MOJOK.CO – Angela Gilsha dibully netizen karena bikin instastory yang lebih memilih hewan peliharaan masuk kabin ketimbang denger bayi nangis di pesawat.
Pemain sinetron cantik jelita, Angela Gilsha, tersandung masalah karena unggahan Instagram Story-nya. Akibat terlalu terganggu oleh bayi nangis di pesawat, pemeran Finny di Anak Langit tersebut mengunggah gambar dengan kata-kata yang mengagumkan:
“Gue lebih setuju bolehin bawa hewan peliharaan masuk pesawat dibanding bayi.”
Begitu melihat story tersebut, saya malah kebayang bahwa dalam sebuah penerbangan akan bersisian dengan ular piton di sebelah kiri dan ikan neon di sebelah kanan. Lucu juga kali, ya? Hm, ide yang menarik Mbak Angela.
Menjadi semakin menarik ketika yang terpycu oleh unggahan si gadis ini—selain @lambe_turah, tentu saja—adalah artis dari kalangan bapak-bapak muda. Dalam tangkapan layar @lambe_turah, sekurang-kurangnya ada dua bapak-muda-lucu yang turut berkomentar yakni komika Babe Cabita dan aktor yang juga sering bermain dalam genre komedi, Ringgo Agus Rahman.
Babe Cabita mengunggah ulang story Angela Gilsha dengan menyebut nama anaknya yang memang masih bayi, plus sebuah unggahan foto keluarga kecilnya yang akan mudik. Unggahan itu tidak memberi ruang pada komentar netizen nan haus akan keributan.
Adapun Ringgo dalam unggahannya berisi foto istri dan anaknya, Bjorka, sempat memberikan ruang keributan itu lewat caption dan komentar yang terbuka. Tidak lama kemudian, Ringgo menghapus caption foto sehingga suasana menjadi damai kembali.
Sisa-sisa keramaian tentu saja masih bisa ditemukan di Lambe Turah. Hail, Minceu!
Adapun Angel Gilsha harus menerima konsekuensi dari unggahannya melalui komentar-komentar pedas nan kejam netizen +62. Ya gimana nggak kejam kalau sampai ada yang mendoakan mandul segala. Buset.
Dalam klarifikasinya, aktris asal Bali ini menyebut bahwa bayi nangis di pesawat itu keras banget suaranya dan berlangsung dari awal flight sampai dengan landing. Hal itu tampaknya bikin emosi dan ujung-ujungnya muncul story kontroversial tersebut.
Angela Gilsha sudah minta maaf. Instagramnya juga tetap bersih dari hinaan netizen. Hal ini cukup menarik, tentu saja, karena biasanya komentar negatif pasti akan meluncur ke IG—umumnya dari akun-akun digembok—begitu ada kasus.
Ya, komentar yang sama sekali berlainan dengan foto. Patut diduga, komentar-komentar buruk di IG Angela Gilsha dihapus, tapi bisa jadi juga memang para penghujat maya lebih sibuk di lapak lain, misalnya akun-akun gosip itu tadi.
Sebagai pekerja yang cukup sering naik pesawat ke berbagai kota di Indonesia, saya sangat memahami bahwa Angela Gilsha terusik oleh suara bayi nangis di pesawat, apalagi itu tepat di belakangnya. Soalnya, saya pernah mengalami yang sama persis ketika naik almarhum Batavia Air tahun 2012 dari Cengkareng ke provinsi tempat Prabowo-Hatta dan Prabowo-Sandi menang sangat telak.
Jadi, betul-betul sejak naik pesawat, seorang anak yang belum beli kursi menangis-meraung-meronta seeeeeepanjang flight dengan sangat konsisten. Tangisan baru berhenti ketika sabuk pengaman dilepas di bandara tujuan. Dan anak itu tepat di sebelah kiri saya. Lumayan juga 1,5 jam perjalanan menikmati tangisan anak-anak.
Sepanjang perjalanan itu pula, saya melihat effort kedua orangtuanya untuk berusaha menenangkan si anak. Mulai dari “cup-cup-cup”, “sst-sst-sst”, dan upaya-upaya lainnya. Muka keduanya sudah saking desperate-nya dan berharap tidak ada komplain dari penumpang-penumpang lain di sekitarnya.
