Sugiyanto (47) menjadikan pendapatannya sebagai pemulung dan jasa servis hape untuk memberi makan dan menyelamatkan kucing jalanan di Yogyakarta. Tiga kali dalam sehari ia berkeliling menggunakan motor bebek usang yang telah dimodifikas menyusurij alanan Yogya saat ramai maupun lengang. Berharap jumpa dengan kucing-kucing jalanan yang terlantar maupun butuh pertolongan.
***
Saya pertama kali melihat sosok pria tersebut di Jalan Magelang depan TVRI Yogya, menerobos jalanan basah selepas hujan deras. Di bagian belakang motornya tertulis jelas, Peduli Kucing Jalanan, Stop Buang Kucing, Tidak Suka Jangan Sakiti.
Beberapa hari kemudian, setelah membuat janji berkat nomor yang tertera di gerobak motornya, saya bertemu Sugiyanto di salah satu tempat ia biasa memberi makan beberapa kucing jalanan. Tepatnya di utara Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Pria berambut gondrong ini menyambut saya dengan senyum sumringah. Kucing-kucing yang sedang ia beri makan pun memberikan sambutan..Meoong.
Selain beberapa kucing yang sedang ia beri makan, ada seekor yang tergolek lemah di pet cargo. Kucing kampung belang coklat putih itu sama sekali tak bisa berjalan bahkan sekadar berdiri. “Ngesot saja tidak bisa Mas,” kata Sugiyanto, Kamis (16/09) sore.
Kucing itu beberapa hari sebelumnya ia selamatkan setelah ditabrak kendaraan di jalan raya sekitar Wirobrajan, Yogya. Cedera di kakinya parah. Namun beruntung, setelah ia unggah melalui status Facebook ada seseorang yang mengaku pemiliknya. Sugiyanto berniat untuk mengantarkan kucing tersebut.
“Kalau ada kasus seperti ini, biasanya saya pastikan dulu ke pemiliknya. Mau diapakan setelah saya kembalikan? Apakah luka atau cederanya akan ditangani?” tegas pria yang kini tinggal di Babarsari, Sleman ini. Ia kasihan, kalau setelah dikembalikan, kucing itu tidak mendapat perawatan yang layak.
Demu kucing, dari tukang servis hape hingga jadi pemulung
Sugiyanto memulai aktivitasnya menyelamatkan kucing kira-kira sejak lima tahun silam. Saat itu menolong kucing jadi pengisi kesehariannya selain menjadi tukang servis hape. Namun, seiring waktu berjalan, ia memutuskan untuk lebih sering mengurusi kucing-kucing tersebut ketimbang pekerjaannya sendiri. “Saat itu pekerjaan sedang tidak lancar, ada beberapa masalah pribadi juga, akhirnya saya malah lebih sering ngurus kucing,” papar pria 47 tahun ini.
Sejatinya pekerjaan mereparasi hape masih ia jalani. Namun, kini sekadar panggilan dan tidak tetap. Ia beralih profesi menjadi pemulung atau pengepul rongsokan. Pekerjaan ini ia anggap setali dengan aktivitasnya menolong kucing. Berkeliling mencari barang sampah yang bisa dijual sekaligus menolong kucing sepanjang perjalanan.
Pagi hingga siang, ia utamakan berkeliling mencari rongsokan namun tetap memperhatikan keberadaan kucing di sekitar. Siang hari ia sempatkan istirahat di kontrakan. Lalu sore ia kembali berkeliling di rute Babarsari hingga sekitar UGM khusus demi kucing. Ia masih melanjutkan kembali di malam hari sekitar pukul sembilan di rute yang berbeda. Biasanya sampai sekitar Pasar Pingit. “Paling sering rute itu, namun sesekali ya pindah-pindah,” ucapnya.
Saat berbincang, Sugiyanto sesekali menyibak bulu-bulu kucing yang memenuhi jaketnya. Saking banyak bulunya, apa yang dilakukannya tidak memberikan perbedaan apa-apa. Ia memilih melepas jaket dan menyalakan sebatang rokok kreteknya.
Tak lama kemudian, sebuah mobil Suzuki Carry menepi di dekat kami. Sugiyanto dengan sigap berdiri. Berbincang sejenak dengan pengemudi kemudian merogoh jaket dan menyerahkan sebatang hp yang hendak diambil pemiliknya.
Donasi dicurigai untuk keperluan pribadi
Sebenarnya kepedulian Sugiyanto pada kucing-kucing terlantar di Yogya bukan barang asing bagi sebagian orang. Akhir tahun 2020 lalu, aktivitasnya ini menyita perhatian banyak media dan dipublikasikan di mana-mana. Hal itu lantas mengubah sejumlah hal dalam hidup maupun aktivitas menyelamatkan kucing yang ia lakoni. Perubahan baik maupun yang merepotkan.
