MOJOK.CO – Dapat limpahan setelah Vietnam nyerah buat tuan rumah sebelumnya, Indonesia membuktikan saat Pembukaan Asian Games 2018 bahwa negeri ini masih punya kekuatan pada tradisi “the art of kepepet”.
Dua puluh tahun yang lalu, Indonesia mengikuti Asian Games XII di Bangkok dengan terseok-seok. Krisis moneter yang tengah melanda sebagian besar negara di Asia berefek pula pada dana sebesar Rp11,5 miliar yang mulanya dianggarkan untuk mengirim kontingen atlet dari Indonesia namun terpaksa dikebiri menjadi Rp2 miliar.
Saat itu tidak seorang pun berkhayal akan memboyong pesta akbar olahraga se-Asia tersebut ke Indonesia kelak. Situasi politik sedang ngeri-ngerinya. Slogan reformasi menjadi istilah yang semakin akrab terdengar atas nama membangun kembali nasionalisme warga Indonesia. Jika tidak ada jutaan orang yang punya semangat bonek—bondo nekat—rezim otoriter tidak akan berhasil digulingkan.
Dua puluh tahun setelah reformasi, semangat bonek ini kembali solid. Tampak pada komentar-komentar netijen yang sibuk mengorganisir massa di media sosial, seperti “Teman-teman, mari dukung Asian Games dengan bikin lagu Meraih Bintang Via Vallen trending di Youtube malam ini!!! Semangat!!!” (sementara itu, trending nomor satu di Youtube masih diduduki pengakuan Mahfud MD atas prahara Cawapres Indonesia) dan “Teman-teman, ayo terus klik video Via Vallen, target sebelum 18 Agustus kita harus tembus 25 juta views!” (sementara itu, berbagai video reaksi dan cover theme song Asian Games 2018 dari berbagai bahasa muncul dan kebanjiran komentar netijen Indonesia yang sibuk berterimakasih dan memuji-muji).
Begitulah. Kebanggaan meliputi kita tahun ini. Indonesia berbekal kenekatan luar biasa akhirnya kembali menjadi tuan rumah Asian Games setelah menunggu 56 tahun. Apa namanya kalau bukan bonek? Indonesia dipilih karena menyanggupi menggantikan Vietnam yang secara realistis mengatakan tidak siap akibat tekanan dari resesi ekonomi pada 2014.
Mungkin karena Indonesia punya lagu berjudul Piker Keri sehingga melemahnya rupiah secara perlahan dari tahun ke tahun tetap tidak menggoyahkan kenekatan Indonesia. Bahkan, mempercepat perhelatan akbar ini dari 2019 ke 2018 karena yaelah, kita sama-sama tahulah, tahun depan final Liga Adu Bacot Cebong vs Kampret, mana ada yang sempat ngurusin rumput stadion dan nguras kolam renang?
Kenekatan ini tentu saja membuat pentolan-pentolan panitia Asian Games stres. Erick Thohir, salah satu taipan Indonesia, yang awalnya sibuk mengurusi Inter Milan, klub bola yang nasibnya “gitu-gitu aja” belakangan ini, mengucapkan selamat tinggal pada klub tersebut pada 2016 dan beralih ke level tegangan baru, yakni persiapan Asian Games (yang notabene anggaran yang dia minta sebesar Rp8,7 triliun dikabulkan pemerintah hanya sebesar Rp4,5 triliun). Apalagi Pakde Jokowi sudah mewanti-wanti di rapat terbatas Asian Games pada Juli 2017, “… perlu saya ingatkan untuk anggaran tidak dilebih-lebihkan dan juga tidak berlebihan, walaupun persiapan yang kita lakukan harus cepat untuk mengejar waktu yang tersisa.”
