Persebaya Surabaya Menjadi Saksi Tergerusnya Theatre of Mind di Era Digital

Radio, bersama berkembangnya dunia digital, masih sangat relevan dan semoga bisa terus eksis mengudara. Termasuk menyiarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan sepak bola.

Persebaya Surabaya Menjadi Saksi Tergerusnya Theatre of Mind di Era Digital MOJOK.CO

Ilustrasi Persebaya Surabaya Menjadi Saksi Tergerusnya Theatre of Mind di Era Digital. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COKini kita tak bisa lagi menikmati pertandingan Persebaya Surabaya lewat siaran radio RGS. Pesona masa-masa itu sudah habis dan zaman menjadi pelaku utamanya.

Suatu sore sekira tahun 1988, beberapa orang berkerumun di ruang tamu sebuah rumah di Surabaya. Sore itu, Persebaya, yang merupakan tim sepak bola kebanggaan Kota Surabaya bertanding melawan musuh bebuyutannya, PSIS Semarang, di Stadion Gelora 10 November. 

Mereka sengaja berkumpul bersama tetangga dan sanak famili untuk mendengarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan Persebaya melawan PSIS. Stasiun radio itu adalah Radio Gelora Surabaya (RGS). Dengan seksama, mereka menyimak laporan pandangan mata dari reporter-reporter RGS yang secara bergantian memandu jalannya pertandingan.

Suara reporter RGS itu menjadi favorit bagi sebagian warga Surabaya dan sekitarnya, khususnya penggemar sepak bola. RGS yang berkantor dan berstudio di salah satu ruangan Stadion Gelora 10 November selalu menyiarkan setiap laga-laga yang dihelat di stadion itu, terutama Persebaya dan NIAC Mitra. 

Bahkan, dari pengakuan Darmingsih, RGS sudah menyiarkan reportase sepak bola sejak 1969 kala Radio Pengurus Besar (PB) PON VII yang jadi cikal bakal RGS mulai mengudara. Darmingsih, yang akrab disapa Darmi, adalah penyiar RGS sejak 1969 hingga 2003.

Radio, pernah menjadi kawan terbaik untuk menikmati sepak bola

Sekitar era 1990-an, hampir semua orang mendengar siaran langsung pertandingan sepak bola dari radio, termasuk suporter Persebaya Surabaya. Lebih-lebih, pada masa itu, siaran streaming atau aplikasi berbayar sangat jarang. 

Televisi sendiri juga sangat jarang menyiarkan pertandingan sepak bola. Oleh sebab itu, radio menjadi satu-satunya pilihan masyarakat untuk mengetahui hasil dan jalannya pertandingan sepak bola.

Pendengar seolah dibawa ke arena dan seolah-olah menyaksikan langsung pertandingan dengan atmosfer Stadion Gelora 10 November kandang Persebaya Surabaya. Padahal, pendengar tidak tahu di mana bola berada, seberapa jauh bola melenceng dari gawang, dan seperti apa suasana di lapangan. 

Tetapi, otak kanan para pendengar merespons dengan cepat ketika reporter RGS memberi laporan pandangan mata. Pendengar, dengan imajinasinya, seolah bisa menggambarkan apa yang terjadi di dalam stadion.

Baca halaman selanjutnya….

Imajinasi yang muncul dari sebuah laporan radio

Persebaya Surabaya dan theatre of mind 

Kosakata hiperbola hingga nada bicara yang dipercepat dengan memainkan intonasi kerap diucapkan oleh penyiar radio. Seorang penyiar dan reporter radio wajib memahami konsep theater of mind, yakni panggung pikiran dalam menyampaikan materi siaran sehingga pendengar bisa membayangkan setiap kata demi kata yang keluar dari mulut para penyiar atau reporter. Imajinasi yang berbeda dari para pendengar menjadi bagian dari theater of mind dalam radio.

Ketika reporter radio memberikan reportase perayaan gol Persebaya Surabaya, pendengar bisa menginterpretasikan informasi tersebut dengan berbagai sudut pandang. Imajinasi pendengar bergerak liar menembus awang-awang membayangkan apa yang terjadi di lapangan. 

