Kalau Ibadah Jadi Gengsi, Dana Haji pun Bisa Bikin Calon Jemaah Jadi Emosional Sekali

MOJOK.COFanshuri berencana akan menarik dana haji yang sudah ia tabung bertahun-tahun. Khawatir, ada rasa khawatir.

Tinggal 5 tahun lagi antrean Fanshuri sebagai jemaah haji. Namun, begitu mendengar gonjang-ganjing soal pembatalan keberangkatan haji oleh pemerintah tahun ini, Fanshuri merasa ada yang tak beres.

Fanshuri merasa waswas sebagai calon jemaah haji, kalau dana haji yang sudah ia setorkan selama ini ternyata diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Apalagi kabar-kabar tidak jelas mulai bermunculan. Merasa gundah, Fanshuri pun curhat ke Gus Mut.

“Apa sebaiknya saya tarik aja ya, Gus, dana haji saya itu?” tanya Fanshuri.

Gus Mut begitu terkejut, hampir saja kopi di mulutnya muncrat mendengar niat Fanshuri itu.

“Lho? Kenapa, Fan?” kata Gus Mut sambil menyeka bibirnya.

“Lah ini, nggak jelas banget. Ada kabar katanya dana haji diselewengkan, duit buat berangkat nggak ada, dipakai buat ini dulu lah, dipakai buat itu dulu lah. Wah ini kan masalah, Gus. Saya nggak mau kalau udah bayar mahal-mahal pada akhirnya nggak berangkat,” kata Fanshuri.

“Emang kalau dana haji kamu tarik, itu duit buat apa, Fan?” tanya Gus Mut.

“Ya nggak tahu saya. Belum kepikiran sampai sana juga sih,” kata Fanshuri.

“Lah, terus gunanya kamu narik dana haji buat apa? Itu duit banyak buat calon jemaah haji kayak kamu lho, Fan. Kalau sekadar narik cuma karena kemakan omongan orang-orang, bukannya itu tambah bahaya?” kata Gus Mut.

“Bahaya? Bahaya gimana, Gus?”

“Ya bahaya. Kamu kalau mau daftar lagi kan antreannya jadi ngulang dari awal. Kan kamu cuma tinggal 5 tahun lagi,” kata Gus Mut.

“Tapi kan kalau tahun ini haji nggak bisa diberangkatin, saya jadi harus nunggu 6 tahun lagi,” kata Fanshuri.

“Ya nggak apa-apa, mau nunggu 5 tahun, 6 tahun, 10 tahun. Secara prinsip dan niat ibadah kan nggak ada bedanya,” kata Gus Mut.

“Nggak ada bedanya gimana, Gus? Ya beda lah, Gus. Kalau tahun kelima saya udah mati gimana? Padahal harusnya saya bisa berangkat haji sebelumnya?” tanya Fanshuri.

Gus Mut terkekeh. Fanshuri masih jengkel.

“Soal mati kan nggak ada yang tahu, Fan. Tapi Allah kan tahu niat haji hamba-Nya. Yang penting kan kamu sudah ada niat, sudah ada ikhtiar, perkara berangkat tidak berangkat itu sudah Allah yang ngatur,” kata Gus Mut.

Fanshuri masih tidak terima penjelasan Gus Mut.

“Ta, tapi, Gus. Haji itu kan ibadah wajib, kalau sampai ada kesalahan orang lain dan bikin saya nggak bisa berangkat haji, kan saya jadi nggak menjalankan ibadah itu. Ya wajar kalau saya marah, Gus. Gimana nanti kata orang-orang? Saya udah siap haji, nggak jadi haji karena hal yang bukan kesalahan saya,” kata Fanshuri.

Gus Mut tersenyum sekarang, paham yang ditakutkan Fanshuri.

“Kamu itu haji buat dapat gelar ‘haji’ atau karena apa, Fan, sebenarnya?” tanya Gus Mut.

Fanshuri tambah jengkel ditanya begitu oleh Gus Mut.

“Gus Mut meremehkan keikhlasan saya kalau nanya begitu itu namanya,” kata Fanshuri.

Gus Mut terkekeh.

“Bukan meremehkan, tapi sampean sendiri yang bilang, ‘gimana nanti kata orang-orang’, ya kan itu tanda hajimu lebih konsen ke omongan orang-orang,” kata Gus Mut.

Fanshuri terdiam sejenak.

“Ta, tapi wajar dong, Gus, kalau saya gelisah. Itu duit dana haji nggak sedikit lho, Gus. Apalagi buat saya, yang bukan orang kaya. Udah nabung bertahun-tahun, nyisihin pendapatan tiap bulan, begitu denger gonjang-ganjing begitu kan… rasanya kayak sakit hati gitu,” kata Fanshuri.

