Surat Terima Kasih untuk DPR dan Jokowi atas Revisi UU KPK

revisi uu kpk melemahkan kpk alasannya surat terbuka soal revisi uu kpk firli bahuri capim kpk pemimpin kpk pimpinan kpk bermasalah

revisi uu kpk melemahkan kpk alasannya surat terbuka soal revisi uu kpk firli bahuri capim kpk pemimpin kpk pimpinan kpk bermasalah

MOJOK.COYang Terhormat para anggota DPR RI dan Bapak Presiden Jokowi, kalian semua memang luar biasa di revisi UU KPK ini. Terima kasih, terima kasih.

Halo, bapak-bapak wakil rakyat di Senayan? Gimana kabarnya? Sehat? Sudah mengisi presensi rapat?

Idih, ayo dong isi dulu. Malu nanti jadinya kalau ketahuan bolos rapat lagi kayak kejadian kemarin-kemarin. Tunjukkan dong bahwa DPR RI sebagai wakil rakyat benar-benar bekerja dengan baik.

Paling tidak, rapat paripurna itu kelihatan ada orangnya yang lagi rapat. Perkara ketiduran atau ngecek WhatsApp lalu lanjut YouTube-an atau main Onet kan ya masih manusiawi. Masih wajar-wajar aja.

Apalagi indeks prestasi kinerja DPR dicap buruk kemarinan ini, paling nggak kan jangan kelihatan buruk-buruk amat sampai nggak ngisi presensi. Presensi tu penting lho. Tanya sama mahasiswa semester tua bangka deh kalau nggak percaya.

Pertama-tama sebagai bagian dari rakyat Indonesia, kami harus sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dulu atas kinerja yang luar biasa bagi para anggota DPR RI. Siang malam rapat, mendatangi berbagai acara debat di televisi nasional, belum kalau pulang dari kantor harus meladeni pers karena revisi UU KPK lagi ramai.

Hal semacam ini jelas perlu diapresiasi. DPR RI wakil rakyat ini sudah menunjukkan diri bekerja tulus ikhlas tak memikirkan gaji dan tunjangan, tapi murni memikirkan stabilitas nasional. Stabilitas nasional yang diwakilkan dengan stabilitas parlemen. Stabil jangan sampai ada (lagi) pejabat yang kena tangkap KPK. Ini bahaya. Menjatuhkan martabat dan citra sebagai Wakil Rakyat Yang Terhormat.

Tentu saja rasa terima kasih ini juga kami sampaikan kepada Bapak Joko Widodo yang sudah menandatangani surat presiden (surpres yang bikin susurupris beneran) dan mengirimkan revisi UU KPK balik ke DPR. Meski menurut kabar-kabar yang berembus, ada beberapa poin revisi dari Istana.

Kalau boleh berharap sih, semoga revisinya jangan banyak-banyak. Soalnya draf dari DPR itu memang sudah oke punya. Lagian kalau revisinya banyak, takutnya semester ini nggak kekejar. Keburu drop out nih anggota DPR-nya karena masa studi bakal habis akhir September ini.

Buat Pak Jokowi dan DPR, tak usah terlalu baper lah sama publik yang marah-marah sama revisi UU KPK ini. Mereka kan nggak tahu susahnya mengatur jalannya pemerintahan ini. Namanya juga orang nggak tahu, bawaannya memang suka marah-marah dan sok tahu. Biasa itu.

Apalagi kalau sampai dengerin suara-suara dari KPK. Halah, mereka itu memang sok-sokan jadi superhero aja. Berasa paling jago aja mengatasi persoalan korupsi. Memangnya mereka siapa? Gundala?

Coba deh dilihat lagi, gara-gara KPK juga kan saat ini Indonesia jadi makin banyak koruptor. Ayo dong lihat era Bapak Soeharto, jarang banget ada koruptor. Itu artinya, KPK memang bikin makin banyak populasi koruptor di Indonesia. Hadeh. Logika sederhana begini aja pada nggak paham.

FYI aja nih, KPK itu memang makin lama memang ngelunjak kalau dilihat-lihat. Sekali-kali memang wewenangnya harus dikurangi, eh, jangan pakai kata “dikurangi” ding, nggak simpatik-able, pakai kata “diawasi” aja biar keren. Makanya itu KPK emang perlu diatur biar makin lama nggak makin suka semena-mena menangani koruptor. Kayak udah yang paling bener aja.

