MOJOK.CO – Prabowo akan memangkas anggaran perjalanan dinas ASN hingga Rp20 triliun. Inilah yang akan terjadi ketika instruksi Presiden itu mulai berlaku.
Pemangkasan anggaran perjalanan dinas ASN kembali menghangat. Hal ini seiring dengan turunnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Bapak Presiden Prabowo menyebut bahwa pemangkasan 50% anggaran perjalanan dinas dapat menghemat hingga Rp20 triliun.
Angka Rp20 triliun jelas fantastis. Nilai segitu pernah disebut oleh Menteri HAM sebagai kebutuhan kementerian. Angka Rp20 triliun juga jauh di atas anggaran banyak Kementerian/Lembaga. Misalnya seperti Badan Pusat Statistik (4,6 triliun), Kementerian Perindustrian (2,5 triliun), Badan Narkotika Nasional (2,4 triliun), hingga Perpustakaan Nasional (721 miliar).
Anggaran perjalanan dinas ASN memang urusan sensitif
Urusan ASN dan perjalanan dinas itu memang sensitif untuk netizen yang budiman. Citra perjalanan dinas ASN itu kayaknya buruk benar. Sepertinya semua perjalanan dinas itu adalah ke Bali atau Lombok untuk kegiatan yang tidak benar-benar berguna.
Di sisi lain, perjalanan pegawai Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Ambon ke Pulau Buru juga merupakan perjalanan dinas. Perginya pegawai Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Kalimantan Tengah dari Palangkaraya ke Kabupaten Katingan pun termasuk perjalanan dinas. Perjalanan pegawai Kantor Pertanahan di Kepulauan Sangihe ke Kota Manado tergolong perjalanan dinas pula.
Mungkin ada baiknya kita mengupas soal komposisi biaya perjalanan dinas itu. Tujuannya untuk memberi gambaran perihal aliran uang yang sering dianggap “dimakan” sama ASN semua itu.
Aturan umumnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2024. Isinya tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2025. Peraturan semacam ini nongol setiap tahun sebagai landasan untuk pembayaran.
Bongkar komponen anggaran perjalanan dinas ASN
Komponen anggaran perjalanan dinas ASN sendiri pada dasarnya terdiri dari biaya transportasi, uang harian, dan biaya penginapan. Ini untuk sesuatu yang disebut perjalanan dinas biasa.
Ada juga yang orang sering lihat sebagai rapat di hotel itu. Komponennya uang harian paket meeting, biaya paket meeting itu sendiri, dan biaya transportasi.
Sebagai contoh, untuk anggaran perjalanan dinas ASN yang kerja di Sofifi ke Pulau Taliabu misalnya, akan memperoleh uang harian Maluku Utara sebesar Rp430.000 sehari. Kita patut mengingat bahwa ketika melakukan perjalanan dinas, ASN tidak menerima uang makan.
Pemenuhan uang makan dialokasikan dari uang harian ini. Transportasi di dalam kota tujuan untuk perjalanan dinas juga masuk ke bagian ini, termasuk dalam hotel ke lokasi kegiatan dan sebaliknya.
Oya, saya perlu menggaris bawahi contoh perjalanan Sofifi ke Taliabu ini karena pernah memperoleh kisah dari pegawai suatu instansi vertikal. Jika mereka dari ibu kota Maluku Utara mau ke Pulau Taliabu untuk melakukan tugas, harus lewat Banggai alias mlipir ke Sulawesi Tengah dulu.
Sederhananya, uang beberapa ratus ribu yang disebut di atas bukan uang yang dibawa pulang ASN. Banyak kisah, terutama di tempat-tempat yang membutuhkan transportasi mahal di dalam kabupaten, mengarah pada nomboknya anggaran perjalanan dinas ASN.
Sesuai ongkos
Adapun untuk komponen transportasi, semuanya bersifat at cost atau sesuai ongkos. Nah, uang pada elemen ini tentu langsung masuk ke maskapai, bus, sewa mobil, taksi, hingga kapal.
Demikian pula dengan komponen penginapan. Pemerintah membayar langsung ke penyedia penginapan. Jadi, misalnya untuk golongan ASN umbi-umbian yang menginap di Pulau Taliabu, batas maksimal biaya penginapannya adalah Rp654 ribu per malam dan seluruhnya langsung ke hotel. Kalau harganya Rp300 ribu, ya bukan berarti mereka akan dapat selisihnya.
Kemudian kita masuk ke paket meeting. Ada komponen uang harian fullboard yang mencakup makan siang, makan malam, penginapan, dan makan pagi hari berikutnya.
Misal kita ke Bali ikut acara dan kita adalah ASN umbi-umbian, harga maksimal yang kita bayar ke hotel adalah Rp1.419.000. Semuanya dibayar ke hotel. Di samping itu ada yang disebut uang harian fullboard senilai Rp130.000.
