Status Kendal Kota Santri Mulai Luntur. Terima Kasih untuk Gangster yang Semakin Meresahkan

Kendal, Kota Santri Sejuta Gangster MOJOK.CO

Ilustrasi Kendal, Kota Santri Sejuta Gangster. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COStatus “kota santri” untuk Kendal semakin luntur. Pasalnya, keberadaan gangster semakin meresahkan dan membuat warga geram. Ironis sekali.

Kabupaten Kendal masuk ke kawasan metropolitan Kedungsepur atau akronim dari Kendal-Demak-Ungaran-Semarang-Purwodadi. Wilayah metropolitan ini berada di eks-karesidenan Semarang. Terdiri dari Kendal, Demak, Ungaran (ibu kota Kabupaten Semarang), Kota Salatiga, dan Purwodadi (ibu kota Kabupaten Grobogan) dengan Kota Semarang sebagai kota intinya. 

Nah, banyak orang mengenal Kendal sebagai daerah yang mempunyai banyak pondok pesantren. Oleh sebab itu, daerah ini mendapat julukan “kota santri”.

Salah satu buktinya adalah lagu “Kota Santri” yang terkenal itu. Adalah Nasida Ria yang membawakan lagu ini pada era 1980. Setelah itu, band Gigi mempopulerkan kembali lagu ini pada era 2000. Nah, yang menciptakan lagu ini adalah Suhaimi, musisi yang berasal dari Kecamatan Kaliwungu, Kendal. 

Lagu tersebut menceritakan keindahan suasana Kaliwungu. Khususnya tentang ribuan santri dari segala penjuru Indonesia yang sedang menimba ilmu agama di sana. 

Selain itu, Kendal punya banyak ulama besar. Di sini banyak makam wali, kiai, ulama besar, dan bangsawan kerajaan Mataram. Salah satu tokoh terkenal yang dimakamkan di Kendal adalah Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari. Beliau dimakamkan di Bukit Jabal dan selalu ramai setiap Lebaran ketupat.

Ada juga makam dari leluhur Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yaitu Sunan Abinawa. Beliau dimakamkan di di Desa Pekuncen, Kecamatan Pegandon. Ini membuat image kendal sebagai kota yang islami sangatlah kental.

Image Kendal kota santri yang semakin luntur

Sayang seribu sayang, image kota santri yang melekat kepada Kendal mulai luntur. Beberapa tahun belakangan, tumbuh subur kelompok remaja yang menyebut dirinya gangster. Remaja tanggung ini memiliki hobi memacu adrenalin, menenteng senjata tajam untuk tawuran di kala malam.

Kelompok gangster ini tidak hanya tumbuh subur di pusat kota kendal atau kecamatan kayak Weleri dan Kaliwungu. Di desa yang jauh dari pusat kota saja sudah tumbuh subur kelompok meresahkan ini.

Usia remaja yang bergabung dengan kelompok gangster ini cukup beragam. Mulai dari usia 13 hingga 20 tahun. Latar belakangnya juga lumayan berwarna. Ada pelajar SMP, mahasiswa, hingga karyawan swasta.

Status sosialnya tak kalah menarik. Mulai dari anak pejabat, tukang bangunan, karyawan swasta, hingga TKI. Artinya, virus gangster ini sudah menjangkiti semua lapisan masyarakat. 

Saat melancarkan aksi, biasanya mereka mengenakan jaket dengan dominasi warna hitam. Selain untuk menahan dinginnya angin malam, jaket hitam tebal ini juga menjadi semacam “rompi” menahan sabetan senjata tajam lawan.

Untuk kendaraan, tidak ada spesifikasi khusus. Rata-rata menggunakan motor matik. Untuk pimpinannya, ada yang menggunakan mobil. Tujuannya adalah menjadi tempat menyimpan senjata tajam supaya tidak terdeteksi pihak kepolisian.

Membeli jimat dari marketplace

Rata-rata anggota gangster di Kendal tidak mempunyai ilmu dasar bela diri. Makanya, saat tawuran, mereka mengandalkan nyali, senjata tajam, dan keroyokan. Nah, soal senjata, mereka membelinya dari grup jual-beli di Facebook hingga marketplace.

Saya semakin heran ketika mendengar cara mereka menambah tingkat kepercayaan diri saat tawuran. Salah satu anggota gangster pernah bercerita bahwa dia membeli sebuah jimat dari “orang pintar” di salah satu marketplace.

Harga jimat ini sangat beragam. Mulai dari puluhan hingga ratusan ribu. Mereka membeli jimat ini demi menyambut “jadwal tawuran rutin”. Biasanya, mereka rutin menggelar adu nyali ini setiap Jumat atau Sabtu malam. Masuk musim liburan, jadwal tawuran mereka akan bertambah. 

Mazhab gangster di Kendal

Ada dua mazhab yang menjadi inspirasi kelompok gangster di Kendal. Pertama, mazhab “Amerika Serikat”. Biasanya mereka menggunakan nama “All Star” dan muncul bendera Paman Sam ketika tawuran. Mazhab kedua adalah aliran “Inggris”. Kadang mereka mengibarkan bendera United Kingdom (UK). Ya mirip aksi dari Football Firm Hooligans dan Casual sepak bola.

