Menjadi Feminis Solutif yang Tidak Sereceh Feminis Nyinyir - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Esai

Menjadi Feminis Solutif yang Tidak Sereceh Feminis Nyinyir

Maryam Jameelah oleh Maryam Jameelah
9 Oktober 2018
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Pengetahuan yang ‘menyederhanakan’ feminisme mbok ya jangan terus menerus direproduksi. Kalau kayak gitu, sih, makin banyak yang sebel sama orang yang menjadi feminis, dong.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca artikel Mojok seputar feminisme yang ditulis oleh Fitriana Hadi. Di awal membaca, saya tidak sepakat dengan beberapa tesis yang beliau sampaikan. Namun karena di revolusi industri 4.0 ini over information menjadi penyakit yang berbahaya, saya memutuskan untuk mengabaikannya.

Ndilalah, saya mulai gelisah. Apalagi, ketika beberapa teman membagikan artikel tersebut dan mengungkapkan komentar yang bunyinya kira-kira begini, “Iya, orang-orang feminis mah suka halu. Bilangnya anti-patriarki, tapi menikmati fasilitas patriarki.”

Oh, meeeeen!

Fasilitas? Fasilitas apa? Fasilitas untuk saling menindas dan menjatuhkan? Kenyamanan apa, sih, yang perempuan peroleh dalam sistem patriarki? Kenyamanan menjadi second sex atau objek kesayangan gender dominan? Ewh.

Sudahlah, mari kita bahas saja tesis kemarin satu per satu dan mulai membuka mata. Ingat: tidak ada perempuan yang untung dalam patriarki. Ini persis seperti membahas persoalan buruh: mau berapa besar pun gajimu, yang paling kaya ya tetap bosmu. Mau berapa banyak pun kenikmatan dalam masyarakat patriarki, yang utama ya tetap laki laki!!!

Baca Juga:

perempuan penyelenggara pemilu

Kenapa Keterlibatan Perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu Masih Rendah?

26 Januari 2023
puan maharani menangis

Curhat Puan Maharani: Berat Jadi Perempuan di Indonesia

19 Januari 2023

1. Ditraktir Saat Kencan

Berelasi tidak sehierarkis itu, Sayangku. Tidak semua perempuan mau ditraktir saat kencan dengan alasan “menikmatinya”, melainkan semata karena perempuan tak ingin melukai ego para laki-laki. Jadi, semua ini bukan karena kami nggak punya duit dan cari gratisan; kami hanya tidak mungkin mengatakan, “Nggak usah bayarin aku, Mas! Aku bisa bayar sendiri,” di depan kasir. Bisa runtuh harga diri kekasihku!

Tidak, Sayang, kita berelasi untuk saling menguatkan, bukan menjatuhkan. Nanti, di lain waktu, kami ganti makanan tersebut dengan sesekali masak untuk pasangan, sembari memberi kejutan di depan kosan. Romantis, kan? Iya dong.

Soal pemberian pemberian lain? It’s okay—kita saling bertukar hadiah, Sayang. Selama hadiahnya bukan dari pejabat dan bernilai miliaran, saya rasa sih oke-oke aja. Toh, kalau miliaran, bisa-bisa nanti dikira gratifikasi. Bukannya lanjut romantis, malah ketangkap KPK, atuh….

Tesis laki-laki dan perempuan berbagi peran di luar rumah dan di ranah domestik itu tidak hadir melalui patriarki. Ia telah hadir sejak dulu kala, bahkan ketika era matriarki muncul, di mana sistem keluarga belum terbentuk. Patriarki hadir justru menghancurkan tatanan keseimbangan yang ada dan menciptakan sistem seolah-olah domestik hanya menjadi tugas perempuan, sedangkan non-domestik adalah milik laki-laki.

Lebih lanjut, patriarki membuat kita menganggap bahwa domestik adalah ruang tanpa nilai dan kekuatan. Padahal, domestik adalah kekuatan perempuan! Kekuatan! Ia memiliki nilai yang sama berharganya dengan tugas-tugas maskulinitas lain!

Jadi please, deh: it’s okay kamu dibayarin, it’s okay kamu bayarin, it’s okay kamu di domestik, it’s okay juga kalau tidak. Hal ini tetap tidak merusak ataupun melukai ideologi feminismu, Sayangku~

2. Dibantuin Pas Angkat yang Berat-Berat

Patriarki memang membentuk pemahaman bahwa perempuan rapuh dan laki-laki kuat. Tapi, ideologimu sebagai seorang feminis tidak akan luntur meskipun kamu dibantu orang lain angkat barang. Apalagi, kalau suamimulah orang yang membantu menggendong anakmu! Hal itu kan malah unch unch gemash, gitu!

Toxic masculinity dimulai ketika laki-laki insecure dengan maskulinitasnya. Bisa saja, ia takut maskulinitasnya luntur karena beberapa hal. Ha wong mbak-mbak pramugari saja bantuin bapak-bapak angkat koper di kabin!

Lagian, kita jarang, kan, nemu bapak-bapak ngamuk karena dibantuin pramugari? Jadi, nggak ada relasinya angkat barang dengan cita-cita feminisme, Kak….

3. Ingin Selalu Dingertiin

Oh, saya setuju banget bahwa dialog dan komunikasi itu penting, Kak. Kalau seandainya dialog dan komunikasi antargender kita benar, mungkin patriarki tak akan pernah hadir dalam nilai masyarakat kita. Seandainya saja perempuan tidak diminta bungkam dan berdiam diri di dalam dapur, mungkin perempuan akan lebih mudah dipahami.

