Pak Hidayat Nur Wahid, Ikut Kelas Pemikiran Gus Dur Aja Yuk?

MOJOK.COHidayat Nur Wahid, share potongan video Gus Dur yang seolah terkait dengan kasus bom gereja di Makassar. Antum Gusdurian ya, Pak?

Sehari setelah bom bunuh diri meledak di Gereja Katedral Makassar, potongan video lama Gus Dur mendadak muncul kembali di media sosial. Ramai sekali. Bahkan sempat trending di Twitter.

Video 0:59 detik itu dipotong dari seri film dokumenter “Dateline” berjudul Inside Indonesia’s War on Terrorism yang ditayangkan di jaringan Special Broadcasting Services (SBS), Australia, 12 Oktober 2005.

Saya coba telusuri akun-akun yang menaikkan video tersebut dengan cara sederhana. Klik saja trending topic Gus Dur. Banyak sekali akun-akun dengan followers ribuan hingga jutaan mengangkat video ini.

Beberapa yang saya highlight:

  1. @AidulFa (4k)
  2. @__0k1n9f4t1Ra7a (10.6k)
  3. @FKadrun (19.8k)
  4. @geloraco (224.9k)
  5. @hnurwahid (1.4 juta)

Kelima akun ini memposting atau meretweet video itu berbeda-beda. Saya coba urutkan secara kronologis.

Akun @FKadrun memposting 29 Maret pukul 06.18 pagi. Akun @__0k1n9f4t1Ra7a memposting 29 Maret pukul 08.23 pagi. Akun @geloraco membagikan tulisan terkait video tersebut pada tanggal 29 Maret pukul 11.18 WIB. Di akhir artikel, gelora.co menulis sumbernya mantarsukabumi yang ternyata merujuk pada tweet @FKadrun.

Sementara akun @hnurwahid, akunnya Hidayat Nur Wahid politisi PKS, meretweet akun @AidulFa pada tanggal 29 Maret pukul 14.09 disertai dengan komentar bernada satire.


Akun @AidulFa yang menjadi sumber utama Hidayat Nur Wahid memposting pada hari Minggu 28 Maret pukul 21.22 WIB, beberapa jam setelah bom bunuh diri meledak.

Di bio Twitternya, akun tersebut menulis keterangan sebagai Professor in the constitutional legal studies. Law Faculty of Universitas Muhammadiyah Surakarta @ums .ac.id. Ketika mem-posting ada caption satu kalimat ‘Menarik menyimak penjelasan Gus Dur …’.

Saya sangat penasaran bagaimana video tersebut ujug-ujug diunggah 16 tahun pasca-ditayangkan. Bahkan akun SBS saja sudah menghapusnya dari platform mereka. Saya husnudzon bahwa Pak Hidayat Nur Wahid dan para admin akun-akun tadi sangat mencintai Gus Dur.

Lah piye? Mau komentar saja harus menukil Gus Dur.

Ini berarti mereka lebih Gusdurian daripada Mbak Alissa Wahid, yang sama sekali tidak menggunakan video tersebut untuk menanggapi berbagai kasus teror (piye sih, Mbak?).

Dari penelusuran awal kita bisa simpulkan bahwa para pengunggah tidak melihat video aslinya (ya iyalah namanya saja sudah dihapus). Wajar kalau misal nemu seadanya kemudian di-blast.

Sepertinya tujuan Bapak Hidayat Nur Wahid ini mulia, agar orang-orang mau belajar sosok Gus Dur dan pemikirannya. Hm, bagi saya ini hal yang sangat positif.

Dulu saya juga orang yang kurang begitu suka dengan Gus Dur. Maklum, saya mengonsumsi buku yang menjelek-jelekkan Gus Dur. Yang menyebutnya liberal, agen komunis, agen LPG Yahudi, dan sebutan lainnya.

Intinya kontra bangetlah sama Gus Dur.

Berawal dari ketidaksukaan itu saya iseng-iseng ikut Kelas Pemikiran Gus Dur. Mbok yakin, hari pertama itu rasanya dunia mau kiamat. Semua yang dituduhkan ke Gus Dur itu “terbukti”.

Gus Dur itu agen liberal karena sangat dekat dengan Bill Clinton.

Gus Dur agen komunis karena saat usia lima tahun sudah salaman dengan Tan Malaka.

Waktu usia SMP sudah baca Das Kapitalnya Karl Marx. Saat menjadi presiden, Gus Dur pun mengunjungi Fidel Castro di Kuba (sosialis sama komunis saudara sepersusuan lah ya?).

Sebagai agen Yahudi, Gus Dur berkunjung ke Israel untuk menerima medali keberanian dan menjadi salah satu karibnya Shimon Peres, presiden ke-9 Israel.

Gus Dur juga berteman dengan Yahudi lain bernama George Soros (bapak kapitalis) dan bahkan menerimanya di kantor The Wahid Institute saat Soros berkunjung ke Indonesia.

Ia juga agen Palestina karena dekat dengan Presiden Yasser Arafat. Mendukung kemerdekaan bangsa Palestina.

Juga sebagai agen Kristen karena kerap masuk gereja dan didoakan oleh para pendeta.

