74 Daerah di Indonesia Rawan Pangan, Perlu Diversifikasi Makanan

rawan pangan mojok.co

Ilustrasi makan (Mojok.co)

MOJOK.CO – Badan Pangan Nasional (Bapanas) RI melakukan diversifikasi konsumsi makanan di Indonesia. Kebijakan ini diberlakukan untuk menghadapi krisis pangan di Indonesia.

Dunia sedang berada dalam situasi krisis pangan, beberapa negara produsen bahan makanan di dunia mengambil kebijakan restriksi ekspor terhadap komoditas tertentu. Diantaranya untuk gandum, gula, daging sapi, dan kedelai.

Bahkan sejumlah negara seperti negara Rusia, India dan Ukrania saat ini melakukan pembatasan ekspor gandum. Pembatasan ekspor ini berakibat pada naiknya harga komoditas pangan global.

“Karena itu indonesia harus menyikapi dengan mengoptimalkan potensi pangan dalam negeri,” ungkap Kepala Bapanas RI, Arief Prasetyo Adi di UGM, Jumat (23/09/2022).

Di sisi lain, berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan Indonesia saat ini masih terdapat 74 kabupaten/kota yang rawan. Berdasarkan angka Prevelance of Undernourishment (PoU) Tahun 2021 yang merupakan indikator SDGs ke-2, sebanyak 23,1 juta jiwa penduduk Indonesia atau 8,49 persen mengkonsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

Jumlah tersebut meningkat sebesar 510 ribu jiwa atau 0,15 persen jika dibandingkan tahun 2020. Salah satu alternatif dalam menjamin ketahanan pangan nasional adalah dengan meningkatkan penganekaragaman konsumsi makanan lokal.

Menurut Arief, diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi makanan berbasis potensi dan kearifan lokal sangat penting dilakukan Indonesia. Dengan demikian negara ini mampu mengoptimalkan potensi sumber makanan dalam negeri.

Apalagi Indonesia saat ini masih menghadapi masalah keamanan makanan. Sebut saja penolakan ekspor dan masalah penyakit bawaan makanan.

“Persoalan tersebut menimbulkan dampak sosio-ekonomi. Mulai dari menurunnya produktivitas masyarakat hingga penurunan citra negara di mata dunia,” tandasnya.

Arief menambahkan, berdasarkan Skor Pola Pangan Harapan (PPH), kualitas konsumsi makanan penduduk Indonesia saat ini belum beragam dan bergizi seimbang. Hal ini terlihat dari masih tingginya dominasi konsumsi padi-padian serta minyak dan lemak dan kurangnya konsumsi protein hewani, sayur dan buah, serta umbi-umbian.

Sementara dalam pemenuhan konsumsi makanan, diperlukan jaminan keamanan pangan untuk meningkatkan daya saing produk pangan lokal di pasar global. Hal ini memungkinkan karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati sehingga memiliki potensi tinggi untuk melakukan penganekaragaman konsumsi makanan.

“Dengan penganekaragaman pangan diharapkan nantinya bisa melepas ketergantungan pada satu jenis makanan tertentu. Potensi penganekaragaman makanan ini dikembangkan dengan memanfaatkan pangan lokal secara masif dan pengembangan inovasi, serta formulasi rekayasa sosial,” ungkapnya.

Sementara Rektor UGM, Ova Emilia mengungkapkan UGM menjalin kerjasama dengan Bapanas untuk meningkatkan ketahanan pangan. Ova memiliki mahasiswa yang bisa menyebarkan hal positif termasuk  dengan gerakan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) di seluruh Indonesia.

“Mahasiswa UGM dengan pengabdian pada masyarakat, KKN ada di seluruh Indonesia. Kami dengan senang hati membantu mensosialisasikan B2SA,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Mengonsumsi Pangan Lokal, Menyelamatkan Bumi dan Merawat Tradisi

Exit mobile version