MOJOK.CO – Rencana Pertamina “memaksa” rakyat beli Pertalite lewat aplikasi MyPertamina ini cacat logika dan nggak peka sama rakyat kecil.
Pertamina bikin “geger”. Dengan dalih memastikan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bisa tersalurkan secara tepat, kini, beli bensin bersubsidi wajib daftar dulu via aplikasi MyPertamina!
BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar akan jadi barang yang “eksklusif” dalam waktu dekat. Pasalnya, kalau pengin beli dua BBM tersebut, kamu wajib mendaftarkan data diri lewat situsweb resmi MyPertamina atau melalui aplikasi MyPertamina.
Pendaftaran sendiri baru dibuka per 1 Juli 2022. Dan tahu nggak, untuk mendaftar saja, ruwetnya minta ampun! Saya ambil contohnya kalau kamu amit-amit, nggak punya hape, dan harus mendaftar lewat situsweb MyPertamina.
Pertama, kamu diminta menyiapkan dokumen seperti KTP, STNK, foto kendaraan, hingga dokumen pendukung yang masih belum jelas apa saja itu. Kedua, kamu harus buka situsweb MyPertamina dan mengikuti instruksi di sana.
Ketiga, setelah ikut semua instruksi di atas, kamu masih disuruh menunggu maksimal tujuh hari kerja untuk menunggu konfirmasi. Dan terakhir, apabila sudah terkonfirmasi semua data yang kamu daftarkan, kamu masih harus unduh kode QR dari MyPertamina dan menyimpannya untuk dipakai beli bensin di SPBU Pertamina.
Bayangkan, dari pendaftaran aja, harus berapa tahap kamu lalui. Ini baru daftar, lho. Belum berangkat ke SPBU dan isi bensinnya. Masya Allah, luar biasa sekali negara ini kalau urusan bikin sistem yang ribet dan merepotkan rakyatnya sendiri.
Jujur saja, ini kebijakan yang menyebalkan!
Bukan maksud sombong, tapi sudah enam tahun terakhir saya nggak pernah isi bensin Pertalite. Untuk empat tahun awal, karena selama kerja dan merantau di Jakarta, saya nggak punya motor. Lalu untuk dua tahun berikutnya, terhitung hingga detik ini, karena saya isi bensinnya nggak di SPBU Pertamina, tapi di Shell.
Cuma ketika baca berita dan lihat soal penerapan kebijakan beli bensin lewat aplikasi MyPertamina, emosi saya kok ikut naik, ya. Ada banyak kontradiksi di kebijakan ini, dari yang paling dasar saja adalah kenapa buat beli bensin saja kita harus buka hape dan unduh aplikasi MyPertamina?
Apa Pertamina lupa siapa yang pasang larangan untuk bermain hape ketika sedang isi bensin di SPBU? Lupa sama aturan sendiri? Tapi yah, kayaknya, Pertamina ini cuma mematuhi mahzab lama dari pemerintah, yaitu kalau bisa ribet dan menyusahkan, ya nggak boleh gampang dan praktis. Jujur saja, Pertamina cuma pengin semua beralih ke Pertamax, kan? Ribet banget.
Lalu berikutnya, seyakin apa Pertamina bahwa semua orang yang beli Pertalite, punya akses informasi mumpuni untuk bisa paham alur beli BBM bersubsidi lewat aplikasi MyPertamina atau menggunakan kode QR code? Rakyat kecil tahu apa itu QR code?
Apakah sudah melakukan sosialisasi secara matang dan menyeluruh? Apakah ada data kasarnya bahwa semua masyarakat yang diperbolehkan beli Pertalite, minimal banget nih, tahu cara buka aplikasi dan bertransaksi menggunakan QR code?
Lalu yang terakhir dan ini yang paling norak, gimana cara menyortir dan mengontrol mana yang layak dan tidak layak membeli BBM bersubsidi lewat aplikasi itu?
Jika aplikasi MyPertamina hanya sebatas untuk membuat orang mager isi bensin Pertalite karena daftarnya ribet, berarti secara praktiknya, ya aplikasi ini nyaris nggak ada gunanya untuk filtrasi.
