Barusan saya tonton lagi video YouTube itu. Bila diminta memberinya judul, saya akan tulis begini: “Seorang dosen mendengarkan mahasiswinya yang basah kuyup bercerita tentang kisah cinta yang putus, dan inilah yang terjadi…”
Kisahnya dimulai ketika sang dosen mendengarkan cerita mahasiswinya yang habis menembus hujan demi menghadiri kelas. Itu kejadian lama, tahun 1978, dosen itu menceritakannya ketika nyaris seluruh rambut di kepala dan wajahnya sudah memutih. Si gadis curhat di kelas mengenai hubungan dengan kekasihnya. Dari sana diskusi berkembang, membahas bagaimana orang menggambarkan situasi hubungan asmara mereka. Khususnya, kiasan apa saja yang mereka gunakan untuk kisah cinta yang putus itu.
Walhasil, pria dengan brewok putih itu, George Lakoff, menemukan sesuatu yang akan menentukan kariernya. (Eh, karena cerita si gadis, ia menjadi salah satu ahli metafora yang disegani dunia.) Tapi ceritanya kita singkat saja. Dari diskusi itu, Lakoff melihat satu hal menarik: metafora-metafora yang dipakai untuk menjelaskan situasi hubungan percintaan ternyata punya pola tertentu. Saking konsistennya, pola itu “nyaris seperti peta matematika saja,” katanya.
Coba lihat deretan potongan kalimat ini: “…hit dead-end street” (menemui jalan buntu), “at cross road” (sedang di persimpangan), “…long bumpy road” ([sedang melewati] jalan yang panjang dan berbatu), “we spinning our wheel” (roda berputar, kendaraan tidak bergerak), “…off the track” (keluar badan jalan) atau “go in different direction” (terpisah arah tujuan). Semua mengandaikan hubungan asmara sebagai sebuah kendaraan yang tengah bepergian, dalam perjalanan menuju satu tujuan. Dua sejoli yang memadu kasih menjelma sepasang pengelana. Cinta adalah perjalanan.
(Bagi kalian yang tertarik, silakan tonton kuliah Pak Lakoff ini)
Bagaimana dengan cinta di Indonesia? Saya agak terkejut juga ketika iseng menerjemahkan potongan-potongan kalimat di atas. Menggunakan kiasan perjalanan sangat sulit untuk menjelaskan hubungan asmara dalam bahasa Indonesia. “Hit dead-end street” atau “at cross road”, di Indonesia lebih mudah kalau diartikan sebagai kekasih yang sedang galau menghadapi keretakan hubungan. Sedangkan “long bumpy road” atau “spinning our wheel”, gampangnya, sepasang kekasih sedang berjuang mempertahankan hubungan supaya tidak putus. “Off the track” atau “go in different direction” dalam bahasa Indonesia artinya jelas: putus cinta.
Bisa lihat kan, bedanya?
Baiklah, kalau masih kurang jelas, mari kita lihat frasa-frasa yang sudah sangat akrab bagi kita semua: putus cinta, patah hati, hati hancur dan kawan-kawannya. Apa yang dilakukan kata-kata yang menempeli kata cinta dan hati itu?
Kata ‘patah’ mengubah cinta menjadi sebatang kayu atau balok, sementara ‘putus’ mengingatkan kita akan tali atau jembatan, sedangkan ‘hancur’ atau ‘remuk’ membuat kita membayangkan rusaknya benda seperti batu, porselen atau batok kepala.
Kalau begitu, setidaknya dalam keseharian kita, cinta dibayangkan sebagai penyatuan sesuatu yang sebelumnya terpisah untuk kemudian mengeras, memadat, menjadi satu benda padat. Kita pun sering menemukan keterangan seperti “seiring berjalannya waktu” untuk menggambarkan proses memadat itu. Sebaliknya, bila hubungan asmara terhenti, berarti benda padat itu rusak, bisa dengan cara patah, putus atau hancur, bergantung jenis benda padatnya.
Kesimpulan sementara: para kekasih adalah partikel terpisah yang sedang menyatu, hubungan percintaan adalah proses pemadatan partikel yang sedang menyatu itu. Cinta adalah benda padat.
Tentu ada banyak cara menafsir perbedaan ini. Tapi saya cenderung bilang begini: bila di budaya penutur Inggris, cinta diandaikan sebagai perjalanan menuju satu tujuan bersama, di Indonesia tujuannya adalah penyatuan itu sendiri.
Bila cinta—benda padat itu—terputus, patah, hancur atau remuk, lazimnya kita sering melihat ada dua pilihan: diperbaiki lagi atau dibiarkan terpisah untuk mencari pasangan masing-masing. Artinya mengulang lagi proses penyatuan entah dengan pasangan baru atau yang sama. Penyatuan (kembali) selalu menjadi tujuan.
Jadi, kawan-kawan, jangan khawatir. Karena bagi kita cinta bukan sebuah perjalanan, kita memang tidak perlu berusaha move on dari putus cinta.