Surat Terbuka untuk Ustad Abdul Somad yang Sebut Corona Adalah ‘Tentara Allah’

ustad abdul somad sebut virus corona adalah tentara allah novi basuki mojok.co

ustad abdul somad sebut virus corona adalah tentara allah novi basuki mojok.co

MOJOK.CO – Seorang penggemar Ustad Abdul Somad mengirim surat terbuka karena terpukau dengan pernyataan blio kalau virus corona itu “tentara Allah”.

Ustad Abdul Somad yang saya takzimi, kaifa ḥālukum, yā Ustāż? Semoga senantiasa sehat walafiat untuk menuntun kami, terutama saya, yang tersesat di jalan aseng ini.

Sebelumnya, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Novi Basuki. Sudah 10 tahun ini saya tidak selesai-selesai kuliah di Cina. Iya, Cina yang sekarang dilanda virus Corona Covid-19 yang disebut-sebut menyebar dari kelelawar itu.

Tapi Ustad tenang saja, alhamdulillah, sebelum corona mewabah di sana, saya pulang kampung duluan untuk liburan. Jadi Ustad Abdul Somad tidak perlu khawatir saya berkonspirasi dengan pemerintah komunis Cina—yang katanya zalim terhadap muslim Uighur itu—untuk menularkan virus coronanya melalui surat terbuka ini.

Saya senantiasa percaya, sebagai ustad yang bisa dengan cepat meraih gelar doktor dengan predikat mumtaz alias cumlaude, Ustad Abdul Somad tentu akan mempunyai perspektif lain yang jauh lebih ajaib ketimbang itu.

Buktinya, tatkala tak sedikit umat mengamini bahwa corona adalah virus yang sengaja diciptakan pemerintah komunis Cina buat membantai muslim secara massal di negaranya, Ustad Abdul Somad justru berpendapat sebaliknya.

Makanya saya merasa sangat beruntung bisa menghabiskan kuota internet demi memutar berkali-kali ceramah ngilmiah Ustad perihal corona dan muslim Uighur yang viral itu.

Dengan niat mengejawantahkan hadis kanjeng Nabi untuk menyebarkan hikmah walau hanya satu ayat (balligūannī walau āyah), saya sengaja transkripkan wejangan Ustad Abdul Somad di sini. Hitung-hitung untuk meringankan sobat missqueen nan ambyar untuk membeli paketan Youtube.

Allah memang sayang pada ummat ini. Ummat kehilangan kekuasaan. Ummat kehilangan khalifah. Ummat kehilangan kesultanan. … Sekarang [yang bisa dilakukan] ummat hanya tinggal membaca Alquran [dan] berzikir.

Tapi Allah masih kasihan. ‘Aku masih iba melihat kamu, kata Allah. Maka [ummat] ditolong Allah dengan berbagai macam tentara. Macam-macam tentara Allah datang [untuk menolong ummat].

Ada pula tentara yang terakhir ini bernama corona. Orang yang berada di Uighur [sic!], tak terkena virus ini. Banyak orang terheran-heran apa sebab [orang-orang Uighur tidak terkena corona].

Salah satu sebabnya karena mereka berwudu. Setiap hari mereka membasuh tangan. Virus tidak akan terkena kepada orang yang selalu menjaga kesucian. Mereka memakan binatang yang disembelih, yang dimasak, bukan yang mentah; bukan makan darah, sebab di dalam darah ada bakteria, penyakit. Maka kalau ajaran Islam diamalkan, pertolongan Allah datang.

Begitu yang ditabligkan Ustad Abdul Somad.

Subhanallah.

Saya tetiba teringat pesan filsuf Konghucu “zhi zhi wei zhi zhi, bu zhi wei bu zhi, shi zhi ye” yang terjemahan ugal-ugalannya lebih kurang: “orang yang tahu adalah orang yang kalau tahu bilang tahu, kalau tidak tahu bilang tidak tahu.”

Makanya, saya tidak akan sok tahu menafsirkan petuah linuwih Ustad di atas sebagai sentilan berstandar ganda: kalau yang kafir yang tertimpa musibah adalah azab, kalau yang seiman adalah cobaan.

Soalnya, kalau pendekatan tebang pilih begitu yang dipakai, bisa-bisa kaum komunis liberal laknatullah yang biasa berpikir saintifik itu nanti akan nyinyir menanyai saya begini, Taz:

“Lah, wabah MERS yang tak lain adalah virus corona yang berasal dari unta yang melanda Arab Saudi dan negara-negara Islam di Timur Tengah pada 2012 lalu itu ‘tentara Allah’ untuk melindungi atau membasmi siapa?”