Gimana ya, memastikan BBM bersubsidi tersalurkan untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah, ya salah satunya dengan menyaring pengguna aplikasi yang datanya secara eksplisit menyebut bahwa dia dari ekonomi mampu atau berkecukupan. Gitu, kan, logikanya?
Kebijakan yang justru nggak peka masyarakat bawah!
Kendati niatnya diklaim untuk masyarakat menengah ke bawah agar mendapat pasokan BBM bersubsidi, saya masih dan malah skeptis. Dari data CNBC Indonesia, 40% pengguna Pertalite di Indonesia adalah kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah.
Jika masyarakat kelompok ini “dipaksa” oleh sistem untuk beli BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina, kok rasa-rasanya waguuuuu puol! Kita semua tahu, internet di Indonesia ini belum inklusif. Ini bahkan bukan rocket science lho, ini rahasia umum!
Buat kelompok masyarakat miskin, untuk beli Pertalite dan Solar, minimal banget mereka harus punya hape. Terus harus download aplikasi MyPertamina. Belum lagi pas beli nanti, wajib pakai kuota internet dan otomatis makin membebani perekonomian mereka karena harus beli paket data. Hal-hal yang sudah gamblang begini, apa nggak dipikirkan pas menggodok aturan? Kalian mabuk kecubung, ya, waktu rapat aturan ini?
Pertamina harusnya yang repot, bukan konsumen!
Ini logika yang selintas lewat di pikiran saya….
Kalau niatnya mengatur penyaluran BBM subsidi, kenapa nggak Pertamina saja bikin sistem yang memastikan mereka bisa nge-track siapa saja yang layak dan boleh beli BBM subsidi? Apa gunanya e-KTP? Buat difotokopi saja? Buat selfie lalu daftar pinjol?
Karena dengan logika yang sama, kok kesannya aneh dan membebani karena justru masyarakat yang harus disuruh repot. Saya paham, permasalahan Pertalite nih karena harga Pertamax naik, sehingga banyak orang nggak tahu diri yang sebenarnya secara ekonomi terhitung mampu, akhirnya melipir beli Pertalite.
Jujurly, saya paham maksud baik dari ide besar di balik penerapan kebijakan ini. Tapi, eksekusinya di lapangan, di bayangan saya saja nih dan dari berita-berita yang saya baca, kayaknya bakal chaotic dan ruwet banget!
Saya jadi berandai-andai, apa nanti di masa depan, ketika bayar makanan yang bisa tinggal klik-klik doang, pas ngisi bensin di SPBU Pertamina malah kudu isi form kayak daftar ulang sekolah?
Hati-hati ancaman Pertamini
Satu yang saya prediksi bakal terjadi, adanya hijrahnya pembeli SPBU Pertamina menjadi pembeli di Pertamini alias pom bensin eceran. Jauh lebih praktis ketimbang harus daftar MyPertamina, kan.
Masyarakat Indonesia tuh sudah terbiasa dibatasi, tapi selalu punya sejuta akal untuk mengakali kebijakan, termasuk kebijakan terkait beli bensin via aplikasi MyPertamina. Yang saya bayangin, masyarakat menemukan celah untuk mengakali beli BBM subsidi dalam jumlah besar, lalu dijual eceran melalui Pertamini.
Meski secara regulasi kehadiran Pertamini cenderung menyalahi aturan, toh selama ini Pertamina juga nggak bisa berbuat banyak. Pasalnya, banyak daerah yang secara akses nggak tersambung langsung ke SPBU, bahkan untuk daerah di sekitaran Jabodetabek.
Nah, kalau sudah kayak gini, pripun Pakde Jokowi? Mengatasi satu masalah, dengan bikin masalah baru? Saya salut sama konsistensi pemerintah untuk merepotkan rakyat, terutama rakyat kecil.
BACA JUGA Cara Beli BBM Bersubsidi Lewat Aplikasi MyPertamina Mulai 1 Juli 2022 dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Editor: Yamadipati Seno