Ambil contoh, masak KPK selama ini bisa seenak jidat melakukan penyadapan ke terduga korupsi? Ini kan sangat berbahaya dalam proses pembangunan negara. Proyek-proyek negara jadi lambat banget dong nanti.

Ibarat mesin, suap menyuap dan bagi-bagi komisi ini kan bagian dari oli pembangunan. Pelumas agar proyek berjalan lebih lancar. Sekarang kalau olinya aja mau dikuras semua sama KPK kan perkembangan kita jadi macet. Nggak ada yang mau kerja dong nanti.

Dikira gaji sama tunjangan jadi pejabat itu cukup buat bayar utang-utang politik apa? Hadeh, bijimana sich?

Maka dari itu, perlu adanya dewan pengawas bagi KPK sebagai lembaga yang harus dimintai izin kalau mau melakukan penyadapan. Dan dewan pengawas ini yang menunjuk harus DPR dong. Nggak bisa nggak. Wakil Rakyat, Cuy.

Ya biar kami juga bisa tahu dong sebelum ada penyadapan. Jadi KPK nggak bisa lagi bikin drama-drama operasi tangkap tangan (OTT) kayak di film-film. Jadi ketika penyadapan dipersulit, eh, diawasi, penangkapan bisa berjalan dengan santuy dan nggak perlu ada kejar-kejaran.

Ingat, KPK itu Komisi Pemberantasan Korupsi lho, bukan acara 86. Jadi dikurangi-kurangi deh itu drama-dramanya. Pejabat yang suka nilep, begitu-begitu juga punya harga diri ya. Enak aja. Jangan dipermalukan di depan publik gitu dong. Udah kampanye mahal-mahal waktu Pemilu, eh, masuk reality show OTT KPK.

Selain itu, hal yang menggembirakan bagi kami adalah dalam UU KPK, lembaga ini bakal dijadikan sebagai bagian dari Lembaga Pemerintah Pusat. Artinya, pegawai KPK nanti akan masuk kategori Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ini jelas usulan yang sangat cemerlang. Dengan menjadi ASN, mereka akan punya dana pensiun yang jelas. Masa tua jadi tenang. Jadi nggak berani deh macem-macem.

Udah gitu, dengan menjadi bagian dari Lembaga Pemerintah Pusat, KPK jelas terkoneksi dengan pemerintah dan parlemen secara langsung. Koordinasi akan semakin mudah, kerja sama jadi gampang, dan—tentu saja—negosiasi bisa berjalan lebih lancar. Kalau ada yang ngeyel ya kan tinggal dimutasi aja. Beres. ASN ini kok, bukan lembaga independen lagi.

Apalagi, ketika KPK menjadi Lembaga Pemerintah Pusat, namanya tentu sudah tidak layak jadi “Komisi” lagi, melainkan harusnya jadi “Kementerian”. Tapi soal nama ini sih, bisa saja dilanjutkan besok-besok, yang penting revisi UU KPK ini disahkan dulu. Itu yang penting. Prioritas, Bung.

Dan kalau nanti akhirnya KPK bisa berganti menjadi Kementerian Pemberantasan Korupsi, Lembaga ini kan nanti dipimpin oleh Menteri.

Wah, ini jelas lebih mashook lagi karena jabatan ini jauh lebih politis ketimbang Pimpinan Lembaga Independen Negara kayak KPK, KPU, atau KIP. Kalau dipimpin menteri kan bisa itu diatur-atur dikit sama fraksi partai. Kalau rakyat pada protes, bilang aja, itu kan hak prerogatif presiden. Bueres tho?

Terakhir, sebagai bentuk apresiasi kami atas kerja cemerlang para Wakil Rakyat yang terhormat, izinkan kami menyampaikan sebuah pantun.

Indah nian Pulau Bali

Cendrawasih merapat pakai sampan

Keren sudah itu revisi

Terima kasih cukup sekian

Tertanda,

Paguyuban Koruptor Indonesia

 

BACA JUGA 5 Penjara yang Cocok untuk Koruptor atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version