Kepala Diinjak Ketika Sujud dan Pencatutan Nama Allah

MOJOK.COKetika sujud kepala saya malah sampai keinjak. Ini bahaya banget lho. Benar-benar melecehkan Allah ini. Bikin Allah marah saja,” katanya sambil membentak.

Situasi di masjid ricuh. Usai salat asar berjamaah seorang jamaah masbuk yang melanjutkan rakaat salat, tidak terima ketika sujud kepalanya terinjak seorang anak kecil yang lari-larian di dalam masjid.

“Anda itu punya anak dijaga. Kepala orang lagi sujud itu nggak boleh diganggu. Bisa ngajarin anak nggak sih?” kata orang ini marah-marah usai salat.

Bapak si anak sebenarnya juga ingin ikut emosi, tapi ia tahu posisinya salah.

“Maaf, maaf. Namanya juga anak-anak, Pak,” kata si Bapak. Sambil memeluk anaknya yang takut.

Bukannya reda emosinya, orang ini malah melanjutkan amarahnya.

“Sujud itu sebaik-baiknya ibadah kepada Allah. Anda itu sudah bikin Allah marah. Fawallahi. Laa yagfirullahu laka. Kamu tidak akan diampuni Allah sebagai orang tua yang nggak becus jagain anaknya di baitullah,” kata orang ini.

Gus Mut yang berada di saf imam agak terkejut. Dengan tenang mendatangi orang yang sedang marah-marah ini.

“Ada apa ini, Pak? Habis salat begitu kok marah-marah?” tanya Gus Mut.

“Ini lho, Bapak ini nggak bisa jagain anaknya di dalam masjid. Anda tahu nggak kalau kepala saya ketika sujud malah sampai keinjak. Benar-benar melecehkan Allah ini. Bikin Allah marah saja,” kata orang ini.

Gus Mut cuma mengelus dada ketika mendengar kemarahan orang ini.

“Sabar, Pak, sabar. Jangan marah. Ini masih di masjid,” kata Gus Mut mencoba bikin situasi jadi agak tenang.

“Saya sih masih bisa sabar, tapi ini persoalannya ibadah ke Allah. Kalau saya sendiri yang dilecehkan ya saya nggak marah, tapi kalau sampai agama Allah dilecehkan begini ya saya wajib marah,” kata orang ini—masih marah-marah.

“Pak, sabar. Istigfar, Pak. Innalahama’ashobiriin. Allah bersama orang-orang yang sabar. Kalau bener di hati Bapak ada Allah, tentu Bapak nggak sampai marah-marah begini,” kata Gus Mut.

“Anda ini aneh, kenapa malah nggak tersinggung ketika sesama muslim keinjak kakinya ketika sujud begini,” kata orang ini.

“Pak, namanya anak kecil ya nggak apa-apa. Orang nggak tahu juga,” kata Gus Mut.

“Ya saya ini nggak marah sama anak kecilnya, tapi sama Bapaknya ini. Kenapa dia nggak bisa jagain kalau punya anak. Bukannya ngajarin salat malah biarin anaknya lari-larian di dalam masjid,” kata orang ini.

“Namanya dunia anak itu kan dunia main, Pak. Kalau si anak nggak dibiarin main di dalam masjid, bagaimana si anak bisa betah di masjid? Nabi aja biarin cucunya menunggangi punggung Nabi ketika sujud, beliau juga nggak marah kok. Malah dibikin lama sujudnya, karena ingin cucunya menyelesaikan main-mainnya dulu,” kata Gus Mut.

“Ya karena itu kan cucu Nabi sendiri,” kata orang ini.

“Nabi juga pernah mempercepat bacaan salatnya lho, Pak. Waktu itu ada suara tangis anak kecil, lalu Nabi khawatir kalau ibu si anak jadi tidak enak hati salatnya. Akhirnya salat Nabi dipercepat. Artinya, jangan berlebihan sama anak kecil. Bikin masjid ini jadi dunia bermain untuk mereka, biar mereka betah. Awalnya memang main-main, tapi habis itu mereka juga tumbuh, balig, berakal. Lalu jadi mudah ngajari mereka ibadah. Lha kalau dari kecil aja lihat ada Bapak marah-marah begitu, lalu dia trauma nggak mau ke masjid lagi sampai dewasa nanti. Apa Bapak mau tanggung jawab di akhirat nanti?” tanya Gus Mut.

Orang ini terdiam sejenak. Kemarahan sedikit sudah menurun tensinya.

“Tapi kan ini beda kasus. Kepala orang lagi sujud kok diinjak. Itu penghinaan ke Allah namanya,” kata orang ini.

“Penghinaan ke Bapak atau penghinaan ke Allah?” tanya Gus Mut.

“Ya ke Allah,” kata orang ini.

“Dari mana Bapak tahu kalau Allah merasa terhina gara-gara itu?” tanya Gus Mut lagi.

“Maaf, ya, Anda jangan main-main sama agama Allah ya,” kata orang ini.

Gus Mut cuma tersenyum.

“Saya tidak pernah main-main dengan agama Allah, makanya saya datang ke sini buat menenangkan Bapak. Gini lho, Pak. Ibarat ada orang lagi bertamu ke rumah Bapak. Lalu orang itu punya masalah pribadi dengan orang lain, kemudian marah-marah mengatasnamakan Bapak—seolah-olah tuan rumah. Padahal mereka sama-sama tamu. Kira-kira kalau Bapak jadi tuan rumah gitu, tersinggung nggak salah satu tamu Bapak diusir mengatasnamakan Bapak?” kata Gus Mut.

“Ya tersinggung lah. Apa urusannya marah-marah pakai nama saya?” kata orang ini.

“Lha itu lah masalahnya,” kata Gus Mut.

“Masalah apa? Memang ada orang yang kayak begitu? Goblok banget kalau sampai ada,” kata orang ini.

“Ada kok,” kata Gus Mut.

“Siapa?”

“Ya itu, barusan tanya orangnya.”


*) Diolah dari ceramah Gus Baha’

Exit mobile version