Selamat pagi, Oom Krishna Murti yang baik,
Semoga Oom sehat dan selalu suka membaca Mojok.
Pertama-tama–ini harus, Oom–saya mau bilang terima kasih dulu sama Oom dan teman-teman yang sudah berhasil melumpuhkan para teroris di Sarinah tempo hari. Karena kesigapan Oom dan teman-temanlah, para teroris yang konon berniat meledakkan Sarinah itu tidak sempat berpikir bahwa seandainya mereka memberondongkan peluru ke arah penonton aksi Oom dan teman-teman maka efeknya sama luar biasanya. Karena Oom dan teman-teman, Pak Joko bisa bilang supaya Indonesia tidak takut, kami bisa bikin tagar #kamitidaktakut, dan Pak Jamal bisa tetap woles jualan.
Walaupun kami kadang-kadang sebel juga sama teman-teman Oom dari divisi lain yang suka ngumpet di balik pohon asem, tapi saya rasa itu bukan kewenangan Oom. Bukan salah Oom, bukan salah teman-teman Oom, apalagi salah Rangga atau Cinta. Karena Dian Sastro tidak pernah salah, Oom.
Langsung saja, saya nekat menyurati Oom karena terus terang saya terkejut melihat nama Oom terdaftar sebagai pengguna media sosial–fesbuk yang saya tahu, twitter juga kata teman-teman saya–, lebih terkejut lagi karena saya menemukan komentar Oom di lapak junjungan kami, idola kami semua: Abangnda Jonru.
Tidak ada salahnya, tentu saja, punya akun media sosial–ini memang zamannya. Siapa yang bisa menahan godaan memotret makan siang untuk dibagikan kepada teman? Atau berfoto guling-gulingan di atas taman bunga lalu mengabarkan kebodohan itu ke seluruh dunia?
Tapi ini Abangnda Jonru, penulis sukses yang sudi memberikan pelatihan-pelatihan menulis ke seluruh dunia tanpa pamrih (tapi ndaftarnya tetap bayar sih…), agen sprei sekaligus kritikus presiden nomor wahid. Tidak ada seorang pun di negara ini yang punya profesi seruwet itu, Oom.
Media sosial tidak usah ditanggapi serius-serius, Oom. Kesal sih, kalau pekerjaan yang sudah kita lakukan dengan baik tidak diapresiasi orang dengan layak. Mungkin sekesal kami-kami juga, yang sudah menulis serius-serius, lembur, ngabisin kuota nyari bahan, tapi tidak dimuat di Mojok. Mana dibikinin meme pula sama redakturnya. Kan sapi, Oom.
Tentang kritik, teori konspirasi, atau bahkan ocehan ngawur orang, Oom bisa belajar dari Mojok. Sekali-sekali bacalah disclaimer-nya, “Setiap karya jangan ditanggapi terlalu serius dan mbentoyong,” katanya. Terus kenapa Bang Edo suka marah-marah kalau Mojok diejek orang? Kalau itu, mbok dimaklumi saja, Oom. Beliau kan masih muda (tapi jangan bilang kalau saya ngomong gini ya…). Bukan berarti Oom sudah tua, tapi ayolah, ini media sosial, Oom. Teori-teori, yang paling aneh sekali pun, akan terus muncul.
Bahkan ada yang nanya, “Kalau memang itu asli, kenapa orang-orang malah kayak nonton syuting The Raid?” Serius Oom mau nangkepin orang-orang kayak gini?
Tolong Pak Anton yang Kadiv Humas itu juga dikasih tahu, Oom, supaya gak usah buang-buang energi memburu penyebar berita bohong tentang aksi terorisme kemarin. Fokus saja nyariin kumendan terorisnya. Kayak Amerika gitu lo, Oom. Sehabis WTC kan banyak juga teori konspirasi yang beredar, tapi mereka tetap fokus berlatih photoshop, eh, maksudnya mencari pemimpin terorisnya, tahu-tahu Osama sudah gim over ajah.
Tentang idola, saya mau kasih tau Oom: tidak mudah membunuh idola. Berapa banyak orang yang percaya kalau Osama masih hidup? Tidak usah Osama yang bawa-bawa agama, berapa orang yang percaya kalau Elvis Presley, John Lennon, atau Bruce Lee masih hidup? Atau Hitler, berapa banyak yang percaya kalau dia masih hidup dan mati lama setelah kabar bunuh dirinya dengan sianida (tanpa kopi) bersama cem-cemannya, Eva Braun, di bunker di Jerman sana?
Lalu Oom dan teman-teman mau menangkap Abangnda Jonru, idola kami semua? Tolong dipikirkan sekali lagi, Oom, kalau tidak bisa dibatalkan.
Terakhir, kalau saya boleh memberi saran, tutup saja semua akun media sosial punya Oom. Terakhir saya lihat komentar Oom di lapak Abangnda Jonru sudah dibalas oleh 200 orang. Bayangkan ketika Oom sedang mengendap-endap mendekati tersangka teroris, lalu telepon genggam Oom berbunyi 200 kali menerima notifikasi dari fesbuk.
Hindarilah godaan untuk menjadi populer, Oom. Kalau bisa teman Oom yang ganteng dan mendorong ibu-ibu membuat tagar #kaminaksir itu dilarang juga untuk bikin akun media sosial, supaya istrinya tidak was-was setiap kali suaminya bertugas, dan supaya kami juga tidak terpaksa bikin tagar #kamidegdegan. Orang-orang seperti Oom seharusnya bekerja dalam senyap, hasilnya yang menggelegar.
Cuma ada dua hamba hukum yang bertaruh nyawa seperti Oom yang tidak menolak menjadi populer: James Bond dan Bang Yos. James Bond sih selalu sukses dengan aksi-aksinya, lha Bang Yos?
Oom juga kan yang repot…