MOJOK.CO – Haa kok tumben, cuma gara-gara gimmick kerasukan ditambah lirik bahasa Jawa di video lagu “Lathi”, seorang pengamat dari Malaysia menuduh lagu ini sesat.
Indonesia memang berada di urutan buncit dalam penanganan pandemi COVID-19, namun dalam hal musik (video musik lah kalau kamu mau spesifik), kualitas musisi Indonesia cukup membanggakan di mata dunia belakangan ini.
Sebutlah lagu “Lathi” dari Weird Genius feat Sara Fajira. Walaupun di trending YouTube dalam negeri masih kalah dengan lagu “Keke Bukan Boneka”, “Lathi” tetap mencatatkan rekor yang memukau. Lagu dari kelompok musiknya Reza ‘Arap’ Oktovian itu bertengger di top 1 beberapa chart musik digital platform selama sepekan.
Dinamika ini jadi bukti bahwa pilihan teman ternyata dapat menentukan kualitas diri. Sewaktu berkawan dengan Young Lex, Reza ‘Arap’ Oktovian gamer-ganteng-idaman bikin lagu “GGS” (Ganteng-Ganteng Swag).
Lagu ini berisi kata kasar dan jorok itu justru banyak dinyanyikan oleh bocah-bocah. Untung, Reza Arap sadar betapa besar pengaruhnya di dunia anak. Lalu dirinya mulai rebranding dan meninggalkan citra bad influencer. Hal yang dilakukan usai menyumbangkan channel YouTube untuk komunitas anak penyintas kanker.
Titik balik Reza adalah bermusik bersama Eka Gustiwana. Eka yang semula terkenal karena hobi bikin speech composing dari footage omongan tokoh publik, kini mulai memproduksi lagu bersama Reza dan satu temannya di Weird Genius.
Sebelum “Lathi” nge-hits, Weird Genius sempat merilis lagu berjudul “WKWK Land” yang bercerita tentang kelakuan absurd orang Indonesia dan betapa payahnya dunia pertelevisian lokal. Untung saja, yang meledak bukan lagu itu.
Booming-nya lagu “Lathi” adalah good-news-from-Indonesia. Dengan memadukan bahasa Inggris dan bahasa Jawa, lagu ini berdampak dengan bahasa Jawa yang bakal dikenal oleh dunia, sama kayak musik ngerap Kasimex Houseband dari Suriname.
Sebenarnya, lagu “Lathi” dan “Keke Bukan Boneka” memperjuangkan semangat yang sama: hubungan yang sehat. Sama-sama membicarakan toxic relationship.
Yang satu dimanipulasi dan merasa dijadikan boneka, yang lainnya mendapatkan perlakuan abusive dengan cara diikat pakai rantai. Namun, pada akhirnya Kekeyi dan Sara Fajari bisa terlepas dari belenggu sang mantan.
Itulah mengapa Reza Arap nggak ikut-ikutan warganet dalam menghujat karya Kekeyi. Walaupun fansnya sedih karena Kekeyi mengalahkan Lathi, Reza tetap menaruh hormat kepada Kekeyi sang penyintas toxic masculinity dan cyber bullying.
Kekeyi yang merintis karier sebagai beauty vlogger pernah menjadi fenomena karena bersolek pakai balon isi air sebagai ajang 25k Makeup Challenge. Kini, tren lagu “Lathi” menghasilkan fenomena baru di dunia kecantikan dengan Lathi Challenge. Dengan diiringi lagu “Lathi” dari TikTok, para beauty vlogger berlomba-lomba berdandan menyeramkan kayak orang kesurupan.
Video musik “Lathi” memang memperlihatkan Sara Fajira yang polos mendadak jadi serba gothic setelah disiksa oleh kekasih yang toxic. Seperti karakter Enchantress di film Suicide Squad yang bisa berubah menyeramkan dalam sekejap hanya dengan membalikkan telapak tangan.
Sembari merapal mantra berbahasa Jawa, Sara sukses besar menyetrum cowoknya. Meski adegan ini sebenarnya nggak cukup peka kalau melihat brutalnya kenaikan tagihan listrik pelanggan PLN di seluruh Indonesia.
Lucunya lagi, gara-gara gimmick kerasukan ditambah lirik bahasa Jawa di lagu “Lathi”, seorang pengamat dari Malaysia menuduh lagu ini terindikasi sesat binti haram.
Bahkan #LathiChallenge disebut sebagai ritual memanggil setan, kuntilanak, dan roh kuda kepang. Padahal kenyataannya, #LathiChallange sampai saat ini masih dipercaya sebagai ritual memanggil viewers untuk subscribe, comment, and like.
Tumben-tumbenan orang Malaysia nggak klaim karya Indonesia yang memuat budaya asli warisan bangsa tapi malah menghujat. Mungkin karena ada lirik lagu Bahasa Jawa: “Kowe ora iso mlayu,” yang nggak cocok dengan orang Malaysia mayoritas Melayu. Oke, yang ini krik.
Sementara itu, YouTuber luar negeri berbondong-bondong membuat video reaction lagu “Lathi”. Seorang YouTuber bule sampai terheran-heran dengan adegan pemain kuda lumping yang makan beling dan menyemburkan api. Haha, belum tahu dia dengan kesenian debus yang bahkan mampu menjadikan bara api sebagai kudapan.
Konsep video musik “Lathi” memang memperkenalkan beragam budaya bangsa, seperti wayang, gamelan, dan tari adat tradisional. Untunglah, yang diperlihatkan di video musiknya adalah budaya yang membanggakan. Sehingga Indonesia bisa dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang kaya dengan seni dan budayanya.
Coba kalau kearifan lokal lain orang Indonesia yang dimasukkan ke video musik “Lathi”, respons para bule tentunya bakal beda. Alih-alih kagum, yang ada malah jadi ilfil dibuatnya.
Tak terbayangkan ketika Sara Fajira nyanyi, gambaran adegannya adalah seorang pelanggan menyela antrean di minimarket. Mencerminkan budaya kita yang nggak mau antre.
Lalu ada adegan karyawan yang datang telat ke kantornya. Di saat teman kerjanya sudah sibuk di meja masing-masing, baru presensi sambil bilang maap-maap-maap. Gambaran budaya ngaret.
Dilanjutkan adegan anak sekolah naik motor nggak pakai helm, nerabas lampu merah, dan bonceng bertiga. Lalu dikejar polisi. Bersamaan dengan Sara nyinden, “Koweee ora iso mlaaayu.”
BACA JUGA Review ‘Lathi’: Perpaduan Dua Musik Berbeda yang Nggak Maksa atau tulisan Haris Firmansyah lainnya.