Soal keanggotaan, saat ini lebih fleksibel. Dulu, kelompok remaja ini bersatu berdasarkan kesamaan tempat tinggal atau aktivitas. Misalnya, mereka bersatu karena satu desa atau sekolah. 

Saat ini, gangster di Kendal semakin mirip ormas. Kalau mau jadi anggota tidak harus satu desa atau sekolah. Mungkin asal setuju dengan visi dan misi saja sudah bisa jadi anggota.

Kondisi ini membuat peta tawuran menjadi tidak tertebak. Misalnya, beberapa tahun yang lalu sempat terjadi tawuran di Kecamatan Gemuh. Ada korban jiwa di kejadian itu. Nah, salah satu pelaku yang membunuh korban berasal dari satu sekolah SMK swasta yang sama.

Korban salah sasaran 

Gangster di Kendal berbeda dengan klitih di Jogja. Biasanya, korban klitih sifatnya random. Nah, kalau di Kendal, mereka sudah menentukan sasaran. Misalnya, seorang pemuda dari gangster yang lain. Pokoknya sudah ada target dan tidak random.

Namun, meski sudah menentukan target, tetap saja ada korban salah sasaran. Misalnya terjadi di awal 2023 ketika seorang pemuda menjadi korban salah sasaran. Korban meninggal setelah kena sabetan celurit salah satu gangster. 

Saat itu, korban berniat mengisi bensin di SPBU Jambearum. Apesnya, saat pulang dari membeli bensin, korban yang saat itu naik sepeda motor berbonceng 3 berbarengan dengan kelompok gangster yang hendak tawuran.

Kabarnya, kelompok lawan tidak jadi datang. Makanya, kelompok gangster tersebut berjaga di sekitar lokasi yang seharusnya jadi titik tawuran. Nah, tepat saat itu, korban melintas di sana dicurigai berasal dari gangster yang absen tawuran tadi. Maka terjadi sebuah tragedi salah sasaran yang membuat Kendal berduka.

Pada awal 2024 tragedi yang sama hampir terulang. Saat itu, gangster yang sebetulnya hanya nongkrong di seputaran Kelurahan Bugangin mengejar pemuda yang melintas.

Nahas, pemuda itu tertangkap dan dipukuli oleh kelompok gangster tersebut. Beruntung, nyawa si pemuda masih selamat setelah dia berhasil melarikan diri. Motor yang tertinggal rusak oleh amukan gangster tadi. Kejadian-kejadian ini semakin melunturkan image Kendal sebagai kota santri.

Amukan warga Kendal

Sebenarnya, aparat Kepolisian dibantu TNI sering melakukan patroli untuk membatasi pergerakan para gangster. Beberapa anggota gangster juga sempat masuk bui.

Masalahnya, anggota gangster ini paham jika tertangkap, mereka hanya akan kena pasal di bawah umur. Makanya, mereka seperti tidak bisa dihentikan oleh hukum.

Hal ini membuat warga Kendal geram dan emosi. Mereka geram karena beberapa wilayah menjadi titik tawuran. Misalnya, saat ini, yang sering menjadi lokasi tawuran adalah Desa Tlahab di Kecamatan Gemuh.

Sebelumnya, di Desa Lanji dan Tambakrejo, Kecamatan Patebon, juga sering terjadi tawuran. Warga yang emosi pernah melakukan perlawanan. Aksi warga ini sempat membuat beberapa kelompok gangster di Kendal jadi kapok.

Hobi live di TikTok

Para remaja yang tergabung dengan grup gangster ini sangat aktif di media sosial. Biasanya, mereka menggunakan TikTok dan Instagram untuk menunjukan eksistensi.

Mereka tidak sekadar live untuk menyapa follower. Tak jarang, mereka live di TikTok sebagai ajang mencari lawan tawuran. Biasanya, gangster lain di Kendal akan menonton dan menantang untuk bertempur.

Saat tawuran terjadi, admin medsos akan live juga. Mereka menyiarkan aksi saling kejar dan bacok. Ketika sedang live ini, ada satu hukum yang berlaku. Jadi, siapa saja tidak boleh menyerang admin yang sedang live

Selain itu, kelompok gangster ini rutin menjual merchandise lewat akun media sosial. Misalnya, kaos dengan harga Rp110 ribu. Unik, sekaligus meresahkan.

Semakin unik karena gangster di Kendal punya “kegiatan positif”. Saat bulan Ramadan tiba, mereka rutin berbagi takjil untuk siapa saja yang melintas. Kadang malah bikin bakti sosial.

Begitulah fenomena gangster di Kendal. Semakin meresahkan dan sukses melunturkan image kota santri.

Penulis: Andre Rizal Hanafi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Di Kendal Memang Nggak Cocok Ada Konser karena Isinya Orang Mabuk, Adu Pukul, terus Ricuh! dan laporan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version