Satu Kata untuk Skandal Pengoplosan Pertalite Jadi Pertamax oleh Dirut Pertamina Patra Niaga: Bajingan!

Pertamina Busuk Oplosan Pertalite Jadi Pertamax Itu Bajingan MOJOK.CO

Ilustrasi Pertamina Busuk Oplosan Pertalite Jadi Pertamax Itu Bajingan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COKemarahan kepada Dirut Pertamina Patra Niaga, yang mengoplos Pertalite jadi Pertamax ini sudah memuncak. Maka, ada satu kata untuk mereka: Bajingan!

Susah betul untuk mencoba berpikiran positif pada pemerintah. Belum kering ludah yang terbuang, sudah ada gebrakan yang mempecundangi rakyat. Baru sejenak kita mengernyitkan dahi karena Danantara, kini muncul skandal pengoplosan Pertalite jadi Pertamax oleh Dirut Pertamina Patra Niaga.

Tidak main-main. Ada potensi korupsi dengan pengadaan BBM kualitas rendah untuk dijual sebagai BBM kualitas tinggi. Ini bukan perkara melarikan uang rakyat saja. Dari kepercayaan sampai kendaraan kita dirusak oleh kongkalikong bajingan petinggi PT Pertamina Patra Niaga dan PT Kilang Pertamina Internasional.

Kali ini, marah sangat wajar! Bahkan ketika kita mencoba berbaik hati menolak subsidi, para bajingan ini mengencingi dengan bensin busuk! Wajar juga jika saya bertanya: masih adakah harga diri di hati mereka yang kita percaya ini?

Tekan subsidi, dorong kebohongan

Belum lama ini, muncul wacana lama perkara penghapusan subsidi BBM. Dalam acara Economic Outlook 2025, Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan penghapusan subsidi dan menerapkan BBM satu harga pada 2027. Langkah mengerikan ini dianggap membantu pemerintah menghemat anggaran serta mengurangi ketergantungan pada BBM impor.

Sebenarnya wacana penghapusan BBM ini bukan hal baru. Entah berapa kali wacana ini berembus. Tentu saja dengan penolakan keras dari rakyat.

Sudah banyak cara dilakukan pemerintah untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi. Dari melarang pengecer menjual BBM subsidi, sampai Pertashop yang mulai bangkrut di sana-sini. Belum lagi edukasi manfaat BBM non-subsidi seperti Pertamax yang punya kualitas lebih baik. Dari lebih hemat sampai merawat mesin.

Silakan Anda tarik nafas sejenak. Pasti hati Anda bergejolak. Wacana di atas terlihat dungu ketika skandal pengoplosan Pertamax ini mencuat.

Segala ajakan (dan paksaan) pemerintah untuk mengonsumsi BBM non-subsidi kini mentah. Janji bahan bakar berkualitas terlihat sebagai kebohongan belaka. Mimpi mendapatkan BBM berkualitas sembari membantu negara berhemat diwujudkan dengan mengoplos Pertalite jadi Pertamax dan korupsi Rp100 triliun lebih.

Baca halaman selanjutnya: Dirut Pertamina Patra Niaga memang bangsat!

Argumen Pertamina yang setengah matang

Tentu saja Pertamina langsung memberi pernyataan bantahan. Terutama untuk menenangkan dan menjaga kepercayaan rakyat. Mereka berargumen bahwa masyarakat tetap mendapat Pertamax sesuai spesifikasinya.

Perwakilan Pertamina menyatakan bahwa mereka mendistribusikan BBM sesuai kualitasnya. Mereka juga menegaskan bahwa persoalan di Kejaksaan Agung bukanlah perkara oplosan, melainkan pembelian impor Pertalite dan Pertamax. Pertamina menekankan bahwa isu pengoplosan BBM ini adalah disinformasi.

Jika memang ini disinformasi, maka saya balik bertanya: untuk apa korupsi impor BBM RON 90 ini? Ke mana perginya BBM RON 90 yang dibeli seharga RON 92?

Logika sederhana ini jelas menggelitik saya. Jika kualitas BBM kita terjaga, harusnya korupsi pembelian BBM impor ini sudah terlacak jauh-jauh hari. Tidak mungkin BBM kualitas rendah bisa terbeli dengan harga lebih tinggi.