Simulasi
Supaya lebih sederhana, mari kita simulasikan anggaran perjalanan dinas ASN dari Jakarta. Misal, rumahnya di Pondok Rajeg dan mau ke Bali untuk mengikuti rapat di hotel. Karena anggaran perjalanan dinas ASN terbatas, maka dia tidak bisa berangkat sehari sebelumnya serta harus penerbangan pagi buta.
Subuh, dia jalan dari Depok ke Cengkareng dan habis ongkos taksi sekitar Rp320 ribu. Nah, standar biaya menyebut bahwa batas maksimal taksi Jakarta kalau berangkat tidak dari kantor adalah Rp256 ribu. Artinya, di pagi hari yang belum tentu indah itu dia sudah nombok Rp64 ribu.
Tiket pesawat senilai Rp3.262.000 PP tentu menjadi hak maskapai. Sesampainya di Bali, dia naik taksi menuju lokasi kegiatan. Batas atasnya adalah Rp243 ribu dan sebutlah dia habis Rp200 ribu. Kemudian dia ikut acara dan memperoleh uang harian Rp130 ribu selama 3 hari.
Berapa yang dibawa pulang?
Dengan kondisi tersebut, untuk membiayai satu umbi-umbian, negara telah menghabiskan Rp3.262.000. Uang ini mengalir ke maskapai atas jasa transportasi yang diberikan, Rp256 ribu kali 2 untuk perusahaan taksi guna membayar transportasi dari dan ke bandara Cengkareng, Rp200 ribu kali 2 untuk taksi bandara di Bali, Rp1.419.000 kali 2 malam kegiatan yang tentu dibayarkan ke hotel, serta 3 kali Rp130 ribu untuk uang harian fullboard.
Total jenderal, negara membuat anggaran perjalanan dinas ASN senilai Rp7.402.000 untuk mengongkosi seonggok umbi-umbian dari Jakarta ke Bali guna melakoni rapat di hotel selama 3 hari 2 malam. Angka ini tentu berbeda seiring naiknya level dari pelaku perjalanan dinas. Semakin pejabat, semakin mahal.
Dari Rp7 juta itu, berapa yang masuk ke kocek si umbi sebagai uang tunai? Rp390 ribu rupiah alias 5% saja. Kalau menghitung dia nombok sekitar Rp64 ribu dikali 2, berarti dalam 3 hari ke Bali dia berhasil membawa pulang uang tambahan sejumlah 262 ribu rupiah.
Tidak bisa menikmati perjalanan dinas
Anggaran perjalanan dinas ASN semacam ini memang lazim. Waktu saya masih kerja di pabrik obat juga ada uang pegangan dari kantor.
Secara proporsional, uang paling banyak mengalir ke maskapai, hotel, dan perusahaan taksi. Artinya, yang paling mungkin akan terdampak pada efisiensi anggaran perjalanan dinas ASN adalah ketiga sektor ini. Sejauh saya mengenal beberapa orang ASN, perjalanan dinas bukan lagi hal yang mereka nikmati dengan berbagai alasan.
Satu kisah yang pernah saya dengar adalah adanya fullboard di Bali sampai Sabtu. Waktu itu, uang harian fullboard masih sekitar Rp150-Rp160 ribu sehari.
Nah, dia adalah tipe keluarga yang tidak punya pengasuh menginap dan kebetulan pasangannya juga bekerja di kala Sabtu. Jadilah mereka harus melemburkan pengasuh balik-hari dengan harga Rp170 ribu. Lagi-lagi nombok.
Percayalah, perjalanan dinas tampak cuan besar itu dampak dari pola lama. Saya ingat pernah bertugas di daerah Nias dan bersua orang di salah satu dinas pada 2008.
Saat itu, dia bercerita soal boarding pass Garuda tapi naik Mandala serta menginap di tempat yang murah demi mencari (((sisa penderitaan))). Publik kebanyakan masih berpikir soal pola lumpsum ketika diberikan sekian juta lalu bisa ada sisanya. Padahal, di era at cost alias sesuai tagihan, suasananya sudah jauh sekali berbeda.
Kita memang tidak bisa memungkiri masih banyak fraud di anggaran perjalanan dinas ASN. Tiga orang datang membawa lebih dari 3 Surat Perintah Perjalanan Dinas alias SPPD adalah hal yang masih terjadi. Model begini memang bikin resah para pegawai yang perjalanannya benar-benar capek.
Ngomong-ngomong, sekitar 10 tahun silam, ada pembatasan rapat di hotel oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kebijakannya lantas tidak bertahan lama karena ternyata ada elemen yang berteriak…
… dan kebetulan yang berteriak bukanlah para pegawai negeri itu.
Penulis: Alexander Arie Sadhar
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 8 Dosa Besar PNS ketika Melakukan Perjalanan Dinas dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.