Sayangnya, sejarah kita terlalu lama membungkam perempuan sehingga nilai-nilai masyarakat menjadi asing dengan pikiran dan isi kepala perempuan. Dalam patriarki hanya pengetahuan versi laki-laki yang dominan dalam percakapan sosial. Sehingga hari ini sering kita temukan komunikasi antar gender berjalan secara asimetris.

Bisa saja mereka yang mengeluh pasangannya sulit di mengerti memang belum mampu menangkap pola komunikasi pasangannya. Namun, nanti waktu pasti akan membantu. Masak, ya, sudah lima tahun bersama masih belum paham kapan pasangannya ngamuk, kapan pasangannya ngambek??? Tidak hanya perempuan, laki-laki pun akan gedek kalau pasangannya susah memahami mereka~

Bisa jadi, bukan pasanganmu yang tidak mengatakan apa maunya, tapi kamu yang tidak memahami apa yang pasanganmu ingin sampaikan. Nah, feminisme berusaha mendialogkan kedua bahasa itu, mylov~

4. Body Shaming Sama Diri Sendiri

Namanya juga prinsip my body my authority, jadi suka-suka kawan kaulah dia mau upload foto dirinya dengan caption “gemuk”, “kurus”, “cebong”, atau “kampret”. SUKA-SUKA DIA, MYLOV, SUKA-SUKA DIA. Ya itu kan tubuh dia, bukan tubuh kau~

Terus, kalau dia menyebut dirinya gemuk biar dibilang, “Nggak kok, Beb, kamu kurus,” memangnya kenapa??? Memang situ bisa baca pikiran orang??? Hadeeeh.

Kurang-kurangilah prasangka itu, nanti tak nyenyak tidur kau. Sudahi saja pikiran-pikiran yang menyandarkan gemuk-kurus pada standar industri. Toh, semua orang punya ukurannya masing-masing.

Namun, jika dalam aktivitas media sosialnya dia menunjukkan tanda-tanda insecure dan depresi dengan bentuk tubuhnya, menjadi tanggung jawab kita semualah untuk merangkulnya dan memberikan support bahwa ia sudah cantik dan sempurna sebagai dirinya. Jika ingin menjadi feminis, jadilah feminis solutif, bukan feminis nyinyir, mylov.

5. Mendapat Kursi di Transportasi Umum

Public policy mengenai gerbong perempuan dan kursi khusus perempuan tidaklah lahir dari masyarakat patriarki. Ia justru lahir dari kebijakan yang mengedepankankan gender. Memang belum sempurna dan sesekali tidak memenuhi social policy yang di harapkan, tapi ia justru melindungi perempuan dari patriarki.

Jadi, yaaaa, begitulah semacam antitesis yang ingin saya sampaikan. Pendapat ini tidak hadir sendiri, melainkan melalui diskusi bersama dengan teman-teman lainnya, baik laki-laki maupun perempuan.

Oh iya, satu lagi, nih, Kak: feminis itu tidak selalu perempuan. Banyak juga, kok, laki-laki yang menjadi feminis! Terus, pengetahuan yang ‘menyederhanakan’ feminisme mbok ya jangan terus menerus direproduksi. Kalau kayak gitu, sih, makin banyak yang sebel sama feminisme dan orang-orang yang menjadi feminis, dong. Ayolah sama-sama kita buat agar stigma-stigma terhadap feminisme yang kurang tepat tidak mendarah daging.

Salam perlawanan!

Terakhir diperbarui pada 25 Maret 2021 oleh

Tags: feminismegendermenjadi feminispatriarkiperempuan
Maryam Jameelah

Maryam Jameelah

Artikel Terkait

perempuan penyelenggara pemilu
Kotak Suara

Kenapa Keterlibatan Perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu Masih Rendah?

26 Januari 2023
puan maharani menangis
Kotak Suara

Curhat Puan Maharani: Berat Jadi Perempuan di Indonesia

19 Januari 2023
girlfriend day persahabatan perempuanmojok.co
Kilas

Fakta Girlfriend Day: Persahabatan Perempuan Dibangun atas Perasaan

18 Januari 2023
autobiography mojok.co
Podium

Teror Patriarki di Film Autobiography, yang Personal pun Politis

16 Januari 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Atasi Nyeri Haid dengan 5 Langkah Mudah Ini

Kehilangan Keperawanan Bukan Berarti Kamu Harus Kehilangan Potensimu

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Ratna Sarumpaet Ditetapkan Jadi Tersangka dan Terancam Hukuman Penjara 10 Tahun

Menjadi Feminis Solutif yang Tidak Sereceh Feminis Nyinyir

9 Oktober 2018
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
warung madura mojok.co

Tiga Barang Paling Laris di Warung Madura Menurut Penjualnya

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023

Terbaru

jumat curhat mojok.co

Polda dan Polres Gelar ‘Jumat Curhat’ untuk Wadah Uneg-uneg Warga

1 Februari 2023
remaja ktd sumedang

Siswi di Sumedang yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan Boleh Kembali Sekolah

1 Februari 2023
500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

1 Februari 2023
kemiskinan di diy mojok.co

Pakar UGM Mempertanyakan Garis Kemiskinan di DIY

1 Februari 2023
wali kota semarang

Wali Kota Perempuan Pertama Kota Semarang Langsung Dapat PR dari Megawati

1 Februari 2023
awal bulan puasa mojok.co

Muhammadiyah Tetapkan Awal Bulan Puasa 23 Maret, Bagaimana Cara Penentuannya?

1 Februari 2023
bacaleg pks

PKS Terima Bacaleg Non-Kader, Banyak Juga yang Non-Muslim

1 Februari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In