Sepertinya Pertamina belum merasa perlu memberi pernyataan lebih detail. Mungkin logika sederhana saya tidak dipandang perlu untuk diluruskan. Pertamina menganggap ketakutan dan kemarahan kita bisa diredakan dengan argumen setengah matang.

Mungkin tidak ada urgensi untuk transparan pada rakyat. Meskipun rakyat kecewa dan marah.

Mengoplos Pertalite jadi Pertamax itu melecehkan rakyat

Saya jadi teringat ketika Pertalite muncul sebagai pengganti Premium. Pernah ada isu bahwa Pertalite tidak lebih dari oplosan Premium dan Pertamax. Pertamina langsung menepis isu ini. Saat itu juga muncul imbauan agar tidak mencampur Premium dan Pertamax.

Ada juga imbauan dari Pertamina untuk tidak menambahkan zat aditif pada bahan bakar. Kebetulan banyak produk bertajuk “Octane Booster” yang beredar. Aditif untuk menaikkan nilai oktan ini disebut berpotensi menimbulkan kerusakan pada kendaraan.

Melihat realitas hari ini, saya harus berteriak “bajingan” di depan SPBU. Apa yang dulu menjadi isu menakut-nakuti kita ternyata dilakukan para penggede Pertamina. Apa yang dulu menjadi ancaman malah diwujudkan sebagai skandal yang merugikan negara ratusan triliun.

Kok bisa ya para bedebah itu kepikiran hal sejahat ini. Mereka yang mengimbau, mereka yang berkhianat. Belum lagi dengan akrobat penghapusan BBM bersubsidi.

Saya pantas untuk marah. Sebagai konsumen BBM non-subsidi, saya jelas merasa ditipu. Tujuan saya memakai Pertamax ada 3, yaitu agar mesin lebih bersih dan terawat; mengurangi konsumsi subsidi (meskipun saya merasa masih layak menerima), dan; malas antre. 

Ada satu alasan tambahan, yaitu kebanggaan. Saya sedikit merasa bangga ketika Honda Blade 110 karbu terisi Pertamax sampai full tank. Sedangkan barisan motor matik injeksi keluaran baru menanti jatah Pertalite. Tapi, kebanggaan saya ini malah terlihat tolol. BBM yang saya terima sama busuknya dengan mereka!

Alasan pertama dan kedua jelas dipecundangi dengan BBM oplosan Pertalite jadi Pertamax. Untuk apa saya rela membayar lebih mahal demi BBM ampas? Ngapain saya menolak subsidi jika yang diterima sama saja? 

Kalau seperti ini, untuk apa saya dan Anda harus percaya pada Pertamina Patra Niaga dan pemerintah? Betul, untuk dikencingi dengan berbagai kebohongan dan kecurangan lagi!

Pertamina tidak lagi gelap! Tapi rungkad!

Saya harus menarik nafas panjang sebelum melanjutkan tulisan ini. Sesak sekali dada ini setelah dihantam realitas perkara oplosan Pertalite jadi Pertamax oleh Dirut Pertamina Patra Niaga. Kesombongan luntur. Ketakutan menghantui. Kekecewaan membuncah. Dan kemarahan meledak.

Mungkin kita sudah kenyang dengan segala kebohongan dan kecurangan pemerintah. Namun di masa seperti ini, pemerintah masih menunjukkan kejahatannya. Ketika kita sepakat dengan #IndonesiaGelap, mereka malah menunjukkan jati dirinya.

Bukan lagi gelap. Tapi culas, jahat, dan kejam. Firaun saja harus sungkem dan minta insight pada pemerintah Indonesia.

Dengan kasus pengoplosan Pertalite jadi Pertamax oleh Dirut Pertamina Patra Niaga, sempurna sudah runtuhnya kepercayaan kita. Bagaimana kita bisa percaya pada Danantara dan transparansi Makan Bergizi Gratis? 

Mau percaya pada investasi IKN? Apakah kita bisa percaya pada semua yang dikerjakan pemerintah? Ketika BBM non-subsidi, sesuatu yang kita bayar penuh, dioplos!

Entah berapa banyak lagi kejahatan pemerintah yang harus kita tanggung. Entah berapa lama kita bertahan untuk dikangkangi mafia dan koruptor. Namun satu yang pasti, sabar ada batasnya! Sabar sabar Ndhasmu!

Penulis: Prabu Yudianto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA MyPertamina dan Logika Aneh Pertamina: Nggak Peka Kehidupan Rakyat Kecil! Dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version