MOJOK.CO – KSP Indosurya yang diduga mengumpulkan 14,35 triliun uang anggotanya tersandung kasus gagal bayar. Potensi kerugiannya bahkan jauh di atas kasus Bank Century (6,7 triliun). Anak KSP se-Indonesia apa nggak pusing tuh.
Obat pusing 7 keliling untuk 8.000 nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta masih belum ditemukan. Tampaknya, 2020 merupakan tahun kelam bagi mereka. Sudah bisnis terguncang akibat pandemi, uang miliaran yang disimpan malah tidak bisa kembali.
Kejanggalan KSP Indosurya terungkap sejak Februari 2020 lalu, ketika banyak nasabah yang notabene tajir melintir mengeluh tidak bisa mencairkan simpanan saat jatuh tempo.
Belakangan pengurus koperasi menyurati nasabah, menerangkan bahwa deposito/simpanan baru bisa ditarik pada Maret 2020 dengan batas pengambilan Rp1 juta. Maka mencuatlah kasus gagal bayar koperasi yang jumlahnya ditaksir Rp14,35 triliun.
Atas laporan dari nasabah, kepolisian mengadakan penyelidikan yang berujung dengan Bareskrim Polri menersangkakan pendiri KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Operasional KSP Indosurya Suwito Ayub pada 4 Mei 2020.
Tak cukup sampai di situ. Nasabah turut menggugat perdata KSP Indosurya, dan sebagian nasabah beraudiensi dengan Komisi VI DPR RI secara virtual yang digelar pada 8 Mei 2020.
Dalam pertemuan dengan anggota dewan yang terhormat itu terungkap bagaimana koperasi bisa menggaet nasabah, selain alasan iming-iming bunga deposito tinggi mencapai 10 persen, melebihi standar bank pada umumnya yang di kisaran 4-6 persen.
Ketertarikan nasabah berinvestasi di Indosurya dipicu dari dua alasan utama, yakni, lihainya marketing Indosurya yang memiliki rekam jejak perbankan, bahkan Henry Surya turut mendekati nasabah, dan profil koperasi yang tergabung dalam konglomerasi Indosurya Group.
Ambil contoh pengakuan nasabah yang merupakan pemilik restoran Dapur Solo. Dia tertarik berinvestasi di koperasi lantaran adanya jaminan dari OJK dan LPS. Sialnya, setelah kasus ini mencuat, OJK malah menyatakan koperasi merupakan entitas berbeda dari Indosurya Group.
Pernyataan OJK tersebut bikin kesel sebagian orang. Sebab seolah-olah persoalan KSP Indosurya hanya terhenti sampai, “Sori, Jek, tabungan situ nggak dijamin OJK, silakan kelarin sendiri lewat polisi.” Model begini ini mengingatkan publik akan lemahnya pengawasan terhadap skandal Jiwasraya sampai muncul desakan agar OJK dibubarkan.
Dalam banyak pemberitaan, OJK menegaskan, otoritasnya hanya mengawasi dan memberi izin Indosurya Group. Sedangkan KSP Indosurya berada pada ranah pengawasan Menkop UKM karena statusnya bukan lembaga keuangan mikro (LKM).
Sementara pada praktiknya, koperasi menjalankan kegiatan perbankan. Disebut-sebut memiliki lebih dari 80 kantor cabang dan menjadi bagian dari Indosurya Finance yang diawasi OJK.
Henry Surya sendiri merupakan CEO Indosurya, selain putra dari pendiri Indosurya Group, Surya Effendi. Agak sulit untuk menafikan tidak ada koneksi antara si koperasi dengan Indosurya Group.
Publik pun bertanya-tanya: apakah uang nasabah yang jumlahnya nyaris Rp15 triliun hanya dihabiskan tersangka Henry Surya dan Suwito Ayub untuk foya-foya semata? Bukan digunakan untuk keuntungan anak perusahaan Indosurya Group?
Pertanyaan selanjutnya, emang gimana pengawasan OJK terhadap kegiatan menghimpun uang di KSP Indosurya jika ditemukan bukti adanya hubungan istimewa antara koperasi ini dan anak perusahaan Indosurya Group?
Progres dari pertemuan sebagian nasabah dengan Komisi VI patut ditunggu. Diharapkan DPR bisa memanggil OJK, Menkop UKM maupun pengurus Indosurya Group untuk meminta penjelasan, mengapa skandal gagal bayar bisa terjadi.
Sementara itu, kerja polisi lumayan dengan berhasil menetapkan dua tersangka, tak kurang dari 3 bulan sejak kasus investasi bodong Indosurya mencuat. Sejak menersangkakan Henry Surya dan Suwito Ayub dengan tuduhan melakukan penipuan/penggelapan, disebut-sebut tim penyidik telah melakukan penyitaan sejumlah mobil mewah.
Namun, sejauh ini, belum muncul perkembangan signifikan dari penyidikan yang diberitakan media. Misalnya pemeriksaan polisi terhadap Komisioner OJK, pihak Menkop UKM, maupun perwakilan dari entitas Indosurya Group.
Kepolisian bahkan belum menyatakan Henry dan Suwito ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang untuk menelusuri ke mana uang nasabah dilarikan. Penyitaan terhadap aset-aset tersangka selain mobil mewah pun belum terlihat.
Di sisi lain, berkaitan dengan kasus ini, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengakui telah menyerahkan hasil pemeriksaan tahap pertama kepada Bareskrim Polri serta kejaksaan.
Pengejaran aset disebut sampai ke luar negeri. Hambatan yang ditemui, prosesnya tidak mungkin cepat lantaran PPATK harus menunggu koordinasi dengan lembaga intelijen keuangan setempat.
Orang yang baca berita kasus ini jelas kesal. Uang hampir 15 triliun bukan angka kecil, hampir sebesar APBD Sumatera Utara tahun lalu. Harapannya sih, perkara Indosurya dapat dituntaskan setuntas-tuntasnya. Bukan hanya agar nasabah bisa mendapatkan kembali haknya, namun agar ke depan ada perbaikan pengawasan yang berkaitan dengan kegiatan menghimpun uang masyarakat.
Bila perlu pengusutannya dilakukan seperti penanganan kasus Bank Century. Polisi menangani kejahatan perbankan, KPK dan Kejaksaan keroyokan usut korupsinya. Sebenarnya kan kasus ini mirip-mirip saja. Bedanya cuma, di mata hukum, Century bank betulan, KSP Indosurya berlagak seperti bank.
Kasus penipuan yang langganan menghinggapi koperasi memang bikin kredibilitas lembaga yang dibangga-banggakan Bung Hatta ini tambah hancur di mata publik. Tapi jadi pertanyaan juga: kenapa sih, masih aja ada orang percaya sama investasi yang ngasih bunga bombastis di atas standar umum?
BACA JUGA Bagaimana Kapitalisme Finansial Bekerja dalam Kasus Jiwasraya