Memahami Rasa Syukur Justru ketika Bapak Meninggal

Bagaimana sih memahami rasa syukur justru ketika kita menerima cobaan paling sulit?

Guru besa UGM Samekto Wibowo meninggal dunia setelah swafoto di Pantai Indrayanti

MOJOK.COJustru dari Pendeta Yanuar, Gus Mut malah mendapatkan contoh bagaimana memahami rasa syukur. Sesuatu yang sifatnya universal dan tidak hanya ada dalam ajaran Islam.

“Gus Mut itu kok bisa-bisanya hadir ke sana sih? Kan panjenengan jadi rasan-rasan tetangga,” kata Mas Is di teras masjid sehabis salat asar.

Gus Mut masih bingung apa maksud Mas Is.

“Hadir apa ini?” tanya Gus Mut.

“Gus Mut kan kemarin hadir ke layatan orang Kristen temennya Gus Mut siapa itu,” kata Mas Is.

“Oh, layatan bapaknya Pendeta Yanuar lusa kemarin itu ya?” kata Gus Mut memastikan.

“Iya, itu,” kata Mas Is.

“Lah emang kenapa Mas Is?” tanya Gus Mut heran.

“Ya kan itu nggak bijak, Gus. Orang beda agama kok,” kata Mas Is.

“Is, Nabi aja dulu waktu lihat jenazah Yahudi lagi diarak menuju kuburnya saja melakukan penghormatan lho. Bahkan sampai berdiri segala,” kata Gus Mut.

“Hah? Masa sih, Gus?” tanya Mas Is.

Gus Mut tersenyum.

“Sahabat juga nanya kayak keherananmu ini, lalu sama Nabi Muhammad dijawab, ‘Bukankah dia juga manusia?’, artinya bahkan dalam kematian seseorang yang beda agama pun kita juga harus menghormati mereka bahkan ketika mereka dikebumikan,” kata Gus Mut.

“Ta-tapi, Gus Mut kemarin juga cerita-cerita soal rasa syukur pakai contoh betapa baiknya Pendeta Yanuar ke orang-orang kan habis layat? Gimana kalau orang pada simpati? Dan malah pada tertarik untuk murtad?” tanya Mas IS.

Gus Mut terkekeh.

“Memang kamu udah tahu ceritanya?” tanya Gus Mut.

“Aah, nggak mau, Gus. Nanti aku jadi tertarik pindah Kristen gimana,” kata Mas Is.

“Kamu itu lho, amatir banget jadi umat Islam. Kamu pikir aku yang dengerin cerita itu juga nggak berpotensi jadi murtad?” tanya Gus Mut.

“Ya kan iman Gus Mut jauh lebih kuat, lah aku?” tanya Mas Is.

“Ah, kamu itu meremehkan keimananmu sendiri, Is. Tapi coba kamu dengar cerita dari Pendeta Yanuar ini, coba nanti kita lihat reaksinya, kalau nanti kamu tertarik pindah agama ya kan tinggal baca syahadat lagi gampang,” kelakar Gus Mut.

Mas Is yang awalnya tak mau mendengar itu akhirnya nurut juga. Gus Mut lalu mengantar imajinasi Mas Is ke ceritanya bersama Pendeta Yanuar.

—000—

Pelayat yang hadir begitu banyak di kediaman bapaknya Pendeta Yanuar. Meski begitu, Gus Mut memilih hadir ketika proses pemakaman sudah selesai. Semata-mata agar bisa bertemu secara langsung dengan Pendeta Yanuar.

Setelah bertemu, berpelukan sebentar dan basa-basi, Gus Mut tetap merangkul pundak Pendeta Yanuar. Masih terkagum-kagum karena tak terlihat kesedihan mendalam di wajah Pendeta Yanuar.

“Sampean kuat ya. Luar biasa,” kata Gus Mut memuji.

“Kuat? Kuat untuk apa, Gus?” tanya Pendeta Yanuar.

“Ya kuat, saya nggak ngelihat ibu sampean, adik sampean, sampai sampean sendiri nangis dari tadi. Hebat sampean,” kata Gus Mut.

Pendeta Yanuar tersenyum mendengar pujian Gus Mut.

“Nggak ada yang perlu dikuat-kuatin, Gus. Karena ini berita suka cita. Ini adalah anugerah, Bapak akhirnya kembali ke rumah Bapa setelah sekian lama. Bagaimana saya bisa sedih kalau tahu bapak saya dijemput menuju surga?” kata Pendeta Yanuar.

