Syair lagu pop Indonesia kekinian tak pernah gagal menyihir saya. Ada dua lagu pop yang frekuensi pemutarannya di sebuah stasiun radio kota saya melebihi dosis minum obat dalam sehari: Kau Adalah dan Kesempurnaan Cinta. Lagu pertama disenandungkan oleh Isyana Sarasvati, penyanyi jelita yang memang sedang naik daun. Sedangkan lagu kedua didendangkan oleh Rizky Febian, penyanyi muda yang wajahnya mirip dengan dengan komedian Sule (Belakangan baru saya ngeh kalau Rizky ternyata memang darah daging Sule, pantesan mirip).
Nah, syair kedua lagu itu sungguh membuat saya melongo takjub. Bahkan, tajuk lagu yang dibawakan dan diciptakan Isyana itu pun telah membikin saya terkagum-kagum. Tajuk Kau Adalah sungguh mengulik rasa penasaran dan mengusik kecerdasan saya. Struktur kalimat yang tak lengkap (menurut kaidah baku tata Bahasa Indonesia), justru mengundang saya untuk memeras otak. Tajuk yang diulang dalam syair lagu itu bak puzzle atau teks yang multitafsir. Ibarat film, tajuk dan syair lagu itu emoh mengobral spoiler.
Syair lagu yang dibawakan Rizky tak kalah dahsyatnya. Dalam bagian syairnya yang berbunyi: Berada dipelukmu/ mengajarkanku/ apa artinya kenyamanan. Bayangkan, gara-gara dipeluk, kita jadi tahu makna kenyamanan. Ini benar-benar brilian. Arsitek dan penulis Witold Rybczynski saja nyaris bertekuk lutut mencari makna ‘kenyamanan’ (comfort). Sampai ia harus bertungkus-lumus menulis buku setebal 256 halaman bertajuk Home: A Short History of Idea (1986) hanya untuk mengupas makna ‘kenyamanan.’ Eh, Rizky lewat lagunya memberi saya pembelajaran super kilat: makna kenyamanan itu ada di pelukan. Tiwas saya kebingungan mencarinya ke mana-mana.
Mungkin Anda menduga saya fanboy generasi Pujangga Lama. Jika iya, maka tebakan Anda tak meleset jauh. Saya memang fanboy generasi Pujangga Lama, buktinya, saya masih memakai istilah “syair” alih-alih “lirik.” Ditambah lagi, saya juga masih memuja syair ketimbang lagu. Bagi saya, syair adalah segala-galanya. Lagu hanya sekunder belaka. Dalam baris-baris syair itu, bobot sastrawi lagu terlihat. Pendeknya, hanya syair yang bisa membuat saya benar-benar baper. Memang ini tak adil dalam memperlakukan lagu. Tapi, apa boleh buat. Ya, beginilah saya apa adanya.
Saya jelas tak bersepakat kalau dikatakan syair lagu pop kekinian dangkal, tak bermutu atau asal-asalan. Ambil contoh, syair yang inovatif dari lagu Ahmad Dhani yang berbunyi: Tatap matamu bagai busur panah/ yang kau lepaskan di jantung hatiku. Dhani sadar benar kalau musik itu bagian dari industri kreatif. Makanya dia bosan dengan penggunaan kata yang kelewat klise ‘anak panah’ (biasanya dikombinasikan simbol hati berwarna merah) untuk mengungkapkan cinta. Dan digantilah kata ‘anak panah’ dengan ‘busur.’ Barangkali di lain waktu Dhani berinovasi menggunakan kata ‘pentungan’ untuk mengungkapkan cinta. Biar lebih sangar dan cocok dengan tampangnya.
Mari kita simak syair lagu pop lainnya yang tak kalah ngehits Siapkah Kau ‘Tuk Jatuh Cinta Lagi yang ditembangkan Hivi! band. Utamanya syair ini: Siapkah kau bertahta/ di hatiku adinda. Wuih, kosa kata ‘adinda’ muncul lagi. Sebagai fanboy generasi Pujangga Lama, jelas saya bahagia dan berbangga. Ternyata kata ‘adinda’ gak kalah kekinian dengan ‘say,’ ‘my love,’ ‘darling,’ atau ‘honey.’ Bunyi syair yang lain, mengajak pendengar tak berebut tahta kekuasaan yang kerap menyengsarakan rakyat. Lebih baik: bertahta di hati adinda. Percayalah, jika saran ini dilaksanakan semua warga, negara bisa menghindari pemborosan dana kayak Pilkada itu.
Begitu pula, syair lagu yang dibawakan Tulus bertajuk Gajah. Judulnya saja, sudah menyugesti saya untuk peduli dengan binatang yang terancam punah. Ini lebih ampuh dari kampanye WWF. Apalagi hobi saya memakai sarung cap Gajah Duduk (he.. he.. gak ada hubungan ya? yo biarin). Cobalah simak syair ini: Waktu kecil dulu mereka mengatakan/ mereka panggilku gajah/ kini kuberi tahu puji dalam olokan. Syair lagu ini menunjukkan betapa buruknya pelajaran sains di sekolah kita. Buktinya, para siswa tak bisa membedakan gajah dengan manusia, kendati gajah dan lelaki sama-sama punya belalai walau beda tempatnya. Apa ndak dahsyat? Lagu pop yang diledek menye-menye itu ternyata sarat kritik sosial yang tajam.
Meski begitu, saya tidak tahu persis mengapa syair lagu Isyana dan Rizky itu begitu makjleb di hati saya. Mungkin syair kedua lagu itu pas dengan kepribadian saya yang notabene hasil didikan Orde Baru (Orba). Dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, saya diajari menghafal. Syair lagu Isyana itu mirip dengan “soal isian” mengenai definisi dari mata pelajaran yang saya ikuti. Untungnya, ada bonus pelajaran bahasa Inggris tingkat basic dari Rayi Putra saat nge-rap: What? Who? Sedangkan syair lagu Rizky menuntut kecepatan menghafal sinonim. Dan kemampuan menemukan kata yang maknanya deep banget.
Begitulah. Setiapkali menyenandungkan kedua lagu itu di kamar mandi, saya selalu teringat momen-momen (traumatis) mengerjakan ujian EBTANAS. Apalagi kalau bukan syair ini: Kau adalah…. (mendadak di kepala saya muncul instruksi ujian: Isilah dengan jawaban yang benar!). Juga, syair ini: Berada di pelukanmu/ mengajarkanku/ apa artinya kenyamanan, ….. (spontan pikiran saya mencari padanan kata ‘kenyamanan’ dari motto pembangunan Orba: keamaanan, kesejahteraan, dan kemakmuran).
Sumpah, syair dua lagu pop kekinian itu membuat saya terus-menerus tertegun. Penciptanya pastilah seorang jenius karena mampu mengasah otak saya. Bahkan, kepiawaian anak ajaib Joey Alexander yang menghebohkan itu hanya membuat saya bergeming.
Maka, tabik untuk Isyana dan Rizky!
(Dari hamba yang terpana oleh syair lagumu)