Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

Kadang-kadang kewajiban bagi orang lain itu terlihat lebih jelas ketimbang kewajiban untuk diri sendiri.

Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

MOJOK.COSeorang takmir masjid menegur driver ojol yang tak mau meninggalkan pekerjaannya dulu untuk sholat jamaah di masjid.

Baru selesai sholat dzuhur, Fanshuri yang sedang mampir di masjid pinggir jalan agak terganggu dengan pembicaraan seorang takmir masjid dengan salah satu driver ojol di tangga teras masjid.

“Kamu itu ya, Mas, sudah tahu dengar azan bukannya tadi berhenti dulu buat salat jamaah malah lanjut antar orderan,” kata seorang takmir masjid ke driver ojol.

Driver ojol yang ditegur kaget gelagapan, ia memang barusan sudah sholat dzuhur di masjid tersebut, tapi tidak ikut sholat jamaah di awal waktu seperti jamaah yang lain. Si driver ojol tak menyangka ia akan dilabrak seperti itu.

Fanshuri segera menyelesaikan zikirnya lalu mendekat karena sudah tidak nyaman mendengar arah pembicaraannya.

“Kenapa, Pak?” tanya Fanshuri.

“Nggak apa-apa, Mas. Si driver ojol ini, tadi waktu sini jamaah dzuhur tadi saya lihat lagi terima orderan di resto seberang masjid itu. Sekarang balik lagi ke sini, jamaahnya udah kelar. Ya aku nasehati aja mumpung ketemu,” kata si takmir masjid.

Fanshuri cuma tersenyum kecut.

“Bukannya gitu, Pak. Saya kan udah kadung pencet oke di aplikasinya, kalau saya tunda dulu harus ikut jamaah di sini, nanti performa saya turun kan bisa masalah sama pendapatan saya,” kata si driver ojol yang terlihat agak jengkel tapi masih bisa menahan emosi.

“Urusan rezeki itu urusannya Allah, Mas. Nggak usah takut, nanti diganti sama Allah kalau memang gara-gara sholat jamaah sampean jadi terkendala sama itu aplikasi,” kata si takmir masjid.

“Pak, sebentar, Pak, jangan gitu. Masih untung bapak driver ojol ini masih sholat di masjid sini. Jangan terus digituin dong,” kata Fanshuri membela.

Si takmir masjid geleng-geleng kepala.

“Mas, namanya kewajiban terhadap Allah itu kan harus diutamakan terlebih dahulu, jangan yang duniawi dulu,” kata si takmir masjid.

“Iya, iya, Pak. Itu memang betul, tapi memangnya Bapak mau tanggung jawab kalau rezeki driver ojol ini menafkahi anak istri jadi berkurang gara-gara ngejar sholat jamaah di awal waktu?” tanya Fanshuri.

“Lah, kok malah jadi saya yang harus tanggung jawab. Itu kan nasihat aja, biar bapak driver ojol ini lebih takut sama Allah ketimbang sama aplikasi,” kata si takmir masjid lagi.

Driver ojol yang di hadapan si takmir masjid dan Fanshuri terlihat sudah tak nyaman dan ingin buru-buru pergi.

“Ya udah, Pak, saya pamit dulu,” kata si driver ojol.

“Jangan diulangi lagi ya, Pak. Lain kali kalau dengar azan, hentikan semua kegiatan,” kata si takmir masjid.

“Maaf, Pak. Bukan begitu dong caranya menegur orang,” kata Fanshuri memotong.

“Anda ini siapa ya, Mas, kok ikut-ikut urusannya orang. Kalau Anda udah selesai sholat ya sudah,” kata si takmir masjid.

Fanshuri tersenyum kecut, si driver ojol yang tadinya mau pamit akhirnya berhenti nggak jadi pergi. Ia merasa tak tega melihat Fanshuri yang awalnya membelanya malah jadi kena semprot pula.

“Ta-tapi, Pak, maaf memotong,” kata si driver ojol, “Bapak juga ikut-ikut urusannya orang lho. Lah ini urusan saya kok Bapak malah ikut-ikutan?”

Si takmir masjid hanya melirik ke arah driver ojol dengan tatapan kurang simpatik.

“Anda itu ya, Pak. Sudah dikasih nasihat bukannya terima kasih malah nyolot,” kata si takmir masjid kesal.

