Menanti Film “The Santri” karya Livi Zheng Lolos Seleksi Nominasi Oscar dan Potensi Film Terlaris

MOJOK.COTrailer film The Santri akhirnya dirilis. Dengan segala kontroversi di belakang sutradara Livi Zheng, film ini jelas dinanti-nati oleh banyak kritikus film Indonesia.

Sekali lagi. Film dari sutradara ternama Hollywood tapi nggak di Indonesia, Livi Zheng, akhirnya siap tayang di beberapa bioskop di Indonesia dan Amerika Serikat. Senin malam (9/9/2019), trailer film The Santri resmi nongol di laman Youtube NU Channel.

Dengan segala kontroversi di belakang Livi Zheng, film The Santri bisa dibilang jadi film yang dinanti-nati oleh banyak kritikus film Indonesia, dan mungkin juga bikin penasaran beberapa sutradara ternama tanah air. Kayak Joko Anwar atau John De Rantau—misalnya, terutama usai perisitiwa “sidang skripsi” di acara Q&A MetroTV dengan pihak yang “diuji” Livi Zheng.

Film yang mengetengahkan kehidupan santri ini bahkan diklaim bakal menembus pasar Amerika. Ya maklum, semua film Livi Zheng kan kelasnya udah film Hollywood, masa iya filmnya yang ini nggak masuk.

“Aku mengusahakan supaya semua filmku masuk di AS karena distribusinya lebih gampang,” katanya.

Sebab, sebagai sutradara yang udah lama tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat, tentu Livi Zheng lebih punya banyak pengalaman memasarkan filmnya di Amerika ketimbang Indonesia. Lagian, kalau bukan karena film ini menggambarkan soal Indonesia, bisa jadi film ini nggak perlu-perlu amat lah tayang di sini.

Sebagai seorang santri, tentu saya senang sekali mendengar ada film soal kehidupan pesantren yang diangkat layar lebar. Lebih senang lagi kalau film tentang santri ini disutradarai oleh Livi Zheng, produser dan sutradara hebat karena film-filmnya belakangan selalu lolos seleksi administrasi nominasi Oscar.

Oscar lho ini. Oscaaar.

Harapan ini jelas muncul sebab beberapa film soal santri atau film yang memakai latar pesantren yang saya tonton sebelum The Santri memang belum ada yang jadi film Hollywood (ya karena emang nggak tayang di bioskop Amerika).

Paling tidak, kita sudah punya beberapa film dari Sang Kyai (2013), 3 Doa 3 Cinta (2008), Negeri 5 Menara (2012), dan Perempuan Berkalung Sorban (2009), semuanya itu nggak ada tuh yang label film Hollywood.

Melihat trailer berdurasi 2 menit 44 detik (plus ketambahan sambutan dari Ketum PBNU), tentu saya optimis kalau film Livi Zheng ini akan bisa memporak-porandakan bioskop di Amerika Serikat. Apalagi di dalam trailernya, selain soal cerita kehidupan santri ada juga adegan-adegan laga. Hm, seru banget kayak film silat.

Bahkan ada adegan balapan kuda. Hm, berasa kayak lagi nonton film Angling Dharma. Padahal saya juga berharap ada adegan balapan naik Rajawali juga biar keren maksimal. Barangkali adegan klasik pakai kuda ini merupakan style film Livi Zheng, maklum dulu kan dia main di The Empire’s Throne (2013) juga banyak adegan kudanya.

Salah satu bagian keren dari trailer ini tentu saja soal adegan santri putri naik kuda. Keren aja kayaknya. Di film Perempuan Berkalung Sorban karya Hanung Bramantyo sih ada juga adegan Revalina S. Temat naik kuda. Mungkin adegan ini ingin menunjukkan soal gambaran maskulin-nya seorang santri putri.

Hanya saja—yang bikin saya penasaran—pesantren mana yang membiarkan seorang santri putra dan santri putri ketemuan naik kuda di tengah hutan kayak di trailer film The Santri gitu? Kalau adegan itu terjadi di dunia nyata, sudah pasti Gus Azmi (pemeran santri putra) kena takzir digundulin sepulang dari pesantren. Plus diguyur air comberan sebagai bonus.