Sebagai homo sapiens yang taklid buta terhadap ceramah-ceramah ustad yang girah keagamaannya meningkat tapi tidak dibarengi dengan minat memperluas cakrawala pengetahuan yang turut menguat, saya jelas akan kalang kabut kalau ditanyai pertanyaan nyelekit begitu. Untungnya saya sudah siapkan amunisi, Taz.

Saya nanti akan ancam mereka pakai potongan hadis ini: “Fainnamā ahlaka l-lażīna min qablikum kaṡratu masā’ilihim.”

Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya. Insyaallah ketar-ketir mereka, dan bereslah perkara.

Tetapi, Taz, yang bikin saya kelimpungan sekarang adalah pernyataan Ustad yang dengan mantap bilang orang-orang “yang berada di Uighur, tidak ada yang kena virus corona” itu.

Oh iya, Taz, Uighur adalah nama suku, bukan nama wilayah. Di Cina, suku Uighur kebanyakan tinggal di satu provinsi yang sejak era Dinasti Qing namai sebagai “Xinjiang”. Maaf saya lancang mengingatkan Ustad Abdul Somad. Tujuannya biar tidak campur aduk dan surat ini bisa saya lanjutkan.

Begini, Taz, Cina sekarang sudah lebih terbuka jika dibandingkan dengan ketika masih dipimpin Mbah Mao dahulu kala. Banyak informasi yang bisa kita dapatkan dengan hanya bermodalkan gawai di tangan. Tidak terkecuali soal virus corona yang bisa kita pantau kapan pun bila kita mau.

Di Xinjiang, misalnya. Saya cek di laman Komite Kesehatan mereka, sampai tanggal 19 Februari pukul 12 malam ternyata sudah ada sebanyak 76 orang yang terjangkit Corona. Di antara mereka, ada 1 orang yang meninggal dan 20 orang berhasil disembuhkan setelah perawatan intensif di rumah sakit milik pemerintah Cina yang komunis. Di samping itu, masih ada 5.623 orang yang menjalani observasi medis.

Itu yang di Xinjiang doang, Taz. Belum di provinsi lain yang juga banyak didiami muslim. Ustad tentu tahu, mayoritas muslim Cina bermastautin di wilayah yang dalam bahasa Cina sebut sebagai “Xibei” alias Barat Laut.

Wilayah Xibei yang ditempati muslim ini terdiri dari Gansu, Qinghai, Ningxia, dan Xinjiang. Ustad bisa tengok sendiri di situs Komite Kesehatan (weisheng jiankang weiyuanhui) masing-masing provinsi itu. Tapi, biar tidak mengganggu jadwal dakwah Ustad yang padat merayap, saya rangkumkan di sini saja data teranyarnya.

Sampai tanggal 19 Februari, total masyarakat Gansu yang kena corona adalah 91 orang (2 meninggal, 65 sembuh) dan ada 562 orang yang sedang diobservasi. Di Qinghai, ada 18 penduduknya yang positif corona dan 55 orang yang tengah dikarantina.

Di Ningxia yang notabene daerah otonomi muslim bersuku Hui, sebanyak 71 masyarakatnya terkena corona (42 orang di antaranya sembuh) dan masih menyisakan 1.140 orang yang tengah mengikuti observasi dokter.

Apakah ini artinya “tentara Allah” yang bernama corona itu membelot pada perintah Tuhannya untuk melindungi Xinjiang beserta wilayah di Cina yang penduduknya banyak menganut Islam, Taz? Saya beneran pusing, Taz. Ini bijimana coba mengartikannya?

Kepuyengan saya makin berjilid-jilid saat mengetahui “tentara Allah” ini malah terkesan melindungi Tibet. Naam, Tibet yang mayoritas penduduknya beragama Buddha itu, Taz.

Info termutakhir yang saya dapat, sampai tanggal 18 Februari kemarin hanya ada 1 orang Tibet yang terserang corona dan itu saja sudah sembuh sejak seminggu sebelumnya. Hingga surat ini saya tulis, belum ada orang Tibet yang diserang “tentara Allah” ini lagi.

Gimana ini, Taz, masak iya “tentara Allah” bisa berkhianat atau salah sasaran? Mohon pencerahannya.

BACA JUGA Guyonan Virus Corona dan Akal Kiyowo Kita Sebagai Umat Islam atau tulisan Novi Basuki lainnya.

Exit mobile version