Apakah pemain Persebaya Surabaya saling berpelukan? Pemain berlarian ke sudut lapangan sambil berselebrasi? Ataukah, pemain tim yang kebobolan menunjukkan mimik wajah bersedih atas gol tersebut?

Theatre of mind di radio bermula dari penelitian Hadley Cantril yang berjudul “The Invasion from Mars” pada 1938. Penelitian Cantril ini mengadaptasi siaran radio “The War of The World” oleh Orson Welles. Cantril melihat pendengar radio seolah-olah melihat kejadian nyata tatkala mendengarkan siaran itu. 

Banyak pendengar merasa ketakutan hingga berlarian ke tengah jalan, melajukan mobilnya dengan kencang, dan terlihat panik. Mereka seakan mengalami hal nyata dengan pendaratan makhluk aneh dari Mars di Central New Jersey yang melakukan serangan mematikan kepada penduduk Bumi. 

Penelitian Cantril inilah yang hingga kini dipakai bahwa theatre of mind menjadi salah satu perbedaan radio yang tidak dimiliki oleh media lain. Sama seperti siaran langsung pandangan mata pertandingan sepak bola yang banyak memunculkan imajinasi bagi pendengarnya.

Beberapa penggemar sepak bola masih menganggap siaran langsung di radio masih sangat relevan di era sekarang. Banyak alasan yang dikemukakan. Mulai dari alasan nostalgia, membangkitkan imajinasi, mengatasi kebutuhan update skor dan menikmati jalannya pertandingan saat mereka berada di jalan, hingga alasan inklusivitas dalam siaran langsung pandangan mata. Terutama kepada penggemar Persebaya Surabaya pada khususnya, yang memiliki keterbatasan visual.

Bertarung melawan zaman

Perkembangan zaman membuat peran radio terus terkikis dalam keterlibatannya dalam pertandingan sepak bola. Ketika Persebaya Surabaya berpindah kandang dari Stadion Gelora 10 November ke Stadion Gelora Bung Tomo, RGS tidak ikut berpindah. Oleh sebab itu, mereka tidak lagi menyiarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan Persebaya. 

Terlebih majunya teknologi internet dan kemudahan siaran langsung televisi, pertandingan sepak bola lebih banyak disaksikan masyarakat melalui siaran televisi maupun layanan streaming. RGS pun kini telah mati. Tidak ada lagi radio yang menyiarkan secara langsung pandangan mata pertandingan Persebaya Surabaya, baik saat kandang maupun tandang.

Saat ini, tidak ada radio yang menyiarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan Persebaya Surabaya dari Gelora Bung Tomo (GBT), apalagi ketika bermain tandang. Ada beberapa media radio yang terdaftar di media officer Persebaya untuk melakukan liputan, tapi tidak ada radio yang melakukan siaran langsung. 

Theatre of mind mulai terkikis oleh perkembangan zaman. Kini, orang lebih banyak disuguhkan tayangan langsung melalui siaran televisi atau layanan streaming yang bisa ditonton dari gawai mereka.

Generasi sekarang perlu mencoba sensasi mendengarkan sepak bola lewat suara radio sebelum radio benar-benar tidak pernah lagi menyiarkan secara langsung pandangan mata pertandingan. Atau, bahkan, radio menjadi punah. 

Terlebih sudah muncul wacana dari produsen smartphone untuk menghilangkan aplikasi radio dari produknya. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan pengguna smartphone banyak yang tidak menyadari atau tidak mengetahui jika kalau di perangkat yang mereka miliki terdapat aplikasi radio teresterial.

Namun, radio yang masih terus beradaptasi dengan berbagai macam inovasi memungkinkan pendengar setia Persebaya Surabaya dan radio untuk tidak perlu merasa khawatir terhadap eksistensi radio. Radio, bersama berkembangnya dunia digital, masih sangat relevan dan semoga bisa terus eksis mengudara. Termasuk menyiarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan sepak bola.

Penulis: Rosnindar Prio Eko Rahardjo

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Membedah Tugas Penyiar Radio yang Sering Dibilang Ngemeng doang dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version