Kan Modyar! Bisa-bisa ambyar karena kemrusung. Waktu yang tersisa untuk Indonesia mempersiapkan diri seterhormat mungkin semakin tipis. Berbagai infrastruktur dan venue pun dibangun super kilat dan serius (Itulah kenapa kalean harus memaklumi juga inisiatif brilian Gubernur DKI untuk menutup Kali Item dengan waring yang terkesan praktis dan modis! Itulah kenapa kalean santai sikitlah mendengar LRT di Palembang sempat mogok tiga kali).
Wishnutama sebagai direktur kreatif upacara pembukaan Asian Games pun cenat-cenut. Beberapa kali dalam wawancara ia mengaku hanya punya 1,5 tahun untuk mempersiapkan acara pembukaan Asian Games yang mempertaruhkan rasa gengsi orang se-Indonesia raya yang perlu dipupuk 56 tahun lamanya. Ia membandingkan dengan persiapan upacara pembukaan Olimpiade London 2012 yang panitianya saja dibentuk sepuluh tahun sebelum hari-H berlangsung! Jelas semua orang menanti-nanti 18 Agustus 2018 malam dengan jantung deg-deg-an.
Maka, segalanya dipersiapkan. Termasuk menyuntikkan rasa percaya diri ke berbagai acara bincang-bincang menjelang hari-H Asian Games. Acara belum dimulai tapi panitia optimistis semua kerja keras ini demi tiket tuan rumah Olimpiade 2032. Betapa kita sejatinya kaum bonek yang sungguh berani bermimpi setinggi langit di tengah kemepetan yang ada.
“Kesempatan ada, dari hasil lobi-lobi presiden Dewan Olimpiade Internasional, Thomas Bach, akan datang ke pembukaan Asian Games,” ujar Erick Thohir kalem. Mental pengusaha benar-benar diuji. Itu kenapa tiket pembukaan Asian Games paling murah 750 ribu, demi menunjukkan daya beli warga Indonesia tinggi (yang Alhamdulillah Sold Out menyaingi laris manisnya tiket konser Syahrini yang seharga 25 jeti).
Menpora, Imam Nahrowi bahkan sampai berkomentar begini: “Persiapan kita lebih baik daripada Brazil di Olimpiade 2016. Waktu Olimpiade di Rio De Janeiro dulu, sudah pembukaan tapi masih ada venue yang lagi digarap. Belum siap. Sedangkan Palembang dan Jakarta Insya Allah siap sebelum dimulai. Apalagi venue-venue di Jakabaring Sport City terbaik di dunia dan akhirat!” Ya, bahkan Alex Noerdin mampu membangun venue olahraga yang lebih baik daripada di surga lapis kedua belas.
Upacara pembukaan yang disiarkan secara langsung di sedikitnya 20 negara tadi malam pun berlangsung sukses. Stadion Gelora Bung Karno disulap menjadi panggung pertunjukan yang sangat megah berbentuk pegunungan lengkap dengan air terjun yang besar. Panggung seluas 1.350 meter persegi ini menjari ciri khas yang akan dikenang dunia sebagai panggung terbesar di acara perhelatan olahraga sejenis. Meski kerugiannya, saking besar dan panjangnya panggung berakibat menutupi lapangan berumput yang rumputnya sudah dipindah dan menutup satu sisi tribun penonton yang membuat pemandangan stadion tidak seleluasa biasanya.
Sebanyak 4000 penari tampil dan 1500 di antaranya menyambut penonton dengan tari Saman yang spektakuler. Jumlah ini lebih banyak dari jumlah penari dan aktor dalam pembukaan Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brazil. Beragam tarian, pakaian adat dan lagu daerah menjadi lambang dari kekayaan Nusantara.
Saking kayanya, durasi pertunjukan terasa sangat pendek dan padat. Beberapa penyanyi seperti Rossa dan Fatin Shidqia hanya kebagian tidak sampai dua menit untuk menyanyi di atas panggung. Dan Via Vallen sayangnya kali ini kurang maksimal menyanyikan theme song “Meraih Bintang”, karena begitu tampak lipsync dan sendirian di atas panggung tanpa penari latar yang enerjik ditambah aransemen musik yang sedikit berbeda dari aslinya. Sehingga goyangan penonton se-stadion cukup diwakilkan oleh Jokowi lewat mata kamera.