Gus Mut tersenyum, paham dengan kekhawatiran Fanshuri.

“Iya, aku juga ngerti, Fan. Kalau kamu lihat dana haji sebagai duit tabungan, sebagai paket perjalanan wisata, sebagai duit buat beli gengsi, ya itu kesannya bakal jadi duit yang banyak… tapi kalau kamu lihat dana haji yang kamu kumpulin itu buat ibadah doang, tanpa mikir macem-macem, insya Allah sebagai jemaah haji kamu ngerasanya ya selo-selo aja,” kata Gus Mut.

“Ya susah lah, Gus, bisa mikir kayak gitu. Gimana-gimana itu duit, bukan daun. Orang yang udah haji aja belum tentu hajinya mabrur, apalagi yang belum berangkat, Gus,” kata Fanshuri.

“Ya mindset-nya jangan mikirin itu duit, tapi mikir itu kewajiban. Kalau kamu sebagai calon jemaah haji mikirnya duit, ya bakal ada rasa eman-eman. Kamu aja nggak ngerti duit itu bakal diapain kalau kamu tarik. Itu tanda kalau sebenarnya kamu udah ikhlas sebenarnya, tapi hanya karena rasa emosional sesaat, tiba-tiba sifat ikhlasmu bertahun-tahun silam jadi lenyap,” kata Gus Mut.

Fanshuri terdiam.

“Ini kan kayak kamu setor duit korban Idul Adha, kalau kamu ikhlas ngasih duit korban, ya udah sih ikhlasin aja. Allah itu melihat ikhtiar hamba-Nya kok, hasil mah belakangan. Kewajiban kita sebagai hamba itu berusaha, Fan, bukan disuruh berhasil,” kata Gus Mut.

“Ta, tapi, Gus…” Fanshuri masih ada rasa mengganjal.

“Kamu tahu riwayat Siti Hajar yang lari-lari kecil dari Bukit Shafa dan Marwa kan?” tanya Gus Mut.

“Iya, tahu, Gus,” kata Fanshuri.

“Kan kamu bisa belajar dari sana, Fan,” kata Gus Mut.

“Ma, maksudnya?”

“Siti Hajar diriwayatkan pernah kehausan bersama Ismail yang masih bayi di tengah gurung pasir. Udah nggak kuat karena kehausan, akhirnya Siti Hajar mencari air dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa sampai tujuh kali,” kata Gus Mut.

“Iya, akhirnya air zamzam keluar dari hentakan kakinya Ismail kan, Gus?” lanjut Fanshuri.

“Nah,” kata Gus Mut.

“Nah? ‘Nah’ apanya, Gus?”

“Apa yang dilakukan Siti Hajar mencari air dari satu bukit ke bukit lain itu berhasil atau nggak?” tanya Gus Mut.

“Ya berhasil dong, Gus, kan airnya akhirnya keluar,” kata Fanshuri.

Gus Mut terkekeh.

“Ya nggak dong. Siti Hajar itu nggak menemukan air apa-apa sepanjang pencariannya. Air yang muncul atas hentakan kakinya Ismail itu datang bukan dari ikhtiarnya Siti Hajar, Fan. Itu murni pertolongan dari Gusti Allah,” kata Gus Mut.

Fanshuri terkejut mendengar itu.

“Artinya, Gus?”

“Artinya, jawaban dari ikhtiar kita itu kadang-kadang tidak berkorelasi langsung, Fan. Keberhasilan yang kita raih dari usaha itu sering kali nggak berkaitan. Siti Hajar lari-lari kecil dari sana ke mari, ia tak menemukan apa-apa. Kosong. Hasilnya nol. Tapi itu lah perintah Allah kepada hamba-Nya. Manusia harus ikhtiar… Siti Hajar harus ikhtiar, bukan harus berhasil menemukan air,” kata Gus Mut.

Fanshuri terdiam mendengar riwayat yang sudah ratusan kali dia dengar itu, tapi baru memahami makna di balik riwayat itu.

“Jadi, kamu tak usah merasa khawatir amat dengan ikhtiarmu menabung bertahun-tahun untuk dana haji. Allah itu menilai ikhtiarmu, bukan menilai keberhasilanmu bisa berangkat haji atau tidak. Sebagai calon jemaah haji, kita ini cuma kena kewajiban berikhtiar berangkat haji, bukan kewajiban berhasil berangkat naik haji, Fan,” kata Gus Mut.

Otot-otot tegang di tubuh Fanshuri mengendor, rasanya segala macam ketegangan sirna begitu saja.

BACA JUGA Pak Haji, Bu Puasa… Mbah Syahadat dan kisah-kisah Gus Mut lainnya.

Exit mobile version