Sejumlah hal baik yang datang misalnya donasi dan relasi. Berkat berbagai publikasi tersebut, banyak orang baik yang menyumbang dana maupun barang untuk menghidupi kucing-kucingnya. Relasi baru pun banyak ia miliki. Hal itu berimplikasi pada aktivitasnya mencari rezeki.
“Dari kenalan-kenalan itu, jadi ada pelanggan servis hape dan juga orang yang memberi rongsokan. Seperti tadi itu yang ambil hp,” katanya.
Mengenai donasi, akhir 2020 lalu Sugiyanto mendapat sumbangan yang diinisiasi seseorang melalui kitabisa.com. Jumlah yang terkumpul melalui platform tersebut mencapai 40 juta. “Alhamdulillah dulu lumayan banyak, saya dapat 25 juta yang diberikan dalam bentuk barang, sisanya dibagikan ke pegiat kucing lainnya,” ucapnya.
Selepasnya, masih ada sejumlah orang yang memberikan donasi melalui rekening pribadi Sugiyanto. Ia pun kadang menggalang donasi di Facebook ketika terdapat kucing jalanan yang butuh pertolongan medis dengan biaya yang cukup besar.
Di Facebook, pria ini menggunakan nama Yulianto alih-alih Sugiyanto. “Facebook itu dulu saya buat sudah lama sekali. Mau tak ganti Sugiyanto (nama asli) tapi takut pada bingung, yasudah saya biarin saja,” ujarnya. Dulunya Facebook pria ini digunakan untuk berjualan sekaligus menawarkan jasa servis hape. Beberapa tahun belakangan diisi kabar terbaru tentang kucing-kucingnya.
Bantuan-bantuan yang diterima Sugiyanto tak jarang mengundang curiga dari sebagian kalangan. Ada yang menganggap Sugiyanto menggunakan uang-uang tersebut untuk keperluan pribadinya. “Saya sederhana saja, kalau mau menyumbang silahkan, kalau tidak ya tidak apa-apa. Wong tidak ada paksaan,” katanya dengan santai.
Sugiyanto melanjutkan, “Kalau ada media yang mau meliput saya persilahkan ke tempat tinggal saya juga, biar lihat seperti apa kehidupan saya. Ndak punya tv, dispenser saja ndak punya.”
Sugiyanto bahkan mempersilahkan orang-orang yang tak percaya itu untuk menghubungi dokter hewan langganannya. “drh. Haryono di Magelang,” tegasnya.
Bagi pria asli Kadipiro, Bantul ini bantuan dari donatur sifatnya tetap ‘bantuan’. Ia terus mengupayakan agar bisa mandiri menghidupi diri dan kucing-kucing yang sudah dianggap anak sendiri. “Walaupun hasil rongsok sehari ya cuma cukup buat beli dua kilo pakan kucing yang juga habis sehari untuk pakan puluhan kucing,” tambahnya.
Syukur, kadang ada beberapa orang yang memberikan donasi tak hanya pada anabulnya. Tapi pada yang merawat juga. Sugiyanto sesekali mendapat kiriman uang maupun barang dari orang yang menyertakan informasi bahwa pemberian tersebut untuk dirinya.
Meski begitu, sosok Sugiyanto yang dikenal peduli kucing membuatnya dikira penampungan bagi pemilik yang bosan dengan anabul peliharaannya. Masalahnya, Sugiyanto tak punya cukup tempat maupun sumber daya untuk menampung semua kucing-kucing tersebut. “Ya ini Whatsapp saya ramai setiap hari, banyak orang minta kucingnya saya adopsi. Saya bilang saja kalau saya ini memang peduli, tapi tidak semua bisa saya tampung,” katanya sambil tertawa.
Kini di tempat tinggalnya ada 33 kucing yang ia rawat setiap hari. Jumlah terbanyak pernah mencapai 40 ekor lebih. Namun angkanya selalu bertambah dan berkurang seiring adanya kucing yang diselamatkan dari jalanan maupun diadopsi orang.
Perpisahan dan awal mula kecintaan pada kucing
Kecintaannya pada hewan lucu berbulu ini berawal dari mantan istrinya yang berkeinginan memelihara kucing. Sebelum itu, Sugiyanto mengaku tak peduli dan menaruh perhatian pada kucing. Sekalipun yang lucu dan menggemaskan. “Saya ingat betul, dua kucing yang awalnya dimiliki istri saya dulu dinamai Pesek dan Lili,” ucapnya.
Semasa itu semua urusan perawatan kucing dilakoni sang istri. Sampai ketika mengalami masalah keluarga. Sugiyanto tak menceritakan detail apa yang menjadi persoalan pernikahannya dan saya juga sungkan bertanya lebih. Namun ia berujar, “Istri dan kucing saya sama-sama tahu jalan pulang, tapi dia tidak pernah kembali sedangkan kucing-kucing ini selalu pulang meskipun pergi.”
