MOJOK.CO – Semarang tidak seromantis bayanganmu. Apalagi bagi orang-orang yang nggak kuat menahan penderitaan dan malas dengan kinerja pemerintah.
Semarang sama sekali bukan kota yang romantis. Ibarat makanan, silakan kamu menambahkan kecap secukupnya. Yang akan kamu rasakan hanya manis di awal, tapi akan banyak pahit, asam, dan asin di ujungnya.
Realita hidup di ibu kota Jawa Tengah tidak seromantis bayanganmu. Nuansa klasik dan vintage yang menguar dari gedung kuno lokawisata bukanlah wajah Semarang yang sesungguhnya. Ia hanya fasad untuk menutupi jerawat-jerawat kota.
Apalagi kalau bicara julukan Venetie van Java, yang maknanya Venesia dari Jawa, satu kota apung yang beken akan keelokan kanal sungainya. Julukan itu rasa-rasanya ada untuk meledek Semarang, yang kebetulan langganan banjir.
Maaf saja. Sebagai orang yang lahir-besar di kota ini, saya harus katakan kalau ekspektasimu ketinggian. Semarang bukan kota untuk semua orang. Sehingga, saya akan jabarkan 10 tipe yang sekiranya nggak cocok dengan gaya hidup serampangan. Eh, gaya hidup Semarangan maksud saya.
#1 Kamu yang nggak tahan hidup sama banjir dan rob
Huru-hara banjir bagi warga Semarang saban hari digosipkan selayaknya artis ibu kota. Mau banjir yang biasa-biasa saja atau sampai yang spektakuler, kami sedia semua topik.
Tiap tahun, kami yang menghuni kawasan rawan banjir, harus segera menata hati tatkala hujan deras mengguyur.
Pertama, siapkan mental sebelum menerjang banjir beserta sampah-sampahnya. Kedua, amankan secepat mungkin barang berharga dan elektronik. Kalau nggak, taruhannya cuma dua; barang hanyut terseret arus atau nyawa luput tersengat listrik.
Penduduk di daerah pesisir tak kalah malang nasibnya. Banjir rob acap datang untuk menghantui “kuda besi” mereka. Minimal, bisa bikin rangka eSAF yang problematik itu semakin gampang potek.
Gimana, kamu tipe orang yang legawa ke tempat cuci steam sering-sering atau ketemu ikan terdampar di lantai rumah? Tentukan pilihanmu!
#2 Kamu yang nggak mau ketimpa longsor khas Semarang
Memisahkan banjir dan tanah longsor di Semarang itu pekerjaan yang sulit. Ketika penduduk Semarang bawah, wilayah dataran rendah dan pesisir, menghadapi prahara banjir dan rob, penduduk bagian atas rutin bersua dengan potensi tanah longsor.
Sejak awal tahun ini, terhitung sudah belasan tanah amblas. Korbannya beraneka rupa. Ada motor yang tenggelam di bawah longsoran, sampai yang paling apes, ada rumah yang kejeblos sedalam 12 meter.
Apakah tipe jantungmu masih suka mak tratap melihat rumah berubah jadi sumur? Jika iya, mending kamu menepi ke kota lain saja.
#3 Kamu yang uangnya pas-pasan untuk membeli atau menyewa hunian di kawasan bebas banjir dan longsor
Bagi warga Semarang, hunian yang nirbencana lebih berharga dari setumpuk barang mewah. Cukup dengan nggak kebagian jatah banjir dan longsor aja sudah bikin warga 7 kecamatan iri.
Ini sama sekali bukan hiperbola! Tujuh kecamatan yang langganan banjir itu ada Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Tugu, Semarang Utara, Semarang Barat, dan Semarang Timur. Apalagi masih ada kawasan rawan longsor yang belum saya absen.
Dengan sempitnya wilayah yang bebas bencana, harga beli/sewa tanah dan properti melonjak gila-gilaan. Nominalnya langsung menusuk hati dan dompet kaum masyarakat menengah. Masih sayang rupiahmu, kan?
#4 Kamu yang enggan kulitnya gosong kena sengatan matahari Semarang
Suhu panas di ibu kota Jateng ini sudah kelewat istimewa. Saya saja bosan melihat berita yang “mengolok-olok” Semarang sebagai salah satu kota terpanas di Indonesia.
Karena bagi saya, tanpa perlu kalian mewartakan, kulit yang belang-belang ini sudah jadi buktinya. Sebagian kulit gosong tersengat langsung matahari, sebagiannya lagi “memutih” tertutup pakaian rapat.
