Menghadapi Kelakuan Menyebalkan Netizen di Bioskop

Nonton_di_Bioskop_Mojok

Nonton_di_Bioskop_Mojok

[MOJOK.CO] “CUMA NGECEK HP NGGAK BOLEH YA? KAMU PANITIA, HAH? KOK NGATUR-NGATUR???”

Beberapa hari yang lalu saya datang ke premiere film di sebuah bioskop yang layarnya guedhe tenan dan kebetulan satu studio terisi penuh. Secara keseluruhan film tersebut adalah sebuah kombinasi yang baik antara tema yang diangkat, sinematografi pancen well, juga latar tempatnya yang memanjakan lahir dan batin. Akan tetapi, sebagus apa pun film yang diputar, bakal nggak bagus kalau tidak dibarengi dengan perilaku para penontonnya.

Gimana sih cara nonton di bioskop yang baik dan benar itu? Harus sedakep? Sikap sempurna? Sambil yoga? Sikap lotus? Hapal pancasila? Atau nggak bawa nasi padang terus makan di dalam studio?

Media sosial seperti Instagram sekarang punya satu fitur yang khusus dibuat untuk pamer-pamer lucu, yaitu Stories. Konon dahulu kala ada satu media sosial dengan fitur sejenis yang terkenal karena filter anjingnya dan sekarang sudah banyak ditinggal penggunanya karena banyak yang akhirnya sadar bahwa wajah mereka tidak lucu-lucu amat (malah nggatheli) ketika memakai filter tersebut.

Semua orang ingin terlihat paling terkini dengan membagikan hal-hal yang menurut mereka menarik di Stories, salah satunya merekam adegan saat film sedang berlangsung di dalam bioskop. Sungguh salah satu contoh golongan orang dermawan yang selalu ingin berbagi ke orang-orang di sekitarnya.

Sebelum film diputar, pasti ditayangkan dulu aturan-aturan di dalam bioskop yang seharusnya dipatuhi demi kenyamanan semua orang yang sudah membayar tiket yang tidak murah tersebut. Toh sama-sama bayar, jadi tidak seharusnya saling mengganggu, shay.

Beberapa aturan tersebut adalah tidak boleh mengobrol sepanjang film berlangsung, tidak boleh naikin kaki ke kursi di depannya, dan tidak boleh merekam menggunakan alat apa pun.

Udah ngerti belum? Pasti belum.

Nggak boleh ngobrol itu karena kita semua datang ke bioskop buat nonton film, bukan buat ngerumpi dan komentar setiap adegan ngalor ngidul. Kalau mau kayak gitu sepanjang film berlangsung, mending copy film dari warnet terus tonton di kosan sambil yang-yangan sekarepe dewe. Tapi, jelas ini pembajakan. Saya nggak mendukung, tapi kalau situ barbar, apa boleh bikin.

Nah, yang agak kurang ajar dan lumayan nyebelin adalah perilaku penonton yang nggak paham etiket. Naikin kaki ke kursi di depannya. Orang macam ini biasanya dulu pas pelajaran PPKn cuma pas sampai niat. Yha gimana, kepala ketemu kaki. Belum lagi suka ada yang iseng tendang kursinya. Kalau Anda sopan, kami sopyan, Bung.

Dan ini yang paling penting, tidak boleh merekam menggunakan alat apa pun. Mungkin di tahun 2008 ke bawah, alat buat rekam paling bagus ya kalau nggak kamera kantong paling banter handycam yang harganya juga lumayan. Belum lagi harus menguasai teknik ninja biar nggak ketahuan pegawai bioskop dan proses editing ala kadarnya karena tangan mz perekam goyang-goyang aduhaiii.

Sekarang, hampir semua orang pakai smartphone yang kualitas kameranya mumpuni dan hampir sama dengan kamera profesional. Ditambah media sosial, terciptalah golongan pengisap lem Aibon yang merekam setiap adegan film lalu mengunggah ke Instagram hingga barisan update-nya menyerupai titik-titik ujian sekolah. Memangnya kamu Dian Sastro?

Kelakuan yang begitu sangat, sangat, sangat mengganggu dan merusak mood. Cahaya dari hape yang sangat terang bakal mengganggu dan akan mengalihkan perhatian dari layar bioskop ke hape yang menyala. Ilustrasinya gini deh, coba Anda tidur, terus tiba-tiba mata Anda disodok pake cahaya petromaks, apa ya nggak rumit? Orang-orang datang untuk cari hiburan malah sambat terus-terusan.

Hal lain yang mungkin mengganggu adalah mengajak anak di bawah umur untuk nonton film dewasa. Lha dikira karena filmnya kartun atau superhero, maka otomatis buat anak-anak? Film seperti Logan atau Deadpool ya buat orang dewasa. Kalau ada orang tua yang marah karena film superhero kok bunuh-bunuhan sampai mutilasi, ya mungkin orang tua ini sekolahnya cuma sampai pamit.

Dan belum lama ini ada perusahaan besar penyalur film yang terpaksa menghentikan pemutaran sebuah film anime karena maraknya perekaman yang dibagikan lewat media sosial. Tuh kan? Emang enak kalau film yang pengin ditonton nggak jadi tayang di bioskop gara-gara kebodohan sendiri? Kalo Bu Susi tahu, ditenggelamin situ.

Selain itu kita kerap mendengar ejekan perilaku nonton yang kerap kurang tata krama, dianggap ndeso, udik, katrok. Lha, padahal persoalan etiket ini nggak ada hubungan dengan tempat asal kita tinggal, tapi bagaimana kita dibesarkan. Mbok berhenti ngatain orang ndeso untuk kelakuan yang ugal-ugalan. Jangan sampai disleding Kak Seto.

Agar tidak terjadi hal-hal yang seperti itu, tolonglah, perilakunya diubah. Nggak usah serampangan. Jangan sedikit-sedikit rekam lalu share. Ini nonton bioskop, bukan nanggap Syahrini. Selain bakal kena semprot orang lain secara langsung, bakal disemprot juga sama netizen.

Ingat, mahabenar nerizen atas segala sesuatunya.

Exit mobile version