Oh ya tak ketinggalan Gus Dur ini agen Wahabi karena menemui Raja Fadh untuk minta utang Indonesia ke Arab Saudi diikhlaskan wkwkwk.

Gus Dur juga agen Syiah karena berteman baik dengan para ulama Iran. Beliau bahkan bertanggung jawab atas Syiahnya Almarhum Jalaluddin Rahmat.

Kok bisa Gus Dur jadi banyak agen? Begitu pertanyaan yang berkelebat di kepala saya waktu itu.

Lha, kok bisa-bisanya bersahabat dengan Fidel Castro yang sosialis makrifat dan di saat yang sama bersahabat dengan George Soros yang kapitalisnya pangkat dua?

Ya, begitulah Gus Dur. Tidak bisa dipahami hanya dari satu potongan tulisan atau videonya. Apalagi cuma 59 detik. Semua harus dibaca utuh. Termasuk kepada para penyebar potongan video 16 tahun lalu itu, saya sarankan untuk tidak berhenti belajar tentang Gus Dur.

Syukur-syukur mau mengikuti Kelas Pemikiran Gus Dur yang biasa diselenggarakan oleh komunitas-komunitas Gusdurian di seluruh Indonesia.

Gratis, dapat ilmu dan manfaat, ada sertifikatnya lagi. Kurang apa coba? Yok, Pak Hidayat bisa yok. Fasilitasnya selain dapat ilmu, bisa dapat teman lho, Pak.

Kembali ke soal video tadi, saya bisa menjamin itu pernyataan Gus Dur asli. Bukan dubbing atau editan sebagaimana diragukan sebagian orang. Namun video tersebut tidak tepat kalau dibuat komentar soal aksi teror baru-baru ini.

Lah, kok?

Konteks video tersebut adalah komentar terkait kasus-kasus terorisme di awal reformasi, termasuk bom Bali 2002. Pada tahun 1999-2000-an awal memang terjadi eskalasi besar-besaran di Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok puritan yang sebagian dimanipulasi tokoh-tokoh yang disebutkan di video (baca: aparat) memang terjadi.

Masyarakat sipil pun terbelah. Sebagian faksi tentara mendirikan Pam Swakarsa (semacam ormas) untuk mentungi warga lain. Organisasi dimaksud kemudian bermetamorfosis menjadi Front Pembela Islam.

Ingat juga, waktu itu Gus Dur korban proyek politik. Beliau dilengserkan secara inkonstitusional. (Kalau mau tahu cerita panjangnya bisa baca buku Menjerat Gus Dur karya Virdika Rizky Utama).

Di program Kick Andy Metro TV, Gus Dur pun menegaskan bahwa tantangan terbesarnya saat itu adalah adanya gerakan untuk memecahbelah bangsa. That’s why Gus Dur keliling dunia menjadi agen-agen yang banyak itu. Ibarat kata apa yang dilakukan Gus Dur itu lobi tingkat dewa.

Apa maksud Gus Dur menyebut pelaku (teror bom) bisa jadi aparat?

Jawaban tepatnya sila tanya Gus Dur sendiri. Namun kita bisa mengira-ngira bahwa di tahun-tahun itu terjadi banyak gejolak, mulai dari Aceh, Poso, Ambon dan lainnya. Oh, ya. Di masa Gus Dur jadi presiden Polisi dan TNI itu dipisah. Menghapus dwifungsi ABRI.

Nah, waktu kasus Ambon meledak (2003), Brimob dan Kopassus yang sama-sama pasukan penyelidik khusus di kedua institusi saling baku tembak di Kudamati.

Sedikit bocoran, baku hantam itu terjadi karena polisi ingin menangkap preman yang konon jadi dalang kerusuhan, baik di kompleks muslim ataupun kristen. Preman bernama Berty Laupatti itu dikenal dekat dengan tentara. Saat polisi hendak masuk ke rumahnya terjadi ledakan bom dan baku tembak itu.

Rekayasa? Sila simpulkan sendiri.

FYI, Pak Hidayat Nur Wahid, Masyarakat Anti-Fitnah dan Hoax Indonesia (MAFINDO) pada tahun 2018 pernah melabeli video itu sebagai disinformasi.

Bahasa mudahnya: pemelintiran informasi yang disengaja. Sebagian orang memasukkan kategori disinformasi sebagai hoaks. Waktu itu captionnya nyaris sama dengan yang banyak di-blast hari ini. “Dalang aksi teror versi GUSDUR”.

Saya tidak nuduh Pak Hidayat Nur Wahid nyebar hoaks lho, ya.

Terlepas dari itu, saya sangat setuju bahwa pelaku terorisme tidak terkait dengan agama apapun, apalagi Islam, agama yang saya anut.

Di Amerika pelaku terorisme melakukannya berdasar warna kulit. Di India pelaku teror beragama Hindu. Di Myanmar, pelakunya pakai baju Buddha. Di Selandia Baru, pakai identitas Kristen. Namun menyebut teroris bil khusus di Indonesia tidak beragama ya denial juga namanya.

Lha wong mereka cetha ngebom karena menganggap itu jihad. Yang dibom pun jelas gereja.

Masak iya yang di bom itu tempat pelelangan ikan koi?

BACA JUGA Kegagalan demi Kegagalan Gus Dur dan tulisan Sarjoko lainnya.

Exit mobile version