Sedikit cerita. Saya pernah lupa pakai jaket saat berkendara motor di siang hari. Saya yang kewalahan sama panasnya, berkelakar dengan sepupu yang lagi menyetir, “Bro, kalau Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum, berarti Bumi Semarang lahir ketika Batara Surya lagi cemberut!”
#5 Para jomblo yang suka menangis di tengah hujan
Untuk para jomblo yang patah hati diputusin HTS-nya, jangan pernah hujan-hujanan di Semarang. Sebab, bukannya keliatan (sok) edgy, kamu malah dicap cari mati.
Jomblo asli Semarang bakal mikir puluhan kali sebelum menerobos hujan. Mending kamu mencari teduhan dan menunggu hujan reda dengan sabar karena cuaca di sini terlalu ekstrem!
Risiko menerjang adalah kamu akan kena demam, masuk angin, flu, atau penyakit sejenisnya. Sebab, cuaca yang kadang lebih labil dari maunya pacar (oh ya, segmen ini khusus jomblo) memaksa tubuhmu beradaptasi dengan perubahan suhu yang dramatis. Alhasil, kamu merasa lemas dan terkapar secara mengenaskan di kasur.
#6 Kamu yang biasa jalan kaki dengan aman
Satu ini nggak usah saya jelaskan panjang lebar. Pokoknya, fasilitas untuk pejalan kaki di Semarang itu kayak sampah!
Di pusat kota, kondisi trotoarnya sangat memprihatinkan. Sudahlah sempit, nggak terurus, bahkan ada lubang bekas galian proyek seukuran 2 manusia dewasa, yang nggak ditutup atau dipagari. Asli, bener-bener plong. Ini ceritanya mau bunuh orang apa gimana?
Dari saya masuk SMA sampai lulus kemarin, nasib lubang itu masih seperti sediakala. Apa harus nunggu korban sampai pihak berwenang turun tangan? Kalian bisa membuktikan keotentikan uneg-uneg saya di trotoar Jalan Kapten Piere Tendean.
#7 Penumpang setia bus kota yang mengharap fasilitas sebagus Jakarta
BRT Trans Semarang kini menjelma transportasi umum dalam kota favorit warga lokal. Tapi, apakah otomatis aman dan nyaman? Eits, tunggu dulu.
Bus satu ini sudah beken akan lajunya yang ugal-ugalan, nekat, dan bikin resah pengguna jalan. Rasa-rasanya, saya makin dekat dengan Tuhan setiap naik bus ini.
Di jam sibuk, kamu harus sikut-sikutan untuk berjuang masuk dan berimpit-impitan. Ini masih mending, lah. Yang paling kacaunya, kalau nggak kebagian tempat di jalur tertentu, kamu bakal diminta menunggu 30 menit sampai bus berikutnya datang. Benar-benar menyalahi rapid transit-nya, ya.
#8 Pengendara yang merasa emak-emak adalah raja jalanan
Kamu tipe orang yang menghindari bentrok dengan emak-emak bermotor di jalanan? Santai, itu mitos kalau di Semarang! Raja jalanan asli yang harus kamu hindari adalah sopir BRT dengan segenap kenekatannya.
Ada celah sempit di antara 2 mobil? Trabas! Lampu lalu lintas baru hijau sedetik? Klakson! Ruas jalan yang ramai itu bisa bubar seketika kalau ketemu raja jalanan ini.
#9 Kamu yang suka mangkel sama kinerja Pemkot Semarang
Dengan segala keluh-kesah tadi, kamu masih belum kesal sama Pemkot Semarang? Saya acungi jempol! Kamu termasuk spesies langka!
Tapi, buat kamu yang gemes lihat Pemkot yang sibuk ngurus pompanisasi di musim banjir, padahal yang bermasalah itu drainasenya, selamat! Kamu bisa jauh-jauh dari Semarang sebelum dibuat mati kesal.
#10 Anda yang lebih rentan stres dan jatuh sakit
Ingat, kesehatan itu nomor satu! Jangan sampai carut-marutnya Kota Semarang bikin kamu stres dan jatuh sakit.
Pandai-pandailah menakar kebugaran tubuhmu sendiri. Kalau kamu merasa jelmaan dari “otot kawat tulang besi”, jangan pernah kapok untuk tinggal di Semarang. Tapi, kalau kamu merasa nggak kuat, silakan menepi ke kota lain yang fasilitasnya tidak kalah mengenaskan dengan kota yang menakjubkan ini!
Penulis: Bondan Attoriq
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Anak SD Dibonceng Bapaknya Berhenti di Lampu Merah Kalibanteng Semarang, Pas Hijau Udah Lulus SMP dan gagasan menarik lainnya di rubrik ESAI.