Pasca-kepergian sang istri, Sugiyanto merawat kedua kucing ini dengan sepenuh hati. Hari demi hari. Sampai akhirnya Pesek sakit-sakitan hingga butuh perawatan. Namun, pada akhirnya Pesek tak tertolong dan meninggalkan Sugiyanto untuk selamanya.
“Sejak saat itu saya ada rasa iba dan menyadari betapa kasihan kalau kucing tak sakit dan tak ada yang merawat,” katanya. Itulah momen kedekatan dan kecintaan Sugiyanto pada kucing terbangun. Ia tak peduli apa jenisnya, mau kucing kampung maupun ras.
Waktu berjalan hingga akhirnya ia mulai memberikan perhatian pada kucing-kucing jalanan. Ada momen saat Sugiyanto harus berkonflik dengan tetangga ketika tinggal di kos daerah Ngemplak, Sleman bersama kucing yang ia selamatkan dari jalanan. Konflik itu membuatnya harus memilih antara kucing dan tempat tinggalnya.
“Akhirnya saya milih pergi dari kos itu. Keranjang di belakang motor saya pakai untuk kandang kucing. Saya pindah dari satu tempat ke tempat lain, tidur dari satu emperan ke emperan lain, selama kurang lebih enam bulan,” ungkap Sugiyanto mengenang masa-masa berat yang ia alami awal 2020 silam.
Pada masa-masa itulah daya jelajah Sugiyanto dalam menolong kucing-kucing jalanan bisa sampai Magelang. Dan di sana ia akhirnya bertemu dengan sosok drh. Haryono yang hingga kini ia jadikan tempat langganan untuk merawat kucing-kucing yang perlu bantuan medis. Ia rela jauh ke Magelang karena sejumlah alasan.
“Di sana itu benar-benar terjangkau, jauh dari harga klinik-klinik hewan yang ada di Jogja,” katanya.
“Bahkan pernah ada kucing yang perlu opname sampai hampir empat bulan. Masnya tau biaya yang harus saya keluarkan?” tambah Sugiyanto.
“Berapa Pak? Saya ndak paham perawatan kucing,” ucap saya ragu.
“Delapan Mas,” celetuknya.
“Delapan juta?” ujar saya penasaran.
“Delapan ratus ribu,” jawabnya spontan.
Jumlah itu, menurut Sugiyanto adalah nominal yang sangat murah untuk durasi perawatan yang cukup lama. Sehingga sangat membantu sebab kejadian itu terjadi sebelum ia banyak mendapatkan donasi dan publikasi. “Di sana saya bahkan pembayaran bisa dicicil. Sering digratiskan pakan dan perawatan saat rawat inap, hanya bayar untuk keperluan medisnya,” tambahnya.
Memang, setelah saya cek ulasan di Google, praktik dokter hewan tersebut memiliki rating sempurna dari pelanggannya. Tak heran apabila Sugiyanto rela jauh-jauh ke sana.
Pertemuan dengan drh. Haryono adalah salah satu hal yang paling ia syukuri selama hidup menggelandang. Di sisi lain, ada banyak juga hal tak mengenakkan yang kerap ia alami. Mulai dari dilarang memberi makan kucing di tempat tertentu hingga dibentak gara-gara hendak menolong kucing yang penyakitan di emperan toko.
“Pernah ada orang melarang saya memberi makan karena nanti kucingnya datang terus ke tempat itu dan mengganggu. Pernah juga saya melihat kucing yang penuh scabies dan hendak saya tolong, tapi ternyata ada yang punya lalu melarang saya,” ucapnya heran.
Pengalaman itu tak pernah ia sesali. Ia mengaku masih terus berkeinginan merawat kucing-kucing terlantar. Ia bercerita bahwa semasa hidupnya telah menjalani berbagai hal yang kurang baik. Masa kelam yang tak ia ceritakan detail.
Mulai dari gagal menjalani pernikahan dua kali hingga terseok-seok saat perantauan di Kalimantan. Ya, Sugiyanto semasa muda menghabiskan waktunya di Kalimantan berpindah satu kerjaan ke kerjaan yang lain. Di sana pula ia menikah untuk pertama kalinya.
“Saya ini bisa kerja saja kadang susah cari makan. Kalau kucing di jalanan ini kan lain, mereka ya tidak bisa bekerja dan berharapnya sama manusia,” ucapnya.
“Saya ingin bisa memberi manfaat di sisa hidup saya setelah masa-masa yang kurang baik, harap Sugiyanto,” sambungnya.
Sugiyanto sejak beberapa tahun belakangan hidup sendiri. Tak ada lagi keluarga yang membersamai. Namun, ia tak pernah merasa sepi. Sebab kucing jalanan adalah anak-anak sekaligus sumber kebahagiaannya saat ini.
BACA JUGA Cecak Jatuh yang Jadi Pertanda Duka dan Rezeki di Warung Makan Roh Halus dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.