Pendukung Habib Rizieq dan Ahok Harus Belajar dari Ms Yeah

Pernahkah Anda menonton salah satu video Ms Yeah? Kalau belum, lekaslah menontonnya. Insya Allah, Anda akan mengalami perasaan campur aduk antara ingin tertawa, tapi kesal, tapi juga takjub berbareng heran. Bagi Anda yang sering menontonnya, Anda sungguhlah termasuk golongan orang-orang yang tabah (tapi juga masokistis).

Ya, selain Gordon Ramsay dengan cuitan berupa komentar-komentar lucunya seputar makanan, ada juga Ms Yeah dengan konsep dan ide masaknya yang tidak biasa: memasak di dalam ruangan kantor. Lebih tepatnya, di meja kerjanya sendiri.

Dalam video-video unggahan youtuber asal Tiongkok ini, jangan harap Anda bisa melihat kompor gas, wajan, atau peralatan dapur lain yang galibnya dipakai untuk memasak. Alih-alih menggunakan peralatan tersebut, Ms Yeah justru lebih senang memanfaatkan berbagai barang di dalam kantor yang diubahnya sedemikian rupa hingga dapat berfungsi sebagai alat masak. Ya, mirip-mirip Tinkerbell gitulah kemampuannya mah. Cuma minus pixie dust.

Contohnya, dia menggunakan dispenser untuk merebus, kipas angin untuk mematangkan barbeque, setrika untuk memasak potongan daging sapi, pot bunga berukuran besar sebagai tungku pemanggang ayam, hingga menggunakan kerangka CPU sebagai alas untuk menggoreng crepes.

Masakan-masakan yang dibuat Ms Yeah juga bukan masakan yang bisa beres dalam waktu singkat. Dia memilih beratraksi dengan memasak menu yang pengerjaannya ditaksir memakan waktu lama. Seperti ikan bakar, ayam panggang, steak, hingga kue ulang tahun. Yang membuat tak habis pikir adalah, kesemuanya itu dilakukan melalui berbagai tahap yang jauh dari kata sederhana, dan membuat diri terdorong membatin: “Beli aja, sih, biar cepet kelar!

Saat hendak memasak ikan bakar, misalnya. Bukannya membeli ikan mentah (atau ikan bakar siap santap via ojek online), dia malah mengawalinya dengan mencari cacing yang kemudian dijadikan umpan untuk memancing ikan. Untuk membuat ayam panggang pun, bahan yang dia beli adalah ayam hidup—yang tentu saja setelahnya dia disembelih. Bukan ayam potong siap masak.

Kalau Decepticon tiba-tiba menyerang Tiongkok dan memorak-porandakan negeri panda tersebut, saya yakin Ms Yeah bakal bisa bertahan hidup lebih lama. Sebab, dia akan membuat apapun yang ada di sekitarnya untuk dijadikan alat penunjang kehidupan, sekalipun itu reruntuhan bangunan.

Kehadiran Ms Yeah dengan video masak nyelenehnya ini saya kira memberikan impuls yang baik ke dalam otak kita. Kelakukannya dalam video itu, minimal dapat merangsang kita untuk menjadi orang yang lebih kreatif dalam berkarya.

Jikalau pendukung Habib Rizieq sering menengok dan menghayati video masak Ms Yeah, saya kira mereka akan lebih termotivasi untuk membuat tulisan status yang lebih menggugah dan variatif, sehingga dibacanya pun akan terasa lebih menyenangkan. Mereka mungkin tidak akan sekadar salin tempel dari status di media sosial sesamanya, kemudian berharap status itu viral hingga tembus sampai 7 juta.

Begitu juga dengan pengirim karangan bunga untuk Ahok tempo hari. Jika para pendukung BTP ini familier dengan video Ms Yeah, mungkin tanda cinta yang mereka kirimkan ke balai kota akan lebih bervariasi, tidak sekadar bunga. Mungkin bisa berupa cokelat, boneka, jaket, daleman, kasur, kulkas, dispenser, magic com, dan barang rumah tangga lainnya. Heeeey… barang rumah tangga juga bisa berarti lambang cinta, lho. Kalau tidak percaya, coba saja tanyakan pada ibu yang menggunakan setrika untuk merapikan baju anak-anaknya (kemudian si ibu akan menjawab sambil lalu: “serah, dah!”).

Ketika kebanyakan orang lebih memilih untuk memasak di dapur—karena di sanalah tempat yang dipercayai kebanyakan orang untuk memasak, Ms Yeah tebal muka untuk memasak di ruang kerja. Dari konsep ini, dapat diambil sebuah pelajaran bahwa menjadi berbeda itu baik-baik saja, bahkan bisa dibilang keren.

Hal ini dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam milampah di media sosial. Ketika orang-orang sibuk membahas satu hal, misalnya, tidak berarti kita harus ikut-ikutan membahasnya agar bisa dianggap ‘normal’ dan melek media sosial. Atau, ketika kebanyakan orang merasa harus segera memilih di kubu mana ia harus berpijak, kita masih berhak untuk tidak melakukan hal yang sama. Toh, menjadi netral itu tidak sama dengan apatis. Dan terutama, tidak tergolong ke dalam perkara dosa.

Saat menyaksikan serangkaian kegiatan memasak yang begitu ribet dan bertele-tele itu, kita juga sesungguhnya sedang dilatih Ms Yeah untuk menahan dan mengendalikan kekesalan. Untuk dapat menikmati semangkuk mi saja, kita diajak untuk melihat perjalanannya yang jauh dari kata singkat.

Kemampuan untuk mengendalikan rasa kesal yang didapat dari sana, nantinya bisa kita gunakan saat menghadapi risakan dari orang-orang yang pemikirannya berseberangan. Semakin sering menonton, Anda semakin tidak akan menjadi orang gampangan. Gampangan tersulut emosi, maksudnya.

Dan yang terpenting, hikmah ini baiknya bisa dirasakan juga oleh teman-teman di media sosial kita yang semakin hari semakin gemar bertikai, memperebutkan siapa yang paling benar—dilihat dari semangatnya, kadang saya berpikir bahwa mereka ini sebetulnya sedang kesurupan. Kalaulah perdebatan ini mereka lakukan di dunia nyata, ingin rasanya saya pegang ubun-ubunnya sambil dibacai mantra “Kaluar siah! Kaluaaarrr!

Jamaah mojokiyah yang sempat saya ajak move on tapi ternyata mojok reborn dan saya gembira untuk meralatnya…

Intinya, pesan-pesan terselubung Ms Yeah lewat video-video masaknya ini—kecuali bagian soal banyak memasak daripada bekerja, saya yakin sangat besar manfaatnya untuk mengubah cara pandang kita agar menjadi lebih bijak dalam menyikapi kehidupan berbangsa dan bernegara di republik Indonesia. Jauh amat saaay!

Tenang, kalau nantinya itu semua tidak terbukti, saya berani potong poni!

Di salon terdekat.

Exit mobile version