Tapi mungkin Livi Zheng ingin menunjukkan kalau pesantren salaf pun bisa semoderat itu. Ya kan pemasaran film The Santri ini tujuannya untuk bioskop-bioskop di Amerika. Biar nggak shock culture aja mungkin penonton Amerika—atau bisa jadi malah Livi yang shock culture karena ada banyak adegan di trailernya yang nunjukkan pertemuan santri putra dengan santri putri terjadi begitu mudahnya.

Seperti ketika guru ngaji putra bisa-bisanya ngajar santri putri. Di pesantren saya, pemandangan ini tentu sangat ganjil sekali. Kecuali kalau format pertemuan itu si guru adalah guru sekolah dan si santri putri memakai seragam sekolah. Masalahnya adegan itu beneran pakai baju koko dan si santri putri pakai baju biasa—artinya itu beneran lagi ngajar ngaji bandongan.

Ustaz cowok ngajar di kelas santri putri. Wah, pesantren salaf aliran progresif ini. Dokooong!!!

Belum dengan lirik-lirikan antara santri putra dan santri putri yang terjadi usai pulang ngaji. Adegan yang bikin saya merasa aneh. Ini memang pemandangan yang nggak ganjil-ganjil amat. Toh ada banyak kok pesantren yang Gedung Pondok Putri dan Gedung Pondok Putra masih dalam satu area. Hanya saja tentu saja intensitas pertemuannya nggak semudah itu. Hal ini kayak menunjukkan kalau pesantren yang jadi latar film The Santri ini lunak banget peraturannya.

Tapi tentu itu semua bukan merupakan kekurangan-kekurangan, hal-hal kayak gitu malah kelebihan dari Livi Zheng dalam memodifikasi naskah dari PBNU. Kreativitasnya kayaknya benar-benar kelihatan dan mendapatkan tempat yang sesuai. Sekali lagi—sesuai untuk pasar penonton film di Amerika.

Ini belum dengan cuplikan adegan “tarung bebas genggong” yang merupakan tradisi duel beladiri di Probolinggo, Jawa Timur. Melihat latar belakang Nahdlatul Ulama dan seragam silat yang dikenakan, maka jelas santri-santri ini digambarkan menguasai dan diajari ilmu silat dalam organisasi Ikatan Pagar NU dan Bangsa (PAGAR NUSA).

Jika memerhatikan hal tersebut, patut diduga kalau latar pesantren ini ada di daerah Jawa Timur. Maka—meski tidak nongol di trailer—saya berharap ada banyak dialog “cak-cuk”-nya di film ini. Sebagai perwakilan dari kebudayaan endemik nan unik Jawa Timur.

Masalahnya sepanjang dialog yang terdengar di trailer ini, tak ada satupun logat Jawa Timur yang keluar. Hm, jika mengikut nalar Joko Anwar kalau adegan terbaik jangan sampai muncul di trailer, barangkali Livi Zheng emang menyimpannya untuk dipersiapkan ketika nanti lolos seleksi nominasi Oscar.

Kapan lagi ya kan? Film soal santri bisa didaku sebagai film yang lolos seleksi nominasi Oscar. Ada adegan “jancuk”-nya lagi.

Di luar hal itu semua, saya mungkin adalah sedikit orang yang optimis kalau film Livi Zheng ini bakal menjadi film terlarisnya sepanjang masa. Saya ingat dulu saat film Sang Kyai tayang, saya dengar dari salah satu pengurus pesantren saya dulu, santri-santri dimobilisasi untuk nonton bareng di bioskop. Semua bioskop penuh lho pada nonton film Sang Kyai.

Bukan tidak mungkin cara ini juga digunakan untuk film The Santri. Sekarang bayangkan kalau semua pesantren di Indonesia mengadakan acara nonton bareng film Livi Zheng. Jumlah pesantren di Indonesia itu ada ratusan ribu lho! Dengan rata-rata santri di tiap pesantren itu aja jumlahnya 500-1000 anak, bisa dibayangkan kalau bioskop-bioskop di Indonesia bakal penuh selama pemutaran film The Santri.

Yakin deh, film Gundala-nya Joko Anwar berpotensi dikudeta sama filmnya Livi Zheng ini dalam soal jumlah penonton! Meski kalau soal skor IMDb sih ya belum tentu.

BACA JUGA Livi Zheng Adalah Tommy Wiseau dan Carson Clay-nya Indonesia atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version