Pernah juga dalam suatu penerbangan ke Manado, nama saya dipanggil di ruang tunggu dan begitu saya menghampiri petugas, ternyata ada ibu dan anak yang ingin menukar kursi yang saya pesan di window dengan kursinya di aisle.
Sudah begitu, sepanjang jalan, si anak yang duduk di aslinya kursi saya tadi berisiknya minta ampun. Tidak ada itu yang namanya tidur nyenyak dalam perjalanan udara, padahal ke Manado kan lumayan lama.
Apakah saya terganggu oleh ulah anak-anak itu? Tentu saja, iya. Tapi, apakah saya komplain? Tidak. Paling ya saya nge-tweet, namun karena bukan artis pastinya tidak akan viral. Apalagi, saya juga tidak membandingkan bayi dengan hewan peliharaan.
Ketika terganggu, saya selalu mencoba mengubah mindset kalau-kalau saya yang ada di posisi orangtua yang anaknya rewel itu. Begitu ingin protes, pola pikir itulah yang bikin saya berhenti untuk mencoba mengeluhkan perjalanan yang kurang menyenangkan tersebut.
Demikian berlangsung sampai kemudian saya (akhirnya) menikah dan punya anak. Lalu saya harus ketiban nasib membawa bayi ke dalam penerbangan. Dan tentu saja, bagian ini tidak mudah. Soal apa-apa saja yang kudu dipersiapkan oleh orangtua yang akan membawa bayi naik pesawat kalau ditulis bisa jadi 1 artikel sendiri. Namun intinya adalah persiapannya harus ekstra.
Pada usia 2 tahun, syukur kepada Allah bahwa anak saya sudah pernah merasakan take off di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tangerang, Bandara Internasonal Minangkabau Padang Padang Pariaman, Bandara Adisucipto Yogyakarta Sleman, dan Bandara Adisumarmo Solo Boyolali. Plus juga pernah ada pengalaman landing di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Terbangnya tidak sering-sering amat, tapi ya pernahlah.
Mengingat ketika muda, saya agak terganggu dengan bayi nangis di pesawat, maka begitu jadi bapak-bapak persiapannya begitu istimewa. Pada penerbangan pertama, saya dan istri menyewa penutup telinga untuk mencegah rasa tidak nyaman dari bayi. Kendala rewel langsung diatasi dengan menyodorkan ASI dengan secepat kilat.
Ketika penerbangan keempat, anak saya sempat bikin perkara karena buang air besar persis di atas Lampung. Ini adalah masalah karena tidak ada waktu untuk ke toilet membereskan popoknya mengingat sebentar lagi mau landing.
Mau dibiarkan, anaknya usrek-usrek tidak nyaman. Untuk keadaan seperti ini, mengambil opsi penerbangan berhiburan seperti Garuda Indonesia atau Batik Air, maupun menyiapkan video dalam ponsel atau tablet tanpa sinyal menjadi koentji.
Membawa bayi ke dalam penerbangan itu sesungguhnya butuh banyak daya dan upaya, serta sejatinya penuh keseruan, atau kalau versi Ringgo ya kepanikan. Persiapan seperti penutup telinga, empeng, video, mainan, hingga hal-hal yang mencegah anak rewel lainnya adalah kewajiban. Setidak-tidaknya, ada ikhtiar tingkat tinggi untuk menjamin kenyamanan sesama pengguna transportasi lainnya.
Jadi, kalau ada kasus bayi nangis di pesawat seperti yang dikeluhkan Angela Gilsha, satu-satunya hal yang dibutuhkan adalah bersabar.
Sabarlah, karena orangtuanya pun sedang dalam keadaan bingung, takut mengganggu orang-orang di sekitar. Sabarlah juga, karena kelak kita sendiri juga bakal repot mengurusi bayi nangis di pesawat. Kalaupun ingin marah, menurut saya kita hanya boleh marah kalau si orangtua tidak ngapa-ngapain dalam keadaan tersebut.
Toh, bukankah jauh dari dalam lubuk hati, sebagian dari kita memang cinta keributan dan selalu menggoyang air tenang dengan terus-menerus mempermasalahkan hal-hal kecil seperti bajunya Kaesang Pangarep dan Sandiaga Uno maupun mengusik hal-hal yang sebenarnya sudah selesai seperti halnya pilihan politik Ibu Ani?