Jika perlu dibandingkan sekaligus disama-samakan dengan upacara pembukaan perhelatan olahraga akbar lainnya, kita tidak bisa tidak kembali mengingat beberapa acara pembukaan Asian Games dan Olympic di sejumlah negara, seperti penampilan PSY yang membawakan lagu “Gangnam Style” di pembukaan Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, yang harus diakui lebih mampu membuat penonton berjoget daripada penampilan Via Vallen tadi malam.
Akan tetapi, tetap saja, upacara pembukaan Asian Games di Jakarta jauh lebih spektakuler dibandingkan di Incheon yang lebih menyerupai konser para penyanyi ketimbang pesta olahraga. Untuk level kesemarakan kembang api, jelas Asian Games 2010 di Guangzhou, China juaranya. Lha wong, pusat pabrik kembang api raksasa ada di China. Namun kembang api di GBK pun tidak bisa dibilang makcekutik. Berkali-kali kembang api menyala di sekeliling atap stadion.
Untuk teknologi seperti visual mapping, pembukaan Olimpiade 2016 di Rio tampaknya lebih canggih. Namun saya rasa Wishnutama Cs tidak sedang ingin mengeksplor teknologi tersebut lebih jauh karena berkonsentrasi membuat detail panggung yang dihiasi hampir 13 ribu tanaman hidup.
Untuk adegan penyulutan kaldron utama, tentu kita tak akan lupa aksi mendebarkan seorang pendekar tamvan padang pasir menunggangi kuda yang sanggup mendaki tangga tinggi yang curam untuk menyalakan api ke lingkaran raksasa di Asian Games 2006 di Doha, Qatar. Namun, hanya panitia Asian Games 2018 yang memutuskan adegan penyulutan kaldron dilakukan estafet oleh para atlet legendaris yang pernah membuat harum nama Indonesia berkali-kali.
Begitu pun beberapa elemen yang sekilas mengingatkan pada beberapa acara serupa, seperti tarian metalik di penghujung acara Asian Games tadi malam barangkali terinspirasi oleh tarian metalik di pembukaan Olimpiade Rio. Properti gedung-gedung tinggi juga muncul di pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Sochi, Rusia pada 2014. Bedanya, di GBK tadi malam properti gedung didesain kelap-kelip dan tampak sangat modern.
Untuk sesi lagu kebangsaan tuan rumah, Tulus menyanyikan “Indonesia Raya” tanpa iringan musik, mengingatkan pada sesi yang sama di pembukaan Olimpiade 2012 di London. Hanya saja di London sesi tersebut menampilkan paduan suara anak-anak dan mewakili sebagian besar kaum difabel.
Tetapi yang paling berkesan pada acara pembukaan Asian Games tadi malam, yang dijamin tak ada duanya di dunia, sesi pertama yang dibuka oleh orang dari istana yang terpaksa mengendarai motor gede menuju stadion sebagai lokasi acara karena kena macet di jalanan. Sementara detik-detik pembukaan Asian Games sebentar lagi dimulai.
Perjalanan menuju GBK dari istana itu jadi tampak kece sekaligus narsis dalam waktu yang bersamaan. Meski begitu, adegan ini seolah-olah jadi sindiran dari Wishnutama untuk pemerintah karena menggambarkan bagaimana terburu-burunya persiapan Asian Games 2018 ini.
Di sisi lain, adegan ini juga mau tidak mau mengingatkan kita pada adegan Ratu Elizabeth II yang melompat dari helikopter bersama James Bond di pembukaan Olimpiade 2012. Bedanya, ya, bedanya… adegan orang nomor satu se-Inggris Raya itu dipenuhi nuansa film aksi dan unsur komedi-satir khas Inggris sedangkan adegan yang kita punya dengan atraksi moge adalah… “Fiks! Aku pilih dia lagi tahun ini!” pekik ibu saya histeris.