan pangan, sangat dirasakan terutama oleh negara berkembang,” kata Retno dilansir dari Antara.

Untuk itu, menurut dia, diperlukan solusi segera, khususnya untuk mengatasi krisis pangan dan energi secara global, antara lain dengan memulihkan rantai pasokan global untuk produk makanan dan pupuk dari Rusia dan Ukraina. Ia juga menyampaikan bahwa ketahanan pangan akan menjadi isu yang jadi perhatian selama presidensi G20 di Indonesia mendatang. 

Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Reshuffle Ketujuh Kalinya, Pengamat Politik Sebut Jokowi Amankan IKN  dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

 

Exit mobile version