Fanshuri yang merasa aneh dengan percakapan ini segera mencoba menetralisir suasana.

“Maaf, Pak, maaf. Ini cuma masalah kesalahpahaman aja,” kata Fanshuri.

“Salah paham gimana, Mas? Sudah jelas-jelas ini driver nggak tahu tata krama, nggak tahu terima kasih. Dinasehati baik-baik itu mbok ya diterima dengan lapang dada,” kata si takmir masjid.

“Justru yang harus lapang dada itu, kita semua yang di sini, Pak,” kata Fanshuri ke takmir masjid, “saya yang baru datang karena ribut-ribut ini, Bapak driver ojol ini, sekaligus Bapak juga sebagai takmir masjid sini. Kalau semua lapang dada kan enak jadi nggak ngotot-ngototan.”

Si takmir masjid sedikit melirik ke Fanshuri.

“Umat Islam zaman sekarang emang begini, dikasih nasihat agar tak terlalu duniawi malah ceramahin balik,” kata si takmir masjid.

“Bukan begitu, Pak. Saya bukan mau ceramahin Bapak, tapi mbok ya bijak sedikit lah. Dalam ilmu fikih kan waktu salat dzuhur itu disediakan oleh Allah sampai azan asar, jadi sepanjang sholat dzuhur di waktu itu ya nggak masalah dong seharusnya. Itu sholat dzuhur kan tetep sah dan tidak salah sama sekali,” kata Fanshuri.

Si takmir masjid lagi-lagi geleng-geleng kepala.

“Lah ya tapi kan tidak afdol, Mas. Lebih afdol itu di awal waktu dan jamaah masjid,” kata si takmir masjid.

“Iya, itu betul sekali. Nah pertanyaannya, keafdolan sama kewajiban itu levelnya tinggi mana?” tanya Fanshuri.

“Ya kewajiban dong,” kata si driver ojol memotong.

“Iya, betul. Saya setuju itu,” kata si takmir masjid.

Fanshuri tersenyum menyaksikannya, ini kali pertama Fanshuri melihat kedua orang ini satu frekuensi.

“Persoalannya, karena pekerjaan mencari nafkah untuk anak dan istri itu juga kewajiban dan sholat awal waktu adalah keafdolan, ya berarti mana dong yang lebih didahulukan? Kan yang penting Bapak driver ojol ini sholat sesuai waktunya. Beliau juga terbukti sudah taat dan saleh banget sampai rela balik ke masjid sini lagi untuk sholat,” kata Fanshuri.

Si driver ojol merasa lega mendapat bantuan ‘pengacara’ dadakan yang lumayan menantang si takmir, tapi si takmir masjid merasa tidak begitu senang mendengar kata-kata Fanshuri.

“Ya sudah kalau tak mau denger nasihat saya, nggak apa-apa. Sudah bukan urusan saya kok, Mas. Biar Allah yang menilai, mana yang lebih benar di antara kita,” kata si takmir masjid.

“Ya sudah kalau begitu. Tapi, sebentar, kenapa Bapak tidak minta tutup aja dulu itu resto kalau Bapak terganggu ada driver ojol yang dapat order waktu ada sholat jamaah di masjid sini?” tanya si driver ojol sambil siap-siap mau pergi.

“Eh, enak saja sampean minta resto itu tutup,” kata si takmir masjid.

“Lah? Emang kenapa?” tanya Fanshuri.

“Itu usaha istri saya. Emangnya Anda mau tanggung jawab kalau usaha keluarga saya jadi seret?”

Fanshuri dan driver ojol melongo mendengar jawaban itu. Kaget.

“Lah, tadi katanya rezeki urusannya Allah, kok kalau urusan rezekinya sendiri jadi beda?” umak-umik driver ojol lirih ke diri sendiri, tidak begitu jelas.

“Hah? Gimana, Mas?” tanya si takmir masjid.

“Nggak apa-apa, Pak. Saya cuma mau pamit dulu,” kata si driver ojol ngacir begitu saja meninggalkan Fanshuri yang kesulitan menahan ketawa.

*) Diolah dari pengajian Gus Baha’.

BACA JUGA Pilihan Surat saat Salat Jamaah Jangan yang Panjang, Umat Juga Punya Urusan Lain dan kisah Fanshuri lainnya.

Exit mobile version