Gus Mut terdiam sejenak. Ada guratan takjub dari mata Gus Mut tentang keimanan Pendeta Yanuar.

Di situasi seperti itu, tak banyak orang yang mampu mengatasi kesedihan, dan Pendeta Yanuar bahkan tidak perlu bersusah payah untuk itu karena justru menunjukkan rasa syukur yang luar biasa.

“Gimana sih, Mas Yanuar, kok sampean bisa punya rasa syukur sebesar itu ke Tuhan. Apa rahasianya?” tanya Gus Mut.

Pendeta Yanuar tersenyum.

“Misalkan gini, Gus,” kata Pendeta Yanuar mengambil dompetnya.

“Misalnya dompet saya ketinggalan di rumah Gus Mut nih,” kata Pendeta Yanuar menyerahkan dompetnya ke Gus Mut.

“Oke,” Gus Mut pun membawa dompet Pendeta Yanuar.

“Nah, kebetulan di dalem dompet itu ada duit. Ya katakanlah 2 juta gitu,” kata Pendeta Yanuar.

Gus Mut mendengarkan.

“Lalu saya bilang ke Gus Mut. ‘Gus, itu dompet bawa dulu aja ya. Tapi duit di dalemnya mohon dipakai aja. Terserah Gus Mut deh mau dipakai apa.’ Kira-kira Gus Mut bilang apa ke saya?” tanya Pendeta Yanuar.

Gus Mut sempat tertegun sejenak, “Eee, ya bilang terima kasih dong,” kata Gus Mut.

“Terus, beberapa hari kemudian, aku ke rumah Gus Mut lagi. Ngambil dompetnya, yang isinya udah dihabisin Gus Mut. Waktu aku ngambil itu dompet, kira-kira Gus Mut bilang apa ke saya?” tanya Pendeta Yanuar.

“Ya, terima kasih lagi, dong. Udah ngasih 2 juta ini secara cuma-cuma,” kata Gus Mut.

“Nah itu, Gus. Dompet itu adalah bapak saya. Tuhan ngasih Bapak ke saya, saya terima kasih dong. Terus segala manfaat beliau sebagai bapak ke saya, sudah saya dapatkan semua. Persis kayak isi dompet yang sudah dimanfaatkan Gus Mut itu. Lalu ketika akhirnya Tuhan mengambil bapak saya lagi, masak iya saya nggak ngucapin terima kasih lagi? Kan segala anugerah Tuhan yang diwakilkan ke bapak saya sudah saya dapat bertahun-tahun? Masak iya saya sesombong itu sebagai seorang hamba?” kata Pendeta Yanuar.

Gus Mut tertegun, mendapat siraman rohani dari sahabatnya yang baru saja diterpa musibah, tapi membalikkannya menjadi sebuah anugerah. Dan bahkan tak henti-hentinya mengucap rasa syukur.

“Terima kasih, Mas. Sudah ngajarin saya cara memahami rasa syukur dari Tuhan,” kata Gus Mut tak sanggup lagi kata-kata.

—000—

Mas Is yang mendengar cerita itu tak langsung menanggapi. Ada suara yang terhenti di tenggorokannya.

“Gus…” Mas Is bersuara tapi berhenti kemudian.

“Kenapa, Is?” tanya Gus Mut.

“Kok, agak sama ya konsepnya? Innalilahi wainnailaih rojiun. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kita semua kembali. Biar kita nggak perlu kelewatan menangisi sebuah kematian,” kata Mas Is.

Gus Mut tersenyum.

“Bahkan Pendeta Yanuar juga mengajari semua orang, caranya berhubungan baik dengan Tuhannya. Bahwa prasangka baik selalu menghasilkan hal-hal baik. Sama seperti kita yang disuruh untuk selalu berprasangka baik kepada Allah. Dan dari sana, kita bisa sadar bahwa rasa syukur kita sebagai hamba pun tak akan bisa mengimbangi anugerah yang kita selalu terima,” kata Gus Mut.

Mas Is kini lebih banyak diam. Sampai kemudian Gus Mut nyeletuk…

“Gimana? Jadi pindah agama?”

 

*) Diolah dari cerita Pendeta Yerry.

BACA JUGA Kenapa Babi Haram? atau kisah-kisah Gus Mut lainnya.

Exit mobile version